Juknis Permenkes Dinanti Untuk Akselerasi Penanganan Stunting

Ghani Nurcahyadi
09/12/2020 23:30
Juknis Permenkes Dinanti Untuk Akselerasi Penanganan Stunting
Pelayanan di Posyandu sebagai salah satu upaya penanganan stunting(Antara/Jojon)

PENANGANAN stunting yang jadi salah satu program strategis nasional (PSN) mendapat perhatian banyak pihak karena berkaitan dengan masa depan bangsa. Karena itu, publik pun menanti terbitnya petunjuk teknis atas Permenkes no 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio berharap, Kementerian Kesehatan bisa segera menerbitkan Juknis tersebut yang akan jadi terobosan dalam penanganan stunting di Indonesia.

"Harapannya Kementerian Kesehatan dalam hal ini Dirjen Kesehatan Masyarakat bisa mengeluarkan Juknis atas Permenkes 29 tahun 2029 sebagai hadiah akhir tahun bagi anak Indonesia," ujar Agus dalam keterangan tertulisnya.

Agus menambahkan, hadirnya Permenkes 29 tahun 2019 menjadi dasar hukum penanganan stunting sebagai PSN.

"Juknis menjadi penting untuk menjalankan Permenkes No. 29 Tahun 2019 tersebut secara utuh. Juknis tersebut seharusnya berisi cara mengidentifikasi anak gizi kurang dan gizi buruk, memberikan pemahaman Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK), persyaratan komposisi penggunaan PKMK, pemahaman anak bermasalah gizi, pemantauan program evaluasi pelaporan program," tambah Agus.

Agus berharap sebelum tutup tahun 2020 ini, Juknis sudah selesai sehingga dapat segera diterapkan di lapangan, termasuk melakukan program pelatihan untuk para dokter umum dan para medis di Puskesmas/Posyandu dengan tujuan menyamakan persepsi tentang stunting, termasuk mendeteksi dan menanganinya.

Baca juga : Kemensos Belum Putuskan Usulan Bansos Sembako Diganti Tunai

"Kami berharap isi Juknis yang disusun terintegrasi dan disepakati oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Kemenkes harus menyediakan anggaran termasuk untuk pengadaan PKMK, deteksi dini penanganan stunting dalam 1.000 hari kelahiran serta monitoring evaluasinya,” imbuhnya.

Terbitnya Juknis, lanjut Agus, juga menjadi jalan untuk pemenuhan target prevalensi stunting 14% pada 2024. Juknis menjadi percepatan karena prestasi penanganan stunting pada 2019, harus terhenti tahun ini akibat merebaknya pandemi Covid-19. Dengan adanya juknis, penanganan stunting bisa dipecepat jika pandemi berakhir 2021 mendatang.

Di sisi lain, revitalisasi sambil berjalan Puskesmas/Posyandu, khususnya di beberapa daerah terpencil, terluar, dan terbelakang harus dilakukan karena mereka merupakan ujung tombak pelaksanaan pengurangan stunting di seluruh Indonesia.

"Menurut Absensi data dasar Puskesmas 2018 melalui aplikasi Komdat per 31 Agustus 2019, jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia dengan beragam klasifikasi dan kondisi sekitar 9.993. Jika Juknis dapat keluar Desember 2020, maka Tahun Anggaran 2021 pelaksanaan Permenkes No. 29 tahun 2019 sudah dapat langsung dikebut," pungkas Agus.

Menurut Guru Besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Damayanti,, stunting merupakan sebuah penyakit bukan hanya sekadar kurang gizi tapi harus diobati dengan pangan khusus untuk kebutuhan medis khusus (PKMK) dan bukan hanya sekadar dengan makanan tambahan.

"Jika dalam 1.000 hari pertama dalam kehidupan tidak diobati secara serius, maka anak stunting sudah tidak bisa lagi disembuhkan dan masa depannya akan kurang baik karena selain pendek kemampuan otaknya juga di bawah rata-rata. Secara Nasional, jika jumlah prevalensi stunting besar, maka sumber daya manusia Indonesia ke depan tentunya akan rendah kualitasnya," ungkap Damayanti. (RO/OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya