PUKUL 08.00 WIB, dr Jacoba Nugrahaningtyas Wahjuning Utami bersama sekitar 19 tenaga kesehatan klinik Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Yogyakarta sudah bersiap di klinik mereka, yang berlokasi di Jalan Tamansiswa MG II/558 Yogyakarta. Sepagi itu, dokter yang biasa disapa Tyas itu bersama koleganya tengah menyambut para peserta vaksin covid-19.
Namun, ada pemandangan yang tidak biasa. Beberapanya, bahkan harus menunggu lebih lama sebelum akhirnya bisa divaksinasi. Hal tersebut bukan perkara urusan administrasi, melainkan karena menunggu kestabilan kondisi tubuh si peserta vaksin. Ada yang kemudian diminta untuk istirahat dan minum air putih beberapa kali. Mereka yang datang ke PKBI Yogyakarta pagi itu, rata-rata ialah pekerja seksual, transpuan, juga mereka yang tinggal di jalanan.
PKBI Yogyakarta memang menjadi salah satu inisiator yang mengupayakan akses vaksinasi bagi kelompok marginal di Yogyakarta. Mengingat ketika sebelum pandemi, salah satu program rutinan mereka juga ialah pendampingan bagi kelompok marginal, termasuk lansia transpuan dan pekerja seksual.
“Bisa dipahami, kehidupan mereka akan berbeda dengan kehidupan orang biasa. Bukan tidak mungkin, dijumpai mereka yang meski masih muda tapi tensinya tinggi. Jadi sejak skrining awal menjadi lebih ketat. Kemarin itu tensinya bisa sampai 240-250. Bisa jadi karena semalam sebelumnya ada yang minum alkohol, atau ya karena bekerja. Jadi kami tungguin. Kalau vaksin untuk umum itu mungkin sekitar 30 menit beres, ini waktunya jadi lebih panjang,” cerita dr Tyas kepada Media Indonesia melalui konferensi video, Selasa (4/1).
Memang, target awal dari PKBI Yogyakarta dalam sehari bisa memvaksinasi 500-1.000 peserta dari kelompok marginal di Yogyakarta, tapi tentu situasinya kemudian jauh dari angka itu. Waktu untuk melakukan serangkaian vaksinasi pun menjadi lebih lama bila dibandingkan dengan vaksinasi masyarakat umum, meski dengan jumlah peserta yang lebih sedikit. Dokter Tyas mengatakan pelayanan yang dibuka sejak pukul 08.00 WIB, pelaksanaan vaksinasi baru selesai sampai pukul 16.00 WIB.
Hal tersebut demi menjamin keamanan dan kenyamanan dari calon peserta vaksinasi. Misalnya, seperti harus menunggu kestabilan kondisi tubuh atau juga pengarahan ekstra sebab yang datang vaksinasi ke PKBI juga ialah beberapanya komunitas disabilitas.
Semua berhak
Selama ini nomor induk kependudukan yang tertera di kartu identitas memang menjadi salah satu syarat jika warga ingin mengakses vaksin. Hal tersebut tentu menjadi ganjalan bagi beberapa kelompok warga yang tidak punya kartu identitas.
Sebab itu, PKBI Yogyakarta berusaha merangkul kelompok yang tidak ber-KTP ini agar bisa mendapat akses vaksin. Upaya itu kemudian juga didukung oleh beberapa instansi dan kelompok organisasi di Yogyakarta, seperti disdukcapil, layanan kesehatan setempat, dan Angkatan Muda Muhammadiyah Yogyakarta.
“Tentunya yang mendasari kami ialah karena banyak dari mereka yang kami dampingi ini tidak ber-KTP. Tentu saja mereka juga memiliki hak (untuk vaksinasi),” kata dr Tyas.
Menurut Dokter Tyas, hal tersebut menjadi bagian ikhtiar dalam memerangi bersama covid-19 yang menjadi momok bagi kehidupan manusia saat ini.
Dalam masa pandemi ini, kata dia, manusia tidak boleh egois. Semua berhak mendapat akses perlindungan, termasuk kelompok yang selama ini kurang mendapat perrhatian.
“Akses vaksin ke kelompok marginal, selain menolong diri kita sekaligus juga menolong negara dari keterpurukan sehingga semua bisa terhindar (dari virus).” (M-4)