Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
KIPRAH kalangan perguruan tinggi swasta (PTS) dalam mengembangkan dan memajukan dunia pendidikan di Tanah Air dinilai amat signifikan karena jumlahnya yang cukup besar, yakni sekitar 4.000 PTS tersebar dari Aceh hingga Papua.
Kiprah PTS itu hanya bisa bertahan dan tetap eksis di mata masyarakat hanya jika mereka mampu berinisiatif dan melakukan terobosan-terobosan di bidang pendidikan tinggi.
Tanpa terobosan, sulit bagi mereka untuk bersaing di kancah nasional.
"Jika PTS tersebut mampu berinovasi, peluang mereka untuk berprestasi semakin terbuka. Dengan berprestasi tersebut, mereka nantinya memiliki reputasi yang baik di masyarakat, lokal, nasional, dan global," jelas anggota Dewan Pertimbangan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia (Aptisi) Edy Suandi Hamid saat dihubungi Media Indonesia, Rabu (30/3).
Mantan Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta itu menyampaikan sejatinya PTS dapat merujuk pengalaman PTS-PTS besar di negara maju untuk pembelajaran bagaimana menciptakan inovasi-inovasi pada bidang pendidikan.
"Memang tak sepenuhnya sama, tetapi paling tidak bisa menjadi model rujukan untuk dimodifikasi," ungkap Edy.
Di sisi lain, dia mengingatkan, dengan 4.000 PTS yang begitu banyak, ia yakin hanya bagian kecil PTS yang mampu eksis dan bereputasi.
"Nah, di sini pemerintah harus memberi perhatian lebih kepada PTS yang sangat serius untuk dibantu sehingga mereka dapat bersaing pada level dunia dan menjadi mitra pemerintah serta dunia usaha dalam riset dan pemgembangan. Bukan sebaliknya, PTS yang kecil dan tidak mampu eksis justru semakin ditinggalkan," ucap dia.
Terkait dengan itu, Edy menilai pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) sebenarnya sudah mulai mengedepankan pembinaan pada PTS-PTS tersebut lewat Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) di tiap wilayah.
Namun, menurut dia, pembinaan terhadap PTS-PTS tersebut belum semuanya dilakukan secara intensif.
Karena itu, menurut Ketua Umum Aptisi 2000- 2015 itu, PTS-PTS tidak melulu mengandalkan pembinaan dari pemerintah semata.
Sebaliknya, mereka mesti berusaha mengembangkan dan menguatkan potensi dari dalam sendiri.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Kelembagaan Kemenristek Dikti Totok Prasetyo menyampaikan saat ini upaya pembinaan terhadap PTS-PTS untuk meningkatkan mutu terus dilakukan, di antaranya dengan memberi hibah riset atau penelitian kepada 160-an PTS senilai Rp300 miliar.
Meski begitu, lanjut Totok, pihaknya terus menjalin komunikasi dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), Kopertis, serta pihak terkait lainnya dalam pembinaan PTS.
"Dengan komunikasi ini, kami saling mengetahui dan memberikan masukan serta solusi dalam upaya peningkatan mutu PTS," cetusnya.
Terkait dengan pembinaan dan peningkatan mutu PTS itu, Totok juga memastikan tidak akan ada lagi PTS abal-abal yang dikhawatirkan dapat merugikan masyarakat.
"Kami jamin sekarang sudah tidak ada lagi PTS abal-abal karena semua yang bermasalah telah kami bina sejak tahun lalu. Terbukti, saat ini hanya 16 PTS yang bermasalah karena statusnya masih terlibat konflik internal," ungkapnya.
Totok juga meminta masyarakat khususnya orangtua untuk membuka laman Pangkalan Data Perguruan Tinggi Kemenristek Dikti.
Dengan begitu, status PTS pilihan yang akan dituju bisa diketahui.
"Jadi, mereka tak akan sembarangan lagi memilih PTS yang meragukan," tutur dia.
Totok menambahkan, untuk meningkatkan mutu PTS, pihaknya saat ini juga bersama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tengah membahas Layanan Pendidikan Perguruan Tinggi (LPPT) yang nantinya menggantikan Kopertis.
Standar tinggi
Pemerhati pendidikan Totok Amin Soefijanto menambahkan keberadaan PTS ialah tombak untuk melahirkan kalangan profesional, pemikir, cendekia, dan inovator suatu bangsa.
Maka itu, proses di dalamnya yang meliputi pengajaran, diskusi, riset, praktikum, dan mentoring mesti bisa berjalan dengan standar tinggi.
Hemat dia, PTS dan perguruan tinggi negeri (PTN) yang memiliki program peningkatan mutu yang baik tidak cukup.
Sebaliknya, mereka harus mampu setara dengan universitas di luar negeri.
"Untuk itu, perlu langkah strategis, misalnya memetakan kelebihan PTS-PTS kita saat ini, juga PTN-PTN. Apa sajakah keunggulan komparatifnya. Setelah itu, pemerintah memberikan hibah atau insentif untuk perguruan tinggi sesuai dengan keunggulannya agar mampu setara dengan perguruan tinggi sejenis dan secara perlahan didorong terus menjadi terbaik di bidangnya," tandas dosen Universitas Paramadina tersebut. (S-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved