Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
SEKELOMPOK ilmuwan mengidentifikasi adanya ancaman tsunami di kawasan yang dipilih untuk menjadi ibukota baru Indonesia. Hal tersebut didasari temuan adanya beberapa kali peristiwa longsor di bawah laut di Selat Makassar, yang memisahkan pulau Kalimantan dan Sulawesi.
Jika tanah longsor besar terjadi di dasar Selat Makassar, kawasan Teluk Balikpapan, yang akan menjadi lokasi ibukota baru Indonesia akan dilanda tsunami. Presiden Joko Widodo pada 26 Agustus 2019 mengumumkan ibu kota baru akan dibangun di wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Namun, peringatan ini diminta untuk tidak ditanggapi secara berlebihan. Dr Uisdean Nicholson dari Heriot-Watt University, Inggris menyatakan masih banyak hal yang harus dilakukan untuk bisa menilai situasi ini dengan lebih tepat. "Walau demikian, hal ini mungkin bisa menjadi pertimbangan bagi pemerintah Indonesia bahwa ini merupakan sebuah resiko," katanya.
Nicholson, bersama tim ahli gabungan dari Inggris dan Indonesia, menggunakan data seismik untuk meneliti endapan dan struktur dasar Selat Makassar. Hasil penelitian menunjukkan adanya 19 zona berbeda di sepanjang Selat Makassar dan terjadi beberapa kali longsor saat material lumpur, pasir, dan butiran yang lebih halus dari pasir jatuh ke palung yang lebih dalam. Beberapa peristiwa longsor yang terjadi melibatkan ratusan kilometer kubik volume dan bisa mengganggu kolom air dan menghasilkan gelombang besar di permukaan laut.
Menurut Dr Rachel Brackenridge dari Universitas Aberdeen, tanah longsor yang diistilahkan Mass Transport Deposits (MTDs) cukup mudah dikenali dalam data seismik. Menurutnya MTDs berbentuk seperti lensa dan materialnya acak-acakan
"MTDs bukan berupa lapisan datar, teratur. Saya hanya bisa memetakan 19 peristiwa karena dibatasi oleh resolusi data. Ada longsor yang lebih kecil namun tidak bisa dilihat," katanya
Disebutkan, 19 longsor yang terjadi berada di sisi barat saluran yang melintasi Selat Mankassar dengan kedalaman 3.000 meter. Sebagian besar dari MTDs itu berada di sebelah selatan delta Sungai Mahakam yang mengeluarkan jutaan meter kubik sedimen setiap tahun.
Namun, tim ilmuwan tersebut tidak bisa menyebutkan dengan pasti kapan peristiwa longsor dasar laut itu terjadi. Tim hanya bisa memperkirakan
longsor tersebut terjadi dalam kurun 2,6 juta tahun terakhir.
Profesor Dan Parsons dari Hull University yang bersama timnya telah melakukan studi longsor bawah laut di seluruh dunia mengatakan yang harus diperhatikan saat ini adalah endapan yang ada saat ini terus menumpuk dari waktu ke waktu di Selat Makassar.
"Sedimen menumpuk dan akan runtuh ketika kondisinya tidak stabil. Menjadi hal penting untuk mengetahui titik kritis atau pemicu yang bisa membuat sedimen itu runtuh," katanya.
Di Indonesia, pada 2018 tercatat dua tsunami yang diakibatkan adanya peristiwa longsor di bawah laut. Pertama tsunani yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, 28 September 2018 dan saat sisi Gunung Anak Krakatau di Selata Sunda, runtuh pada 21 Desember 2018. (BBC/R-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved