Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
KARIES gigi dan penyakit penyakit jaringan pulpa masih menjadi penyakit gigi dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Bahkan sekitar 60%-90% lebih kasus karies gigi terjadi pada anak-anak. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian semua pihak.
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Konservasi Gigi Indonesia (Ikorgi) Wignyo Hadriyanto, Senin (20/9), mengatakan tingginya prevalensi karies dan pulpa di Indonesia salah satunya disebabkan karena hampir 99% masyarakat mengonsumsi karbohidrat.
"Mereka tidak menyadari karbohidrat tersebut menjadi penyebab munculnya karies," katanya di sela-sela kegiatan Kongres Nasional IKORGI (Ikatan Konservasi Gigi) XII dan Temu Ilmiah Nasional IKORGI (TINI) V di Yogyakarta. Kegiatan itu sendiri akan berlamgsung hingga 26 September.
Baca juga: Menkes: Vaksinasi Covid-19 Jangkau 50 juta Suntikan dalam Lima Pekan
Sampai saat ini, lanjutnya, sekitar 60% anak di Indonesia menderita karies. Dikatakan, kalau gigi tidak dipertahankan dengan jalan konservasi, tentu karies akan berkembang menjadi pulpa yang terkadang menimbulkan rasa sakit pada gigi.
Apalagi saat kondisi pandemi covid-19 saat ini, kata Wignyo, pasien takut mendatangi dokter gigi. Padahal secara nasional, kasus penyakit pulpa ini merupakan kasus rawat inap terbesar di Indonesia.
"Dan sampai saat ini belum teratasi. Karena biasanya orang datang ke dokter gigi sudah dalam keadaan sakit. Yang tidak sabar memilih cara mencabut gigi. Padahal cara seperti itu bisa menyebabkan masalah di kemudian hari," ujarnya.
Upaya pemerintah, lanjut Wignyo, melalui departemen konservasi gigi di perguruan tinggi mendorong supaya dokter gigi berinovasi untuk mengatasi masalah tersebut.
Dokter gigi bidang konservasi juga didorong mengikuti Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran Gigi untuk mengejar ketertinggalan saat ini.
Wignyo, pada kesempatan itu, menambahkan penyelenggaraan event temu ilmiah ini, katanya, bertujuan meningkatkan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan dan ketrampilan bagi semua anggota Ikorgi.
"Kegiatan ini juga sangat bermanfaat dalam ajang publikasi hasil penelitian maupun standar pelayanan kesehatan di bidang konservasi gigi, baik teknologi restorasi maupun endodontik," ujar Wignyo.
Ketua Panitia TINI V Hendargo Agung Pribadi menjelaskan kegiatan TINI V sedianya digelar secara offline pada Desember 2020 namun karena pandemi covid-19 baru dapat digelar pada September ini.
"Ini salah satu event terbesar Ikorgi yang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali dengan berbagai rangkaian event seperti seminar, pengabdian masyarakat, hands on, kegiatan ketrampilan, kongres dan kolegium konservasi gigi," katanya.
Dia mengatakan, pandemi global covid-19 yang melanda di Indonesia sangat berdampak pada semua bidang, termasuk di dunia Kedokteran Gigi. Berbagai hambatan akibat pandemi global covid-19 dapat dilihat mulai dari kegiatan pendidikan, penelitian, hingga pelayanan kepada masyarakat.
"Namun, pandemi ini tidak menyurutkan semangat kami untuk tetap mengembangkan diri dalam keilmuan konservasi gigi terkini," katanya.
TINI ke-V, lanjut Hendro, menghadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri. Para pembicara merupakan pakar di bidang konservasi gigi, lintas bidang keilmuan, dan klinisi. Terdapat lebih dari 100 narasumber short lecture yang akan mempresentasikan tentang keilmuan lainnya.
"Mereka memberikan edukasi kepada lebih dari ratusan masyarakat umum melalui pengabdian masyarakat secara virtual, serta lebih dari 20 kelas kegiatan ketrampilan," paparnya.
Panitia event TINI V Prisca Bernadeti mengatakan pada TINI V tahun ini diikuti 1.142 peserta dengan 20 seri webbinar.
Kegiatan ini juga diisi dengan pameran produk alat kesehatan gigi melalui website ikorgitini.com atau digelar secara virtual.
Panitia memberikan teknologi Analytic Intelligence di mana para vendor dental supplier bisa memiliki data pengunjung booth beserta produk-produk vendor dental supplier yang diminati oleh peserta.
"Ini pengalaman pertama kami menggelar exhibition secara online, biasanya digelar offline," ujarnya.
Selain Analytic Intelligence, TINI V kali ini juga memberikan sistem Flash Sale untuk membantu meningkatkan penjualan produk-produk kedokteran gigi yang ditawarkan oleh vendor dental supplier.
"Dengan cara seperti ini para vendor dental supplier mempunyai bank data untuk meningkatkan penjualan mereka secara online," ujar Prisca. (OL-1)
Pembiaran bisa berpotensi menyebabkan pembengkakan gusi atau lubang semakin besar, dan pada akhirnya, kemungkinan terburuk adalah gigi harus dicabut.
Masyarakat cenderung menunda melakukan perawatan gigi karena kekhawatiran pada harga yang tidak pasti dan kurangnya informasi mengenai layanan yang dibutuhkan.
Biasanya kalau sudah ada bercak putih itu sebenarnya sudah ada ciri khas dari lubang awal. Jadi putih bukannya semakin kuat tapi justru ini lagi ada dalam kondisi rapuh.
Membawa anak ke dokter gigi saat dia pertama kali tumbuh gigi berguna agar orangtua mendapatkan edukasi dalam merawat gigi anak.
Rasio saat ini, yakni satu dokter gigi untuk setiap 3.000 pasien, masih jauh dari kondisi ideal.
Pemeriksaan kesehatan meliputi pemeriksaan gigi, tekanan darah, hingga konsultasi dengan dokter dan dokter gigi secara gratis tanpa dipungut biaya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved