Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
Anugerah John Maddox Prize diberikan kepada para ilmuwan yang gigih mempertahankan pendapatnya berdasarkan fakta ilmiah yang diperolehnya. Dalam ajang bergengsi itu, Bambang berhasil menyisihkan 206 calon terpilih dari 38 negara.
SEPERTI mimpi, itulah perasaan ilmuwan spesialis forensik kebakaran hutan dan lahan (karhutla) Profesor Bambang Hero Saharjo, 55, ketika didapuk sebagai peraih penghargaan anugerah sains bergengsi John Maddox Prize 2019 di London, Inggris, Selasa (12/11).
"Saya hampir tidak percaya menerima award tersebut di London karena seperti mimpi dan tidak pernah berpikir untuk menerima award tersebut," ujar Bambang kepada Media Indonesia dalam pesan singkatnya, Rabu (13/11) sore.
Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu dinilai aktif menguak kebenaran berbasis fakta ilmiahnya di ruang pengadilan dalam menghadapi berbagai intimidasi dan tuntutan hukum terkait karhutla.
"Hampir 20 tahun saya menggunakan bukti ilmiah dan mencoba menunjukkan peran besar sains untuk mengungkap itu (kasus-kasus karhutla). Apa yang saya lakukan adalah memulihkan hak publik agar mereka mendapatkan hak konstitusinya atas lingkungan yang lebih baik," serunya.
Di mata publik, Bambang dikenal sebagai salah satu pejuang lingkungan tangguh di negeri ini. Tahun lalu, Bambang menggegerkan dunia sains Indonesia saat ia digugat karena keterangannya sebagai saksi ahli.
Bambang Hero menjadi saksi ahli Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menghitung kerugian negara atas kebakaran hutan yang disebabkan PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) pada 2013 silam.
Pengadilan memenangkan KLHK dan menyatakan PT JJP bersalah sehingga dihukum denda Rp1 miliar. Namun, yang terjadi malah perusahaan berbalik menuntut Bambang sebesar Rp510 miliar pada 2018.
Pantang mundur, Bambang menghadapi kasus kriminalisasi saksi ahli itu dengan dukungan penuh KLHK dan simpati publik atas kasusnya. Tidak butuh lama, PT JJP pun mencabut gugatan terhadap Bambang.
"Biasanya setelah membakar nanti diklaim itu perbuatan masyarakat. Tetapi dengan kecanggihan teknologi saat ini, baik citra satelit, Landsat (Land Satellite), atau informasi teknik yang lain, kita bisa memastikan informasi itu. Saya tahu sejak kapan terjadi kebakaran di sebuah tempat, pada tanggal berapa, pukul berapa, semuanya bisa terdeteksi, pergerakannya ke mana, termasuk apakah kebakaran tersebut berdiri sendiri atau bagian dari sebuah rekayasa," beber Bambang dalam wawancara sebelumnya.
Kado manis
Peraih gelar doktor di Laboratorium Tropical Forest Resources and Environment, Division of Forest and Biomaterial Science Kyoto University (1999) itu pun, bersyukur keyakinan dan konsistensinya sebagai ilmuwan sekaligus pejuang lingkungan ini berbuah manis, dengan makin terbukanya mata publik di Tanah Air maupun dunia.
John Maddox Prize 2019, kata Bambang, merupakan bukti apresiasi masyarakat dunia kepada dirinya untuk terus memberikan kontribusinya dengan menyandingkan hukum dengan sains dan teknologi. Meski tidak jarang, ia mendapat ancaman dari para pembalak hutan yang terusik.
Dengan adanya hadiah bergengsi itu, Bambang mengaku makin termotivasi untuk terus memperjuangkan hak lingkungan yang lebih baik pada masyarakat. "Award ini merupakan dorongan yang luar biasa bagi saya untuk terus maju sekaligus bukti nyata bahwa selama kita tetap konsisten menggunakan sains secara benar, support itu akan datang dari mana pun. Dan saat ini saya terima dari Inggris," pungkasnya.
Lahir di Jambi pada 10 November 1964, John Maddox Award 2019 itu pun menjadi kado manis di ulang tahunnya yang ke-55 tahun ini. Ini bukan penghargaan internasional pertama yang diperoleh Bambang. Ia juga pernah menerima Canadian Forest Service (CFS) Merit Award dari Canadian Forest Service-Natural Resource Canada 2004.
Pencalonan Bambang dalam John Maddox Prize 2019 dilakukan Jacob Phelps, pengajar perubahan lingkungan tropis dan kebijakan di Lancester University, Inggris. Phelps melihat riset dan perjuangan yang telah dilakukan Bambang perlu mendapat apresiasi tinggi dan pengakuan oleh ilmuwan lainnya maupun dunia internasional.
"Karyanya berfungsi tidak hanya untuk membawa keadilan dalam kasus-kasus individual, tetapi telah mengilhami sebuah visi tentang apa yang mungkin terjadi di Indonesia," kata Jacob menjelaskan alasannya memilih Bambang, seperti dilansir dari laman Nature, kemarin.
Bintang Jasa
Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LHK) Siti Nurbaya mengungkapkan rasa bangganya kepada Profesor Bambang. Bahkan, Siti menyatakan dirinya tengah mengusulkan Bambang untuk mendapatkan bintang jasa dari negara yang akan diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
"Saya akan mengusulkan kepada Bapak Presiden melalui Dewan Tanda Jasa dan Kehormatan di Istana Negara," kata Siti kepada Media Indonesia, kemarin.
Siti menyatakan penghargaan berkelas internasional tersebut sangat pantas disematkan kepada Bambang. Ia bahkan menuturkan dirinya mengetahui secara persis upaya yang telah dilakukan Kementerian LHK, Polri, dan Bambang dalam kasus karhutla tersebut. "Saya tahu persis bagaimana kerja keras beliau untuk identifikasi lapangan dan tentu saja berbagai analisis," ujarnya. (Ata/Uca/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved