Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Pluralisme Budaya di Pesta Cap Go Meh

Abdillah M Marzuqi
28/2/2016 00:45
Pluralisme Budaya di Pesta Cap Go Meh
(MI/BARY FATHAHILAH)

HARI ke-15 setelah Tahun Baru Imlek dalam kepercayaan Tionghoa disebut Cap Go Meh, jatuh tepat pada Senin, 22 Februari 2016 lalu.

Cap Go Meh atau puncak rangkaian perayaan Imlek tahun ini yang bershio Monyet Api dihelat di sejumlah wilayah Indonesia dengan populasi besar etnik Tionghoa.

Ada hal yang unik dan menarik pada perayaan Cap Go Meh di bilangan Glodok di Jakarta Barat.

Dalam pawai itu, yang berada di depan justru kelompok penabuh drum dari remaja Masjid Istiqlal, bukan barongsai, liong, ataupun tarian ala Tiongkok lainnya.

Padahal, pawai itu bertajuk perayaan Cap Go Meh Glodok 2016 yang diadakan di Jl Gadjah Mada, Jakarta Pusat.

Dalam barisan pawai, terdapat Tari Kabasaran asal Sulawesi Utara.

Selain itu, ada rebana biang, ondel-ondel, dan tanjidor asli Jakarta.

Ditambah lagi reog Ponorogo dari Jawa Timur (Jatim) dan sisingaan dari Subang, Jawa Barat.

Semua tampak menjadi satu kesatuan.

Pawaian budaya beragam etnik menghias jalanan kota yang biasanya disesaki kendaraan.

Semua berbaur menjadi satu dalam satu barisan.

Tujuan utama karnaval itu ialah untuk merayakan budaya.

Asimilasi dan akulturasi budaya sangat kuat ditampilkan dalam karnaval tersebut sekaligus ingin menunjukkan pada dunia bahwa masyarakat Indonesia sangatlah toleran dan pluralistis.

"Bahkan acara ritual suku dan agama lain, suku lain pun ikut berbagi kebahagiaan," tegas penanggung jawab Charles Honoris seusai karnaval.

Itulah yang menjadikan istimewa.

Itu seolah ingin menyampaikan pesan 'Kita semua bersaudara'.


Budaya peranakan

Sebagai ikon karnaval pun dipilih figur yang mewakili budaya peranakan. Saat ini, penanggalan Imlek menunjuk pada tahun 2567 dengan shio Monyet Api.

Maskot yang dipilih bukan figur atau sosok kera seperti Sun Go Kong yang terkenal sebagai kera sakti.

Justru yang menjadi maskot ialah Hanoman.

Figur itu dinilai sebagai pahlawan yang berani, taktis, dan mempunyai leadership yang hebat.

Selain itu, Hanoman dipilih untuk menunjukkan kenusantaraan.

"Kami ingin menampilkan budaya peranakan yang merupakan hasil inkultarasi budaya Tiongkok dengan budaya Nusantara selama berabad-abad. Pilihan maskot Hanoman merupakan salah satu upaya untuk menafsirkan Tahun Monyet dalam konteks Nusantara," ujar kurator karnaval Jay Wijayanto.

Siang menjelang sore, jalanan Gadjah Mada Jakarta tidak tampak biasa.

Padahal, pada hari kerja, kendaraan berjubel menunggu antrean lewat menuju kawasan Kota Tua atau sebaliknya menuju arah Harmoni.

Pemandangan itu serasi dengan pinggiran jalan yang penuh dengan mobil parkir.

Akhir pekan, jalanan itu bakal dipenuhi banyak pebelanja. Maklum banyak ditemukan pusat perbelanjaan di sekitaran wilayah itu. Atau, sebut saja Glodok.

Sungguh, panorama yang sangat indah bagi pecinta lalu lintas ramai dengan segala kenikmatannya.

Kawasan itu suci dari lalu lalang kendaraan pada Minggu (21/2).

Sedari pukul 12.00 WIB, kendaraan dilarang melintas.

Jalan ditutup sampai 18.00.

Sebagai gantinya, pemandangan penuh kendaraan pada hari biasa diganti dengan orang.

Mereka bersetia di pinggiran jalan sepanjang 3,5 km. Tumpah pengunjung dari balita yang berada di dalam gendongan sampai manula yang mencoba gagah berdiri di atas kaki sendiri.

Semua sepakat untuk menanti Karnaval Cap Go Meh Glodok 2016.

Arak-arakan sepanjang 1 km bermula dari halaman Lindeteves Trade Centre, Jalan Hayam Wuruk, Jakarta.

Mereka dilepas Menteri Pariwisata Arief Yahya dan Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat.

Cap Go Meh Glodok terakhir kali diselenggarakan pada 1962. Lama tak ada kelanjutan, sebab pascakurun tersebut, Indonesia sempat tertatih dengan isu budaya yang diseret menjadi pembenaran sikap politik.

Cukup lama, warga etnik Tiongkok mandek dari perayaan tersebut.

Padahal, Cap Go Meh ialah hari raya tradisi yang dirayakan pada tanggal 15 bulan pertama tahun Imlek.

Menurut tradisi masyarakat etnik Tiongkok, Cap Go Meh merupakan penutup dari seluruh perayaan Tahun Baru Imlek.

"Kalau bicara Orde Baru, memang ada hambatan atau restriksi bagi etnik Tionghoa untuk mengekspresikan budaya. Jadi pada saat itu selama 54 tahun itu mungkin ada semacam kecemasan," tegasnya.


Nasionalisme

Tema karnaval Cap Go Meh Glodok 2016 ialah nasionalisme dalam Cap Go Meh.

Sebanyak 2.418 peserta berpartisipasi dalam karnaval itu.

Tema tersebut mewujud susunan karnaval.

Berada di barisan paling depan ialah marching band dari Remaja Masjid Istiqlal.

Selayaknya marching band, sore itu, Remaja Masjid Istiqlal juga berlaku semestinya.

Mereka membawa snare, bas, trompet, bariton horn, kuarto tom-tom, marching bells, dan simbal.

Mereka seolah mendapat kehormatan untuk tampil di muka dalam pawai sebagai pembuka. Juga sebagai penanda bahwa karnaval telah bermula.

Bunyi snare menentukan ritme tabuhan lain.

Trompet memainkan melodi dengan macam jenis nada.

Ketukan tom-tom mengisi celah kosong nada. Bas sesekali berbunyi untuk mempertegas irama.

Marching bells dengan bilah-bilah logam persegi memainkan nada-nada melodi.

Berikut disusul Purna Paskibraka.

Mereka membentang bendera sampai hampir menutupi jalanan.

Bukan sekadar melebarkan kain raksasa berwarna hitam-putih, jauh dari itu, mereka meneguhkan kembali identitas kebangsaan melalui simbol negara, yakni Sang Saka Merah Putih.

Barulah di belakang kelompok Paskibra ada barongsai dan liong.

Dua orang masuk kostum singa yang memiliki surai ikal.

Mudah ditandai, sebab terlihat dari empat kaki menyembul dari badan singa.

Gerakannya lincah dan dinamis dengan ditopang empat kaki. Singa itu sering disebut sebagai singa utara.

Singa yang lain memiliki sisik di tubuh dan tanduk di kepala. Gerakannya lebih sederhana.

Kepalanya sering terlihat bergerak tegas dan melonjak seiring dengan bunyian drum, gong, dan gembrengan.

Singa itu disebut sebagai singa selatan.

Tarian barongsai itu seolah wajib hadir dalam setiap perayaan Cap Go Meh.

Tarian itu dipercaya mampu menghilangkan energi negatif dengan suara drum dan gembrengan.

Selain itu, ia dipercaya mampu mengusir roh jahat dengan kekuatan tarian.

Keberadaan barongsai juga diyakini mampu membawa keberuntungan.

Masih dalam perayaan Cap Go Meh 2016.

Barongsai juga tampil di salah satu wihara tertua di Jakarta, yakni Wihara Dharma Bhakti. Uniknya, barongsai tidak tampil sendiri.

Malam itu, pertunjukan gambang kromong juga dihelat di Wihara tersebut. Sungguh penghargaan budaya dan perayaan kebinekaan yang wajib dikembangkan. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya