Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
MENINGKATNYA aktivitas dan kesibukan serta semakin matangnya usia menikah yang umumnya juga dijalani oleh masyarakat modern perkotaan, menjadi salah satu pemicu infertilitas di Indonesia.
Menurut Sekjen Perhimpunan Fertilitas In Vitro Indonesia (Perfitri) Budi Wiweko, saat ini setidaknya ada 4 juta pasangan usia subur di Indonesia yang mengalami gangguan kesuburan. Selain disebabkan kesibukan dan penundaan usia menikah, tingginya angka infertilitas pasangan usia subur bisa terjadi karena aspek genetik, riwayat radiasi, kemoterapi, paparan zat kimia, riwayat penyakit tertentu, hingga gaya hidup.
Budi juga mengungkapkan di Indonesia tingginya angka infertilitas tersebut diikuti oleh meningkatnya minat masyarakat akan bayi tabung. Saat ini tercatat setidaknya 40 juta pasangan usia subur di seluruh Indonesia.
Dari jumlah tersebut, diketahui sebesar 10%-15% di antaranya mengalami infertilitas. “Usia biologis menjadi refleksi dari kualitas dan kuantitas sel telur perempuan yang berkaitan dengan potensi kehamilan perempuan,” tambahnya.
Diterangkannya, tingkat kesuburan perempuan secara alami akan menurun ketika memasuki usia 35 tahun. Begitu pula dengan laki-laki, berbagai faktor dapat membuat kualitas sperma menurun secara signifikan.
Di sisi lain, keinginan pasangan untuk memperoleh anak tidak berkurang sehingga beberapa cara ditempuh pasangan meski membutuhkan hingga puluhan juta rupiah. Itu salah satu cara yang sedang diminati masyarakat Indonesia yang sedang menghadapi masalah infertilitas, dan hal ini juga terjadi di negara-negara maju ialah mengikuti program bayi tabung. Teknologi pembuahan di luar ini semakin familier dan terus terjadi peningkatan jumlah praktik bayi tabung.
Setiap tahun, setidaknya terjadi peningkatan hingga mencapai 40% program yang dilakukan pasangan dengan gangguan kesuburan atau infertilitas tersebut. “Pada 2014 di Indonesia dilakukan sebanyak 4.827 program dan 2015 tercatat terdapat setidaknya 6 ribu program di seluruh Indonesia,” ungkap Dokter Spesialis Obstetrics dan Gynecology, Yassin Yanuar, di Jakarta, Selasa (29/3).
Yassin mengatakan jumlah tersebut utamanya terus meningkat sejak sekitar lima tahun terakhir. Jumlah tersebut juga hanya menunjukkan praktik bayi tabung yang dilakukan di Indonesia. Sementara, diperkirakan ada lebih banyak warga Indonesia yang juga melakukan program tersebut di luar negeri.
Di beberapa negara maju bayi tabung sudah mencapai angka puluhan hingga ratusan ribu program per tahun. Misalnya, di AS dan Australia yang masing-masing mencapai 120 dan 100 ribu praktik per tahun.
“Seperti kita ketahui, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang lebih memilih untuk melakukan program medis di luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia contohnya,” tambahnya.
Diungkapkannya, kondisi tersebut disebabkan masih minimnya ketersediaan rumah sakit yang menyediakan program bayi tabung di Indonesia. Saat ini, hanya terdapat sebanyak 28 klinik bayi tabung yang tersebar di 11 kota seluruh Indonesia.
Hingga saat ini, peluang keberhasilan bayi tabung secara umum di dunia mencapai 40-50%. Kelengkapan fasilitas, teknologi, serta tim medis yang kompeten menjadi faktor penting penentu keberhasilan. Selain itu, riset sejak prapembuahan pada pasangan juga menjadi hal penting untuk dilakukan.
Proses bayi tabung dilakukan dengan beberapa tahap. Mulai dari observasi, penyuntikan penekan hormon, pengambilan sel telur, pembuahan di laboratorium, penanaman embrio, hingga tahap akhir menunggu hasil pembuahan. Proses tersebut umumnya memakan waktu 4 sampai 6 minggu.(Pro/H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved