Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
DENGAN perahu motor, Rabu (16/3), kami menyusuri muara Sungai Opak, pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dari 2 jam perjalanan, jelas terlihat konservasi mangrove di sekitar pesisir Desa Tirtohargo, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, itu telah berhasil.
Pemandangan menggembirakan itu nyatanya punya sejarah panjang.
Ketua Divisi Konservasi Mangrove, Keluarga Pemuda-Pemudi Baros (KP2B), Dwi Ratmanto menceritakan penanaman mangrove di kawasan tersebut sudah dimulai sekitar 2003 oleh LSM Relung.
Ada spesies jenis mangrove yang tumbuh di kawasan tersebut, yaitu Sonneratia caseolaris, Rhizophora, Bruguiera gymnorrhiza, Nypa fruticans, dan Avicennia marina.
"Sonneratia caseolaris merupakan jenis mangrove yang endemis hidup di kawasan tersebut, tetapi jumlahnya tidak banyak. Ada tiga pohon jenis Sonneratia yang diperkirakan usianya sudah tua, jauh sebelum program penanaman mangrove pada 2003 dilakukan," tutur Dwi kepada rombongan media yang didampingi WWF Indonesia.
Di sisi lain, hingga kini masih banyak kendala dihadapi untuk menjaga konservasi terus berjalan.
"Hingga saat ini kami masih kesulitan pembibitan mangrove, termasuk jenis Sonneratia. Bibit mangrove yang ditanam didatangkan dari Cilacap dan Pekalongan," kata dia.
Tidak hanya itu, sampah menjadi persoalan yang pelik.
Sampah mengalir ke muara Sungai Opak, terlebih saat hujan deras.
Akibatnya, bibit-bibit mangrove banyak yang tertutup hingga kemudian mati.
"Untuk mengantisipasi sampah dan arus kencang, kami akhir-akhir ini membuat pagar dari jaring setinggi 2-3 meter untuk melindungi bibit mangrove yang baru ditanam," tambah Dwi.
Penanaman mangrove terus dilakukan karena potensi lahan yang bisa dijadikan hutan mangrove seluas 25 hektare.
Saat ini, hutan mangrove di kawasan tersebut sudah sekitar 4-5 hektare.
Menghadapi tsunami
Dwi bercerita, setelah gempa 2006, masyarakat mulai mengambil alih pengelolaan hutan mangrove.
Kawasan tersebut pun perlahan-lahan mulai dijadikan area wisata edukasi dan lingkungan.
Kini area yang dimanfaatkan untuk sarana wisata edukasi dan lingkungan ada sekitar 400 hektare, dengan panjang rute sekitar 8 kilometer.
Wisatawan bisa melakukan trekking di hutan mangrove ataupun melihat mangrove dari kapal motor, menanam mangrove, hingga mengamati burung.
Nelayan, pemuda, hingga ibu-ibu terlibat di bisnis 'gotong royong' itu.
Selain memanfaatkan untuk kegiatan pariwisata, warga sekitar merasa diuntungkan dengan konservasi mangrove tersebut.
Pasalnya, tangkapan kepiting dan kerang nelayan semakin melimpah.
Perjalanan panjang memperbaiki mangrove pesisir Bantul juga masih lekat dalam ingatan Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Ali Imron.
"Waktu itu kami melakukan penanaman dengan pemikiran, wilayah pantai selatan DIY rentan dengan tsunami sehingga diperlukan rekayasa vegetasi, salah satunya dengan mangrove," kata dia Ali Imron yang juga berkegiatan bersama lembaga Relung.
Penanaman mangrove tidak mudah karena wilayahnya harus sesuai, misalnya terkait dengan substratnya dan karakter habitatnya.
Setelah melakukan survei, saat itu selain di Baros yang merupakan muara Sungai Opak, ada tiga daerah yang bisa ditanami mangrove, yaitu di Trisik, Muara Progo, dan Muara Bogowonto.
Pada awal penanaman, mereka tidak melibatkan warga. Namun, kemudian mereka menyadari bahwa mangrove juga butuh dijaga.
"Saat itu banyak yang mati terutama karena banyak sampah kiriman dari atas dan banyak penggembala kerbau," kata dia.
Dengan intervensi sosial dari masyarakat, menanam mangrover menjadi lebih mudah.
Masyarakat diajak merasa memiliki dan berkepentingan terhadap mangrove yang mereka tanam.
Keberhasilan penanaman mangrove juga sesungguhnya penting sebagai area pembelajaran.
Tidak hanya itu, konservasi ini menjadi wujud rekayasa vegetasi sebagai antisipasi jika terjadi tsunami.
Secara luas, rekayasa vegetasi memang tidak melulu dengan tumbuhan mangrove, tetapi dapat disesuaikan dengan lingkungannya.
Frontliner Trainer WWF Indonesia Saipul Siagian mengapresiasi kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam kegiatan konservasi mangrove.
"WWF mendukung kegiatan ini dan kami punya skema new trees yang bertujuan menghutankan kembali daerah-daerah telantar, di kawasan peisisir masih banyak," kata dia.
Setahun belakangan, WWF pun ikut mendorong konservasi yang dilakukan di kawasan tersebut. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved