Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
KEPEDULIAN masyarakat Indonesia akan bahaya diabetes masih kurang. Padahal, ditengarai, satu dari dua orang Indonesia mengalami diabetes tanpa disadari.
Hal itu diungkapkan dokter konsultan endokrin, metabolik, diabetes dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Em Yunir, dalam temu media menjelang Hari Kesehatan Sedunia (HKS) 2016, di Jakarta, kemarin. HKS yang diperingati tiap 7 April tahun ini mengangkat diabetes sebagai topik utama.
“Di Indonesia, 73% pasien tidak mengetahui dirinya mengidap diabetes sampai mereka datang ke dokter dengan keluhan komplikasi dan mengganggu aktivitas fisiknya. Sayangnya sampai saat ini, hal tersebut masih terus berlangsung,” ujarnya.
Selain karena minimnya pengetahuan masyarakat akan diabetes, lanjutnya, kondisi itu juga dipengaruhi oleh pergeseran ciri-ciri klasik diabetes. Gejala seperti sering haus dan lapar disertai penurunan berat badan kerap tidak dirasakan pasien. Hal itu terjadi karena pasien mengalami diabetes akibat resistensi insulin yang terjadi secara perlahan.
“Tak jarang, sampai kadar gula darah di angka 300 mg/dL pun banyak pasien yang tidak mengeluh karena resistensi insulin ini.
Seandainya curiga pun, karakter orang Indonesia belum mengaku sakit bila belum tergeletak tak berdaya. Mereka takut kalau melakukan pemeriksaan untuk deteksi dini, malah ketahuan komplikasi penyakit lainnya,” papar Yunir.
Padahal, idealnya, diabetes dideteksi dan diterapi secara dini. Tujuannya ialah mencegah komplikasi penyakit berbahaya seperti serangan jantung, stroke, gagal ginjal, dan kebutaan.
Karena itu, menurut Yunir, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap diabetes. Upaya itu, bisa dimulai dari anak-anak, melalui unit kesehatan sekolah (UKS).
“Siswa perlu diedukasi untuk mengamati teman-temannya yang berisiko diabetes, seperti menjaring anak-anak yang gemuk. Ini bisa dilakukan dengan mengukur berat badan, lingkar perut, dan tinggi badan,” jelas Yunir.
Upaya itu penting mengingat saat ini makin banyak anak yang mengalami diabetes tipe dua, yang disebabkan oleh obesitas dan minim gerak.
“Sekitar 10-15 tahun lalu, diabetes pada anak-anak umumnya tipe 1 yang disebabkan oleh minimnya atau tiadanya produksi insulin. Semakin ke sini, tren justru berubah. Makin banyak anak yang gemuk sehingga kasus diabetes tipe 2 pada anak juga makin bertambah.”
Ubah perilaku
Pada kesempatan sama, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, M Subuh, mengatakan pemerintah telah melakukan sejumlah upaya untuk menangani diabetes di Indonesia.
Pertama ialah meningkatkan akses melalui puskesmas, pos pelayanan terpadu (posyandu), dan pos pembinaan terpadu (posbindu) supaya masyarakat dapat menjangkau pelayanan kesehatan dan memeriksakan dirinya dengan lebih mudah.
“Jadi, saat ibu membawa anak untuk imunisasi di posyandu, di sana juga harus dijaring untuk pemeriksaan diabetes. Tujuan utamanya meningkatkan kepekaan masyarakat,” tutur M Subuh.
Kemudian, lanjutnya, mengubah perilaku masyarakat agar menerapkan gaya hidup sehat. “Contohnya, meniadakan kebiasaan menyediakan permen gratis baik di pesawat maupun di hotel. Pembangunan nasional seharusnya juga berwawasan kesehatan dengan mengutamakan akses tangga serta menyembunyikan lift agar budaya masyarakat bergerak tercipta.” (Try/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved