Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Radikalisme Bersumber dari Ketidakadilan Sosial

Atikah Ishmah Winahyu
31/10/2019 15:40
Radikalisme Bersumber dari Ketidakadilan Sosial
Spanduk tolak paham radikalisme di Depok(MI/BARY FATHAHILAH)

GURU Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh Yusny Saby mengungkapkan tindakan radikal seperti radikal separatisme dan radikal terorisme seringkali timbul akibat sikap pejabat atau pemerintah yang berkaitan dengan masyarakat/kelompok.

"Jadi radikalisme itu bukan penyebab, respon sebenarnya. Termasuk seperti kasus di Aceh, itu kan mula-mula dari kebijakan yang tidak bijak," kata Yusny dalam acara Temu Mufakat Budaya Indonesia di Hotel Century Park, Jakarta, Rabu (30/10).

"Kami (Aceh) tahun 1976 itu namanya pemberontakan, dasarnya karena politik dan nasional," tambahnya.

Baca juga: Pilih Penceramah Edukatif bukan Provokatif

Untuk mengurangi radikalisme yang tumbuh di masyarakat, Yusny menilai penting untuk memilih serta menguji para calon aparatur pemerintah agar mendapat SDM unggul dari segi kompetensi dan mampu melayani masyarakat dengan baik.

"Pelayanan pemerintah yang baik, birokrasi yang baik itu sangat penting untuk meredam sifat-sifat radikal. Oleh karena itu aparatur pemerintah harus orang-orang yang kompeten melayani rakyat," tuturnya.

Agama Sebagai Media

Sejumlah aksi radikalisme yang terjadi di Indonesia dilakukan dengan mengatasnamakan agama. Yusny mengungkapkan hal ini terjadi karena agama paling mudah digunakan sebagai alat untuk berbagai kepentingan.

"Itu (agama) yang paling mudah dipakai, seperti pada Pemilu barusan antara Jokowi dan Prabowo apa bedanya? Satu dianggap ini, satu di anggap itu, kan aneh sekali ini pembohongan. Tapi sebenarnya dengan dia pakai agama (sebagai alat) dia sudah berbuat anti-agama, pada dasarnya," tegas Yusny.

Yusny pun mengatakan masyarakat harus hati-hati melibatkan agama dalam hal apapun. Sebab, tidak sedikit pihak yang menggunakan agama untuk membela diri dan tujuan lainnya.

"Seolah dia sakral sekali, orang bela agama, orang taat, bukan, tapi ada tujuan tertentu agar tidak dicap salah. Masa kegiatan agama bisa membakar, memaki, memfitnah, ini bukan agama ini merusak agama," ungkapnya.

Aksi radikalisme yang mengatasnamakan agama biasanya tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama. Melainkan ada kepentingan atau masalah lain di belakangnya.

"Agama itu dikaitkan saja, bukan itu temanya. Kadang-kadang itu tidak ada kaitan satu dengan yang lain. Terorisme kasusnya apa? Mengapa dia berbuat begitu? Ini yang penting harus jelas sekali. Penyebab-penyebab yang ada harus dipelajari mengapa dia terjadi," tandasnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik