Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
‘PERTARUNGANKU adalah menemukan alasan untuk hidup setiap hari’. Kalimat itu begitu menghentak, apalagi berada di lembar awal bab pertama. Cukuplah sekalimat untuk menggambarkan betapa pertarungan berat yang harus dihadapi oleh seorang pengidap bipolar.
Elizabeth Novarina melukiskan pengalaman dan perasaannya lewat buku Anomali; Memoar Seorang Bipolar. Perempuan yang akrab disapa Elnov itu menyuarakan sesuatu yang selama ini dianggap tabu oleh masyarakat.
Diakui atau tidak, penyakit kejiwaan masih dianggap aib, bahkan oleh orang terdekat dan keluarga. Sebab itu pula, jarang ada penderita bipolar yang berani terbuka tentang keadaannya.
Padahal, penderita sangat butuh uluran tangan dan rangkulan sekitar. Bagaimana tidak, penderita bipolar menggalami persoalan mental akut. Elnov menggambarkan keadaan itu dengan pertanyaan sederhana, “Pernahkah kamu bangun di pagi hari, tapi begitu susah untuk beranjak? Seolah hari itu kamu menyesal mengapa hidup harus dilanjutkan.” Kemudian satu-satunya cara untuk membuatnya berhenti berkelebat ialah berhenti hidup.
Fase itu pula yang digambarkan Elnov dengan gamblang, bagaimana ia jatuh-bangun untuk memeluk dan menerapi jiwanya sendiri. Tidak hanya pertanyaan tentang identitas diri ‘siapakah aku’ yang menghantui Elnov. Ia juga menghadapi lingkungan sekitar yang mengusiknya melalui pertanyaan ‘kapan nikah’, ‘kapan nyusul’, dan ‘semoga segera dapat jodoh’.
Lazim bagi orang lain, tapi tidak bagi Elnov. Pertanyaan itu seolah semakin merundungnya dengan beragam ekspektasi. ‘Atau orang lain memang tidak pernah puas menyematkan ekspektasi mereka kepada orang lain? Padahal diri mereka sendiri juga turut menjadi korban perundungan’ ekspektasi’ (hlm 40).
Tak lebih dari 200 halaman, tepatnya cuma 170 lembar, Elnov bercerita dengan jernih tentang sakit yang menimpanya. Perempuan ini dengan lancar dan jernih menjabarkan segala peristiwa dari mula ia ternganga mengetahui rahasia yang disimpan rapat keluarganya. Ada trauma dan luka lama tak kasatmata yang bertahan di jiwanya. Hingga akhirnya, psikomatik sering menghinggapinya seiring dengan perasaan depresi yang sangat.
Elnov dinyatakan sebagai orang dengan bipolar (ODB) yang menghadapi persoalan mental dengan dua kutub konflik, yaitu ledakan kebahagiaan dan depresi yang kelam. Keberaniannya untuk melangkahkan kaki ke psikiater menjadi mula pembebasan jiwanya, meski tidak semudah membalik telapak tangan. Pada akhirnya, tekad diri, dukungan keluarga, dan lingkungan sekitar sangat berpengaruh terhadap proses kesembuhan Elnov.
Selain bercerita tentang diri, Elnov juga membahas kondisi sosial saat ini. Tentunya lewat sudut pandangnya yang begitu intim sebagai ODB. Ia membedah fenomena masyarakat sekarang yang justru lebih suka menanggapi foto produk susu ketimbang mengapresiasi perasaan
seseorang.
Elnov juga bercerita betapa susahnya memperoleh literatur mendalam tentang bipolar. Ia terpaksa membeli buku dari luar negeri. Ia juga memberikan informasi dasar tentang gangguan bipolar secara ilmiah tentunya. Elnov mengungkapkan ketika dirinya, seorang ODB, sedang butuh perhatian, atau dalam fase down. Jangan pernah mengatakan kepadanya untuk mati saja karena itu bakal semakin memperburuk keadaan.
‘Jangan menantangku untuk melakukannya. Karena pada saat aku mengatakan aku sedang kehilangan semangat hidup, aku sungguh sedang sangat putus asa’ (hlm 140). (Zuq/M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved