Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
UNICEF (Dana AnakAnak Perserikatan Bangsa-Bangsa) menyebut promosi atau iklan produk susu formula di Indonesia dilakukan dengan tidak pantas karena memberikan informasi yang salah terhadap pentingnya memberikan air susu ibu (ASI) kepada anak bahkan menjual produk susu pengganti ASI.
Chief of Nutrition Unicef Indonesia Jee Hyun-rah dalam telekonferensi tentang Pekan Menyusui Dunia di Jakarta, kemarin, menyatakan promosi produk susu formula pengganti ASI di Indonesia juga dilakukan dengan cara menawarkan langsung kepada ibu yang memiliki anak untuk disusui ataupun kepada calon ibu yang akan menyusui nantinya.
Penyebaran informasi yang salah tentang susu formula yang digunakan sebagai pengganti ASI terus dilakukan di berbagai media, termasuk media sosial. “Misinformasi ini, miskomunikasi terkait pentingnya ASI akan sangat berdampak besar pada ibu hamil dan ibu menyusui yang
jadi memilih untuk tidak menyusui anaknya,” kata Hyun Rah.
Ketua Asosiasi Ibu Menyusui (Aimi) Nia Umar membenarkan sampai saat ini masih terjadi promosi susu formula pengganti ASI yang sangat masif di Indonesia. Bahkan Nia mengungkapkan promosi tersebut dikemas tidak dalam bentuk promosi pemasaran pada umumnya melainkan dalam bentuk donasi.
“Berdasarkan rekomendasi WHO, susu anak satu tahun ke atas itu tidak diperlukan sebetulnya. Tapi di sini seakan-akan sangat diperlukan, kalau tidak minum itu anak tidak tumbuh optimal, tidak cerdas,” kata Nia.
Seiring dengan tema Pekan Menyusui Dunia, Ibu terlindungi, anak kuat, bumi sehat, Nia menambahkan bahwa ASI merupakan sumber makanan yang sangat murah dan ramah lingkungan sehingga sangat membantu dalam membangun bumi yang sehat.
Sementara itu, proses produksi hingga distribusi susu formula menghasilkan limbah dari pabrik, menggunakan bahan bakar yang menghasilkan emisi saat proses transportasi pendistribusian, penggunaan gas di rumah untuk memasaknya, dan juga sampah dari kemasan susu formula itu sendiri.
Tekan stunting
Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Dhian Probhoyekti menyebutkan praktik pemberian susu formula malah terjadi di fasilitas layanan kesehatan. Dhian mengingatkan, pemberian susu formula pada bayi hanya boleh dilakukan jika ada indikasi medis.
Kemenkes mendorong para orangtua untuk memberikan ASI eksklusif selama enam bulan kepada bayinya sebagai salah satu langkah penanggulangan stunting yang bisa dilakukan di masa pandemi.
“Stunting punya sasaran 1.000 hari pertama kehidupan sejak hamil sampai dua tahun setelah dilahirkan. Menyusui jadi bagian prioritas untuk kesehatan ibu dan anak,” kata dia.
Namun, berdasarkan data Survey Demografi Kesehatan Tahun 2017, disebutkan baru separuh anak dengan usia kurang dari enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif. “Pemerintah memiliki target agar ASI eksklusif dapat diberikan kepada sebanyak 60% bayi pada 2024,” ujarnya. (Ant/H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved