Headline

Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.

Zainal Arifin Mochtar Sentuhan Langsung di Kabah

Sitria Hamid
05/9/2019 01:05
Zainal Arifin Mochtar Sentuhan Langsung di Kabah
Zainal Arifin Mochtar(MI/Sitria Hamid)

MERASA diri 'paling benar' atau 'dibenarkan' itu sempat dirasakan Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar, saat berada di Masjidil Haram, Mekah, untuk melaksanakan salat zuhur. Zainal menjadi salah satu jemaah haji khusus 2019.

Ketika duduk di lantai tepat depan Kabah, tiba-tiba seorang jemaah haji dari negara lain meloncati pembatas yang telah dipasang polisi Masjidil Haram dan langsung duduk di sampingnya. Bahkan, jemaah haji tersebut membuat pria kelahiran Makassar, 8 Desember 1978, itu, harus tergeser dari posisi duduknya semula.

Dalam pikiran Zainal, jika dirinya menepi, akan terkena pembatas yang dipasang polisi yang menjaga areal Masjidil Haram. Zainal merasa dirinyalah yang datang lebih awal, maka dia merasa 'berhak' mendapatkan tempat strategis depan Kabah. Tempat bermunajat yang makbul menurutnya.

"Jika menepi, saya akan terkena pembatas, tapi tampaknya itu belum cukup buat jemaah haji itu. Dia memaksa dengan bahasa yang kira-kira mengatakan ikhlaslah, di hadapan Allah, saya muslim dan mau salat beribadah juga," cerita Zainal kepada Media Indonesia, saat bertemu di pintu 21 Masjid Nabawi, Madinah, Kamis (29/8) malam, sesaat sebelum Zainal pergi ke Bandara Madinah untuk kembali ke Tanah Air.

Berkecamuk dalam pikirannya untuk melawan dan mengusir jemaah haji yang mengambil tempatnya itu. Ataukah mengalah dan memilih pindah ke lantai atas, yang diyakininya juga sudah sangat penuh di musim haji ini, tempat sekitar 3 juta umat muslim seluruh dunia berkumpul.

"Mengalah? Ada alasan untuk itu. Tidak mengalah dan menyuruh dia pindah juga ada alasan untuk itu. Mana alasan benar dan pembenar menjadi rancu," kata Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM itu.

Akhirnya, Zainal memilih untuk mempertahankan tempatnya itu. Berkecamuk pertentangan dalam pikirannya. Bahkan, setelah salat zuhur usai. "Kalau saya campur perspektif hukum, saya merasa makin benar. Lah wong dia meloncati pembatas. Dia melanggar aturan. Hukum ditegakkan harusnya pada dia," kata Zainal yang menempuh pendidikan S-2 di Northwestern University.

 

Antinomi

Namun, lanjutnya, jika perspektif hukum itu digesernya, kesimpulan yang didapatnya berbeda. "Mungkin ini juga yang disebutkan antinomi yang diderita hukum. Perspektif beda akan membuat kesimpulan bisa berbeda," imbuhnya lagi

Setelah salat zuhur berlalu agak lama, tiba-tiba jemaah haji yang ditolaknya tersebut datang menghampiri. Meminta maaf dan mengajak berpelukan. Zainal tidak kuasa menahan diri, merasa dirinya terguncang. Tidak terasa titik bening air mengalir dari kedua matanya. Mendadak semua menjadi pasrah dan ikhlas.

"Dia memeluk saya erat dan saya pun demikian." Pada kondisi tersebut, Zainal sangat menyadari tidak perlu lagi memiliki logika yang benar atau pembenar. Semuanya telah luruh. Zainal dan jemaah haji itu saling tersenyum sebelum berpisah.

Dia merasa mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari kehadiran jemaah haji itu. Dia berdoa, semoga jemaah haji itu juga merasakan hal yang sama. Allah telah memberikan sentuhan di depan Kabah. Subhanallah. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya