Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KETIDAKJELASAN atas kepemilikan lahan masih menjadi masalah utama masyarakat adat. Terkikisnya wilayah hutan adat menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan hidup masyarakat adat di berbagai wilayah Indonesia.
"Kami mengalami banyak masalah terkait kepemilikan dan hak atas lahan," ujar Wissel B, Kabid Hukum Presidium Dewan Adat Kutai Barat dalam acara Audiensi Warga Masyarakat Adat Kutai Barat dengan Staf Khusus Presiden di Kutai Barat, Kalimantan Timur, Rabu (3/2).
Ia mengatakan, masalah mengenai status kepemilikan lahan terus terjadi seiring masuknya korporasi. Perkebunan kelapa sawit dan dibukanya wilayah sebagai areal tambang menjadi penyebab terbesar konflik tersebut.
Syahril, warga Kutai Barat mengatakan, banyak kasus jual beli lahan pada warga pewaris yang berakhir dengan tidak jelas. Hal tersebut menyebabkan banyaknya warga kehilangan lahan sebagai sumber kehidupan.
"Banyak wilayah hutan adat kami juga yang terus menjadi korban illegal logging," ungkap Syahrir.
Ditambahkannya, terbatasnya akses juga kerap menyebabkan hambatan bagi warga. Terdesaknya kebutuhan akibat semakin sempitnya lahan dan hutan adat membuat banyak warga harus melakukan berbagai kegiatan lain untuk memenuhi kehidupan. Namun, hal tersebut masih tidak bisa berjalan maksimal akibat terbatasnya akses menuju wilayah mereka.
Staf Khusus Kepresidenan Lenis Kogoya yang hadir dalam acara tersebut mengatakan masalah terkait ketidaksepahaman antara kebutuhan masyarakat adat dengan pemerintah setempat dan korporasi memang masih menjadi isu yang terus terjadi di banyak daerah.
Ia mengatakan, pengembangan dan pembuatan peraturan daerah khusus (Perdasus) terkait hak masyarakat adat menjadi solusi yang seharusnya dapat dibuat oleh pemda.
"Masalah seperti ini terjadi pada masyarakat adat di berbagai daerah. Pemda harus melindungi warga, salah satunya dengan pembuatan perdasus tersebut," ungkap Lenis.
Sementara itu, I. Syukur, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kutai Barat mengatakan, upaya untuk menuntut keseimbangan akan hak masyarakat adat terhadap lahan dan kawasan hutan adat terus dilakukan oleh warga. Salah satunya adalah dengan pembuatan peta partisipatif.
"Kamu terus turun membantu dan mendorong agar warga dapat segera memenuhi kebutuhan akan data untuk membuat peta partisipatif. Itu hal pertama yang harus dipenuhi," ujar Syukur. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved