Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
PERISTIWA kebakaran pada ruang terapi oksigen hiperbarik di RSAL Mintohardjo, Jakarta, beberapa waktu lalu, menunjukkan terapi itu memiliki risiko. Sejatinya, ada langkah yang mudah lagi murah yang bisa dilakukan masyarakat untuk meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh, sebagaimana tujuan terapi tersebut. Langkah yang dimaksud tidak lain ialah olahraga.
“Terapi oksigen hiperbarik pada dasarnya adalah menghantarkan oksigen ke dalam tubuh. Hal ini bisa dilakukan dengan olahraga yang berprinsip FITT (frequency, intensity, time, and type),” kata ahli fisiologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dr Zaenal Muttaqien Sofro, Selasa (22/3).
Alumnus Sport Medicine and Sport Circulatory, Innsbruck, Austria, itu menerangkan meningkatkan pasokan oksigen dalam darah bisa dilakukan dengan berolahraga secara teratur dan terukur, yaitu tiga hingga lima kali setiap minggu.
Olahraga itu harus dilakukan dengan intensitas sedang, tidak boleh terlalu berat ataupun ringan. Olahraga dilakukan dalam durasi 30-45 menit setiap sesinya, tidak boleh kurang maupun lebih agar tidak terjadi keracunan oksigen. Terakhir, olahraga itu haruslah bersifat ritmis, kontinu, serta menggunakan otot besar. Contohnya, senam, bersepeda, renang, joging, dan jalan cepat.
Menurut Zaenal, berolahraga akan membentuk pembuluh darah baru. Dengan begitu, peredaran oksigen ke seluruh tubuh menjadi lancar. Semakin banyak oksigen yang terserap, semakin baik tubuh dalam memperbaiki jaringan yang rusak.
“Olahraga merupakan cara yang mudah dan murah untuk meningkatkan pasokan oksigen dalam tubuh. Selain itu, olahraga aman dan bisa dilakukan secara massal,” terangnya.
Zaenal menambahkan, selain melakukan olahraga secara rutin, masyarakat diimbau untuk memenuhi kebutuhan air minum setidaknya 8 gelas sehari atau sekitar 1,5 liter. Hal itu juga diperlukan untuk memperlancar sirkulasi oksigen dalam darah.
“Dalam sehari, paling tidak minum 8 gelas air putih, tidak termasuk kopi dan teh,” terang dosen bagian ilmu faal Kedokteran UGM itu.
Terkait dengan terpai oksigen hiperbarik, Zaenal mengatakan terapi itu berisiko kecelakaan karena dilakukan pada tekanan udara yang lebih besar, 2-3 kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal. “Tekanan itu berasal dari oksigen yang disalurkan ke ruangan terapi. Sifat oksigen itu mudah terbakar, sehingga saat terapi pasien dilarang membawa peralatan elektronik,” jelasnya. (AU/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved