Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
JUNIOR Rorimpandey, 44, atau lebih dikenal dengan panggilan Chef Juna mengaku menjalankan pekerjaan memasak dengan sangat profesional. Tak heran, sebutan work horse atau kuda pacu melekat pada Juna sepanjang kariernya.
"Saya memang terkenal dengan sebutan kuda pacu yang kerja, kerja, dan kerja. Kolaborasi yang saya lakukan dengan hotel bintang lima atau fine dining pun based on energi dan keahlian. Bisa dikatakan saya menjual jasa," tutur Juna di Jakarta, Jumat pekan lalu.
Selain menekuni profesinya secara total, Juna mengaku ia sangat selektif terhadap segala sesuatu, pun ketika menjadi juri di ajang MasterChef Indonesia. Dia sangat memperhatikan detail, termasuk penataan dan cita rasa masakan.
"When you can spend more money, do better than that," demikian ungkapan Juna yang sering ia lontarkan. Hal ini menjadikan masyarakat, khususnya penonton MasterChef, menganggap Juna ialah chef spesialis masakan mahal.
Juna tak menampik hal tersebut. Menurut Juna, banyak keluhan yang sampai padanya bahwa kreasi masakannya hanya bisa dilihat tanpa dinikmati karena dianggap eksklusif dan mahal.
"Karena rumornya, makanan saya pasti fine dining, mahal, dan teknikal. Ada benarnya memang. Memang sudah punya pikiran, saya mau keluar dari zona nyaman. Dalam arti, tidak terus menerus hanya menjual jasa, tetapi juga mencoba menjual produk masakan saya yang terjangkau dan bisa dinikmati oleh semua kalangan masyarakat," imbuhnya.
Memulai dari Bawah
Nama Chef Juna Rorimpandey begitu populer sejak kemunculan pertamanya sebagai juri di MasterChef Indonesia season 1 tahun 2011. Sebelumnya, Juna telah berpengalaman menjadi executive chef di restoran Jack Rabbit. Kepiawaiannya memasak dan berbisnis kuliner tidak perlu diragukan lagi.
Pada 2016, Juna memutuskan untuk membuka lini bisnis kuliner barunya, sebuah restoran bernama Correlate. Menu restoran ini spesialisasi masakan Jepang dan Prancis sesuai keahlian dia.
Keahlian Juna tidak didapat dengan mudah. Keras keras dan disiplinnya telah tertempa sejak awal dia 'tercebur' harus bekerja untuk mempertahankan hidup di Amerika.
Di Amerika, Juna masuk sekolah penerbangan dan berhasil lulus serta mendapat lisensi pilot. Namun, dalam prosesnya ketika dia sedang mengambil lisensi komersial sekolah penerbangannya bangkrut. Saat itu, Indonesia mengalami krisis moneter 1998 sehingga orangtua Juna mengalami kesulitan ekonomi. Hal tersebut memaksa dia mencari uang sendiri untuk biaya hidup.
Juna mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan di sebuah restoran tradisional Jepang. Selang beberapa lama, master susyi di tempatnya bekerja menawarkan Juna untuk menjadi murid. Juna pun menerima tawaran dan bersedia dilatih dari awal dengan metode yang sangat keras.
"Wah, dahulu kalau melakukan kesalahan dalam tiga kali, selain dikomentari master, saya sering dihukum hukuman tidak punya hari libur," kenang Juna. Berkat kemampuannya, pemilik restoran pun kagum dan mempromosikan Juna untuk mendapatkan Permanent Resident.
Juna menekankan untuk jangan pernah malu memulai sesuatu dari bawah. Menurutnya, ketika mulai bekerja di restoran, ia menjadi tukang potong sayuran dan sebelum akhirnya mendapat tugas memasak.
"Kalau bekerja di restoran, kita mulai dari bawah merangkak pelan-pelan. Naik pangkat atau tidak, tegantung dari fasihnya menjalankan tugas yang diberikan. Ibarat latihan kungfu, nanti Anda dikasih tugas lebih banyak dan waktu lebih sedikit, semakin mahir naik levelnya. Kemudian mengerjakan tugas lain sampai ke tugas memasak. Jadi, awalnya kupas-kupas, potong-potong, dan bersih-bersih. Lakukan semua, baru mulai bantu-bantu bikin bahan dasar atau saus, baru nanti terakhir menjadi orang yang memasak," tukas Juna. (H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved