Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Melangkah dengan Kaki Sehat

Dhika Kusuma Winata
28/8/2019 11:42
Melangkah dengan Kaki Sehat
Kelainan Kaki Datar/Rata(Tim MI/Seno)

MEMILIKI bentuk lengkungan kaki yang tidak normal, membuat Raya, 38, selalu berhati-hati dalam mengenakan alas kaki dan tidak bebas beraktivitas. Padahal, sebelumnya ia mengaku bebas bergonta-ganti alas kaki.

Semua berawal dari rasa nyeri yang dirasakan pada tumit kaki kirinya pada 2010. Setiap kali menapakkan kaki, Raya harus menahan sakit karena nyeri di tumit yang menjalar hingga ke seluruh tapak kaki kirinya.

Hal itu mengganggu mobilitas tubuhnya saat berjalan. Walhasil, ia harus berhenti sejenak setiap berjalan sekian meter. "Rasanya nyut nyut... seperti ada duri. Tapi saat tumit ditekan enggak ada apa-apa," tuturnya, kemarin.

Dari pemeriksaan lebih lanjut dengan x-ray, dokter ortopedi mendiagnosisnya dengan osteofit (tumbuhnya tulang rawan baru) setelah melihat penampakan sebuah tulang kecil yang menyembul di dalam tumit. Osteofit itu timbul akibat pemakaian alas kaki yang salah. Ia pun diminta mencari alas kaki khusus.

Diakuinya, ia memang kerap asal membeli alas kaki, kebanyakan flat shoes (sepatu datar). Jika modelnya cocok dan harganya murah, Raya tak berpikir dua kali untuk membelinya. Raya tak menyangka lengkungan tapak kakinya yang sudah datar berubah menjadi lebih parah karena itu.

Kelainan kaki datar atau kaki bebek (pes planus) seperti yang dialami Raya memang kerap disepelekan. Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Syarief Hasan Lutfie, mengatakan, hasil riset doktoralnya menemukan ada sekitar 20% orang Indonesia mengalami kaki datar.

"Kaki datar memengaruhi kemampuan kaki untuk berjalan, terutama dalam menapak yang menyebabkan kontraksi otot-otot tungkai akan bertambah. Tulang belakang, paha, hingga ke betis akan terpengaruh juga sehingga cepat mengalami capai otot atau fatigue," kata Lutfie dalam diskusi media di Jakarta, Rabu (14/8).

Ia mengamini, salah satu faktor utama penyebab kaki datar dipengaruhi penggunaan alas kaki yang salah. Pasalnya, di Indonesia jarang alas kaki yang memiliki lapisan insole. Lapisan tersebut menyangga lekuk telapak kaki dan menopang kaki untuk berjalan dengan benar. Faktor risiko lainnya, antara lain obesitas, degeneratif karena pertambahan usia, dan diabetes.

"Berjalan dengan kondisi tidak benar dalam jangka panjang menyebabkan bentuk kaki yang tidak normal. Hal itu akan memengaruhi vaskularisasi jantung ke seluruh tubuh dan membuat orang cepat lelah. Risikonya bisa menimbulkan penyakit jantung rematik," terangnya.

Risiko mengalami kaki datar, imbuh Syarief, juga ia temukan pada kebanyakan jemaah haji Indonesia. Kebanyakan jemaah menggunakan alas kaki tanpa insole yang menyebabkan mereka juga cepat lelah.

"Jika diabaikan permasalahan kaki ini, jemaah akan mengalami kelelahan hingga kehabisan energi," jelas Syarief yang juga Direktur Utama PT RS Haji Jakarta itu.

Dokter yang mengambil post doctoral di Keio University Hospital di Tokyo, Jepang, itu pun tergerak untuk mendesain insole alas kaki khusus yang didistribuskan di bawah label SHL. Sepatu ini mengurangi kontraksi otot kaki sehingga mampu meminimalisasi tenaga yang dikeluarkan penggunanya.

Kaki O dan X

Pada anak-anak, banyak orangtua cemas dengan bentuk kaki anaknya yang menyerupai huruf X atau O. Padahal, bentuk kaki yang tidak lurus itu belum tentu sebuah kelainan. Bisa jadi, bentuk kaki X maupun O merupakan bagian dari proses pertumbuhan si anak.

Dokter pakar ortopedi anak, dr Patar P Oppusinggu SpOT menjelaskan, dalam tumbuh kembangnya, secara alami kaki anak akan mengalami perubahan bentuk dari waktu ke waktu. Normalnya, bayi baru lahir kakinya akan berbentuk O. Seiring bertambahnya usia, bentuk kaki berubah.

Di usia 1,5-2 tahun, kakinya lurus. Namun, di usia 3-4 tahun, kakinya akan berbentuk X. Bentuk X ini umumnya bertahan hingga anak berusia 7 tahunan. "Jadi, kalau liat kaki anaknya bentuk X atau O jangan panik dulu. Bisa jadi itu bagian dari proses tumbuh kembangnya," saran dr Patar pada seminar tumbuh kembang anak yang digelar Rumah Sakit Premier Bintaro (RSPB), Tangerang Selatan.

Namun, lanjutnya, orangtua tetap perlu waspada terhadap tanda-tanda gangguan yang lebih serius. Misalnya, bentuk O dan X yang terjadi terlalu ekstrem, atau antara kaki kanan dan kiri tidak simetris, juga bila setelah 8 tahun kaki anak masih berbentuk X. Tanda lain yang perlu diwaspadai ialah ketika anak berjalan pincang atau berjinjit.

"Semakin dini kelainan dideteksi, koreksinya semakin mudah. Idealnya sebelum anak berusia delapan tahun," kata dr Patar yang berpraktik di RSPB itu.

Menurutnya, kelainan kaki X yang menetap hingga usia anak lewat dari 8 tahun bisa disebabkan kebiasaan duduk anak yang tidak benar, yakni saat anak duduk di lantai, posisi kakinya membentuk huruf W (lutut ditekuk, kedua betis ada di sisi luar paha, ujung jari kaki mengarah ke sisi kanan dan kiri tubuh).

"Jika dilakukan terus-menerus, kaki anak bisa jadi X. Kaki X ini bikin anak kerap terjatuh ketika berjalan karena kaki saling nyangkut. Bahkan ada akibat yang lebih parah dari kebiasaan duduk huruf W ini, yaitu kelainan pertumbuhan tulang pangkal paha, yang seharusnya berada dalam 'mangkuk' tulang panggul justru keluar dari 'mangkuk'," papar dr Patar.

Bagaimana jika anak telanjur berkaki X? Menurut Patar, sebelum anak berusia 8 tahun kelainan itu bisa dipulihkan tanpa operasi. Misalnya, dengan 'memaksa' anak untuk duduk bersila secara rutin. "Tapi jika usianya sudah lewat dari 8 tahun, biasanya perlu tindakan operasi," imbuh dr Patar.

Selain kaki X, ada juga kelainan kaki O yang biasa ditemukan pada bayi yang bisa berdiri dan berjalan di usia yang terlalu muda, yakni 7-9 bulan. Umumnya, early walking dialami bayi-bayi yang kurus. "Sebaiknya, cegah dengan tidak membantu dia berdiri, juga jangan memposisikan dia dekat dengan pegangan yang bisa membantunya berdiri," tutupnya. (Nik/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya