Headline

Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.

Fokus

Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.

Rokok Ancam Masa Depan Bangsa

Fathia Nurul Haq
15/4/2016 02:30
Rokok Ancam Masa Depan Bangsa
(Ilustrasi)

ROAD map industri rokok yang dirancang Kementerian Perindustrian hingga 2020 dinilai tidak sinkron dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan.

Dalam roadmap itu disebutkan produksi rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) mild ditargetkan tumbuh 100% dari 161,8 miliar batang per tahun di 2015 menjadi 306,2 miliar batang per tahun di 2020. “Ini tidak sesuai dengan arah­an Presiden Joko Widodo di RPJMN untuk mengurangi perokok di usia 15-19 dan usia produktif 25% dalam 5 tahun. Tidak sinkron, bagaimana bisa?” cetus pakar ekonomi Emil Salim dalam seminar bertajuk Ekonomi Indonesia dalam Bahaya Rokok di Jakarta, Kamis (14/4).

Menurut Emil, road map itu tidak masuk akal jika didasarkan pada semangat untuk mengurangi angka perokok pemula, pun jika dilandasi alasan untuk membuka lapangan kerja.

Pasalnya, rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya malah ditargetkan tumbuh kurang dari 1%, dari 77 miliar batang menjadi 77,5 miliar batang per tahun di 2016.

“Mereka (industri rokok) me­mang menyasar anak-anak muda, generasi yang seharusnya kita jaga untuk menjadi tenaga utama lepas landas di 2045,” kata Emil lagi.

Menurut data, 57,6% pero­kok laki-laki saat ini berusia 15-19 tahun, sementara perokok perempuan di usia itu jumlahnya 29,6% dari total perokok di Indonesia. Data juga menyebutkan mayoritas perokok memulai kebiasaan buruk mereka untuk merokok di usia itu.
“Pertama memang rokok mild, kadar nikotinnya mereka suka. Nanti setelah efeknya melemah, mereka akan merokok kretek yang nikotinnya tinggi. Rokok ini pintu masuk untuk kecanduan zat adiktif lainnya seperti narkoba dan alkohol.”

Emil yang juga mantan Men­teri Lingkungan Hidup terang-terangan menyebut road map itu tidak sah lantaran tidak sinkron dengan RPJMN. Emil menegaskan pentingnya menjaga generasi 2000-an, yakni mereka yang akan sampai pada usia matang untuk memimpin di 2045.
“Bung Karno lahir 1902, ja­di presiden 1945. Mereka yang lahir di 2000-an akan jadi pemimpin di 2045, jangan sampai mereka teracuni oleh rokok,” tegas Emil lagi.


Perangkap kemiskinan

Pada kesempatan sama, Wakil Kepala Bidang Penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan mengatakan kebiasaan merokok merupakan perangkap kemiskinan karena menyebabkan jumlah uang yang dibelanjakan untuk kebutuhan primer menurun.

“Kebiasaan merokok akan menyebabkan uang yang dibelanjakan menurun, itu tanpa terkena penyakit sudah mengorbankan banyak hal,” kata Abdillah.

Ia mengungkapkan beberapa hal dikorbankan akibat kebiasaan merokok, antara lain di sektor pendidikan, kesehatan, dan gizi keluarga. Berdasarkan penelitian, pengeluaran untuk rokok pada rumah tangga termiskin 13 kali lipat pengeluaran untuk pembelian daging, lima kali lebih besar daripada pembelian susu dan telur, serta dua kali lebih besar daripada pembelian ikan dan sayuran.

“Jika merokok satu bungkus per hari seharga Rp10 ribu, pengeluaran tersebut setara dengan Rp36,5 juta per tahun. Uang itu bisa dipakai untuk biaya haji, biaya sekolah, uang muka pembelian rumah, renovasi rumah, bahkan untuk mo-dal usaha,” jelasnya. (Ant/H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya