Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SEKITAR 3% peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) atau mandiri turun kelas. Perpindahan kelas kepesertaan merupakan dampak dari naiknya iuran premi BPJS Kesehatan.
Data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, peserta yang turun kelas pada November 2019 sebanyak 3,53% atau 153. 466 dari total peserta mandiri, sedangkan pada Desember 2019 sebesar 3,32% atau 219.458 peserta. Hal itu diungkapkan Kepala Humas BPJS Kesehatan, Iqbal Anas Ma'ruf, di Jakarta, Minggu (5/1).
Baca juga: Masyarakat Diminta Siapkan Tas Siaga Bencana untuk Antisipasi
Iqbal juga menyampaikan, jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan secara nasional per 31 Desember 2019 sebanyak 224, 149 juta dengan peserta terbanyak dari segmen penerima bantuan iuran (PBI) jumlahnya 96,5 juta peserta, disusul pekerja bukan penerima upah (mandiri) sebanyak 30,2 juta peserta, lalu pekerja penerima upah sekitar 17,6 juta dan bukan pekerja 5 juta peserta.
Kenaikan iuran tidak hanya berdampak pada perpindahan kelas peserta, tetapi juga penolakan dari daerah. Pemerintah Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, menyatakan akan meninggalkan program BPJS Kesehatan. Mulai 1 Januari 2020, warga Lahat menggunakan KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk berobat di instalasi kesehatan kabupaten itu. Warga yang sakit berobat gratis, diambil dari anggaran daerah. Pemerintah daerah hanya membayar warga yang sakit.
Dari data Dinas Kesehatan Lahat, 2018 sekitar 168.385 jiwa terdaftar dalam BPJS Kesehatan. Sementara, pada 2019 jumlah tersebut meningkat hingga 200 ribu jiwa dan biaya yang harus dikeluarkan pemerintah kabupaten sebesar Rp 46 miliar. Menanggapi itu, Iqbal mengatakan, apabila alasannya karena anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kab.Lahat tidak cukup untuk membiayai iuran BPJS Kesehatan, pemerintah daerah bisa mengatur mana saja penduduk yang didaftarkan ke program JKN.
Dikatakan Iqbal, apabila kabupaten Lahat keluar dari program JKN akan berpengaruh pada target cakupan kesepertaan semesta/ universal health coverage (UHC).
"Secara jumlah tentu berpengaruh, soal UHC kan tak semata soal jumlah kepesertaan. Tapi juga akses pelayanan," ujar Iqbal.
Baca juga: PMI Jakarta Pusat Semprot Disinfektan di Petamburan
Ia menambahkan pogram JKN dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) merupakan amanah undang- undang dan regulasi yang mengatur. Sesuai amanah Peraturan Presiden RI Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, pasal 99, sambung Iqbal, disebutkan bahwa pemerintah daerah wajib mendukung penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan antara lain melalui peningkatan pencapaian kepesertaan diwilayahnya, kepatuhan membayar iuran, peningkatan pelayanan kesehatan dan dukungan lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan dalam rangka menjamin kesinambungan Program Jaminan Kesehatan.
"Dalam pasal 102 juga disebutkan Pemerintah Daerah yang menyelenggarakan Jaminan Kesehatan. Kami percaya, harus ada ketegasan soal konsistensi kepatuhan atas regulasi, karena program ini justru untuk menyatukan bukan malah berfikir ego sentris," tukasnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved