Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
CAHAYA kuning temaram terpancar dari sebuah rumah tua di utara Kota Bandung. Rumah Buku, nama awal rumah tersebut merupakan perpustakaan alternatif bagi mereka yang mencari referensi buku sosial-humaniora.
Didirikan pada 2003, Rumah Buku berganti nama menjadi Kineruku sejak 2012 hingga saat ini lantaran nama Rumah Buku juga dipakai salah satu toko buku besar di Bandung. Nama Kineruku (dari kata kine/sinema dan ruku: singkatan rumah buku) awalnya merupakan divisi fi lm dari Rumah Buku.
Tempat ini tak hanya menyediakan referensi buku, tetapi juga musik dan film. Sesuai tagline-nya: baca, dengar, tonton. Penulis berbincang dengan salah satu pengurus utama Kineruku, Budi Warsito, pada suatu sore, Jumat (17/4), lewat sambungan telepon. Dia bercerita mengapa menurutnya perpustakaan seperti Kineruku diminati khususnya kaum milenial. "Peminat buku sekarang lebih tertarik dengan tempat-tempat buku yang mengerti tentang koleksinya.
Orang kan lebih menyukai hal-hal yang personal, yang tidak terlalu besar, nanya juga lebih gampang," tutur Budi. Kineruku bermodalkan koleksi pribadi sang empunya, salah satunya Ariani Darmawan, sineas yang juga istri Budi Warsito. "Awalnya dulu dari koleksi pribadi para pendiri, 400-an judul buku. Sekarang dalam 17 tahun perjalanan sudah sekitar 4.000 lebih judul buku," Budi bercerita.
"Kami kerja sama dengan penerbit lokal. Sekarang penulis baru Indonesia banyak, jadi kita juga merekomendasikan yang barubaru, seperti Cyntha Hariadi, Yusi Avianto Pareanom, atau puisinya Anya Rompas," sambungnya.
Tidak hanya sebagai ruang untuk membaca, Kineruku juga menjadi wadah untuk berdiskusi. Beberapa diskusi dan peluncuran buku juga acap kali diadakan di tempat ini. Penulis yang sempat meluncurkan dan mendiskusikan bukunya di Kineruku, antara lain Seno Gumira Ajidarma, Yusi Avianto Pareanom, dan Azhari Aiyub. Kenyamanan membaca dengan suasana tempat yang sunyi dan asri oleh hijau pepohonan, ditambah ornamen-ornamen vintage dan benda-benda antik yang memanjakan mata, menjadikan siapa pun yang berkunjung ke Kineruku betah berlama-lama.
Termasuk penulis sendiri yang semasa kuliah sering menghabiskan waktu mengerjakan tugas-tugas dan skripsi di tempat ini. Apalagi, Kineruku juga menyediakan makanan dan minuman dengan menu rumahan yang membuat kita tak risau kelaparan. Di akhir perbincangan, Budi menyampaikan pandangannya soal betapa penting posisi buku dan perpustakaan dalam perjalanan hidup manusia. Dia berharap lebih banyak ruang serupa yang bisa menarik banyak pembaca. (IhfaFirdausya/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved