Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
STEFFHANIE Michelle Gabriella Tatum atau lebih dikenal sebagai Ariel Tatum, menyadari betul betapa penting kesehatan mental ketika dia menyadari ada yang salah pada dirinya. Sejak usia 13 tahun, Ariel rutin mendatangi psikolog tanpa sepengetahuan orangtuanya.
"Dari hasil uang kerja sudah saving money, sudah cari tahu psikolog di mana ya, aku enggak mau ke rumah sakit, mau ke klinik langsung bikin appointment, masuk, selesai," kata aktris berusia 22 tahun itu di Jakarta, pekan lalu.
Setelah sempat beberapa kali konsultasi dengan psikolog, Ariel Tatum mendapat diagnosa beragam seperti bipolar dan anxiety yang justru membuatnya kepikiran dan tambah stres. Ariel kemudian tahu dirinya mengalami Borderline Personality Disorder (BPD) hingga sulit berkegiatan dan menjalin hubungan dengan orang lain, bahkan sempat ingin melukai dirinya sendiri.
"Mengganggu produktivitas. Aku merasa ada orang lain yang ngomong di otak gua selain gua, karena gua enggak mau melakukan ini semua. Ketika aku menyakiti diri aku sendiri aku enggak mau," kata cucu aktris senior Joice Erna itu.
Usaha Ariel Tatum untuk sembuh hingga kini tetap berlanjut. Selama dua tahun terakhir, dia rutin berkonsultasi dengan psikolog praktisi hipnoterapis, Liza Marielly Djaprie, Ariel juga menemui sesepuh Profesor Sasanto di Sanatorium Rumah Sakit Jiwa Dharmawangsa.
Selain membuka diri untuk berbagi, pengalaman, Ariel Tatum menggelar seminar khusus sebagai usaha mematahkan stigma bahwa berbicara soal kesehatan mental bukan hal tabu lagi.
Setiap malam, ada rutinitas yang mesti dilakukannya menjelang tidur, yakni membaca buku The Power of Your Subconscious Mind. Setelah membaca, Ariel menyiapkan rekaman suaranya sendiri tentang kata-kata baik yang memotivasi diri sendiri. Rekaman berdurasi 11 menit itu didengarkan sebelum tidur.
Psikolog praktisi hipnoterapis, Liza Marielly Djaprie mengatakan, langkah Ariel untuk membuka diri soal kondisi kejiwaannya adalah benar. "Acceptance adalah langkah pertama untuk proses penyembuhan. Itu masuk kepada kecerdasan emosional kita dalam menghadapi dunia yang dalam tanda kutip gila," terang Liza, yang selama dua tahun terakhir mendampingi Ariel.
Masa remaja
Upaya mendatangi psikiater juga dilakukan Arthur Fleck, sosok yang bertransformasi menjadi sosok Joker di film fiksi Joker (2019). Diketahui, Joker mengidap penyakit kejiwaan, yakni Skizofrenia dan Pseudobulbar Affect yang membuatnya sering berhalusinasi dan sering tertawa tanpa sebab. Joker adalah contoh depresi yang begitu mendalam dan tak ditangani dengan baik, sehingga menimbulkan berbagai masalah kejiwaan.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Eka Viora mengamini, ada tiga faktor pemicu skizofrenia. "Faktor itu Bisa kita sebut yang namanya biopsikososial," kata Eka, saat dihubungi terpisah.
Ia menjelaskan, psisikososial terdiri dari faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya. Menurutnya, skizofrenia dapat muncul dari usia anak (5-11 tahun) tapi paling sering pada usia remaja (12-25 tahun) sampai dewasa (26-45 tahun). "Paling banyak pada usia 40 tahun. Dia harus makan obat terus supaya dia terkontrol. "
Psikiater dari FKUI dr Heriani SpKJ(K) menyarankan agar seseorang yang mengalami tekanan melakukan sejumlah hal yang dapat dilakukan untuk menenangkan diri saat mendapatkan tekanan. "Luapkan. Sah-sah saja seseorang meluapkan emosi, seperti menangis ataupun marah tapi tetap terkontrol," kata Heriani.
Selain mengomunikasikan perasaan pada orang lain, bisa juga diluapkan dengan melukis, mendengarkan/bermain musik dan menjadi relawan sosial. Bahkan, ketika merasakan amarah, kata Heriani, boleh juga meluapkan perasaan marah dengan olahraga, bela diri, bernyanyi dan bermain musik rock.
"Selepas emosi telah diluapkan, tenangkan diri beberapa saat lalu mulai berpikir secara rasional. Sebab, memiliki pikiran negatif terhadap sesuatu yang irasional akan membuat tidak nyaman dan merasa menderita." (Medcom.id/Ant/H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved