Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

DBS Perbaiki Kualitas Hidup Penderita Parkinson

Fetry Wuryasti
15/4/2015 00:00
DBS Perbaiki Kualitas Hidup Penderita Parkinson
(MI/CAKSONO)
PARKINSON menjadi penyakit yang sampai hari ini belum ditemukan obat penyembuhnya. Terapi obat yang biasa dianjurkan kepada pasien hanya mampu menekan gejala Parkinson.

"Parkinson merupakan penyakit degeneratif yang (biasanya) menyerang karena faktor usia, dan bersifat progresif, yang menyerang otak dan mempengaruhi gerak tubuh karena berkurangnya zat dopamin," ujar spesialis bedah saraf Rumah Sakit Siloam Made Agus Mahendra Inggas.

Zat dopamin bertugas mengirimkan sinyal dari satu sel saraf ke saraf lain atau otot. Jumlah dopamin, menurut Dr Made, pasti akan berkurang seiring bertambahnya usia.

"Pada kasus parkinson, bila dopamin berkurang hingga 80% fungsi otak akan terganggu mengenali sinyal pesan kepada gerak tubuh," kata dia saat acara Peringatan Hari Parkinson Sedunia di Rumah Sakit Siloam Lippo Karawaci, Tangerang.

Penyakit parkinson disebabkan matinya sel substansia nigra di otak tengah yang berfungsi sebagai penghasil dopamin. Gejalanya antara lain melambatnya seluruh gerakan motorik, kekakuan pada tubuh, tremor, dan ketidakseimbangan postur tubuh.

Gejala tersebut diutarakan Made memburuk secara bertahap dari waktu ke waktu. Pengobatan yang tepat dapat memperlambat terjadinya gejala yang lebih buruk selama beberapa tahun.

"Selama ini mayoritas pasien parkinson melakukan terapi obat agar bisa beraktivitas normal. Obat tidak untuk menyembuhkan, hanya menekan perburukan gejala. Biasanya setelah konsumsi 5 tahun, pengaruhnya berkurang dan timbul berbagai efek samping," jelasnya.

Alternatif pengobatan jangka panjang pada parkinson bisa dengan melakukan tindakan operasi terapi stimulasi otak dalam atau deep brain stimulation (DBS). Tingkat keberhasilan operasi DBS, menurut Made, hingga 100% dengan pengaruh mengembalikan produktivitas pasien 70%-100%.

"DBS bertujuan memperbaiki gejala, bukan untuk menghilangkan penyakit dan penyebabnya. Pasien bisa beraktivitas normal untuk 15-20 tahun mendatang. Umumnya parkinson menyerang pasien berusia di atas 60 tahun, kalau 20 tahun bisa bebas gejala, akan cukup sekali untuk kualitas hidupnya," katanya.

Ada beberapa faktor yang harus dilihat sebelum menyatakan pasien harus menjalani operasi stimulasi otak dalam. Faktor tersebut antara lain dari konsumsi obat dan dari klinis pasien.

"Pertama, bila konsumsi obat sudah banyak, atau dosisnya tinggi, tapi tidak berpengaruh. Kedua, secara klinis, kalau setelah konsumsi obat terdapat efek samping, seperti gerak berlebih pada bagian tubuhnya, rasa terbakar di tenggorokkan, pusing, diare, gangguan ginjal, dan liver," terangnya.

Made menerangkan operasi DBS diawali dengan CT-scan kepada pasien. Kemudian, dalam kondisi bius lokal dan sadar, di sisi kanan kiri bagian atas kepala pasien dilakukan pengirisan kecil 1-1,5 cm untuk kemudian dimasukkan jarum dengan cip.

Kemudian monitoring dilakukan dengan alat pacu/setrum untuk melihat seberapa besar kebutuhan stimulasi untuk otak sambil diuji apakah tremor masih diderita pasien. "Bisa 0,3 ampere, 0,5 ampere, dan seterusnya," paparnya.

Setelah menemukan tingkatan ampere yang pas, dilakukan bius umum pada pasien untuk pemasangan baterai di dada kanan sebagai pemacu cip di otak.

"Pengaturannya bisa dilakukan dari luar dengan bluetooth," imbuh Dr Made.

Baterai di dada bisa bertahan 5-6 tahun. Pendampingan obat terkadang tetap dibutuhkan, meski dosisnya jauh lebih kecil hingga tidak perlu dikonsumsi. Fungsinya mengasup dopamin yang tidak bisa dihasilkan oleh alat pacu. "Alat pacu hanya bisa merangsang supaya sel-sel di dalam tubuh menghasilkan dopamin," tukas Dr Made.

Tanpa operasi, kata Made, pasien harus mengonsumsi obat terus-menerus dengan dosis yang meningkat. "Parkinson itu bukan penyakit infeksi. Kalau infeksi, dikasih obat, kuman hilang, sembuh. Namun, parkinson akan terus menyerang, harus terus-menerus minum obat," ujarnya. Namun, memang terapi DBS masih tergolong mahal dan Siloam merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki alatnya.

Dukungan keluarga

Pada kesempatan sama, dokter spesialis saraf Rocksy Fransisca mengatakan di kalangan awam, pengetahuan akan parkinson belum terlalu umum. Begitu pula di kalangan pasien.

"Begitu didiagnosis parkinson, mereka kaget. Terkadang mereka juga tidak mengerti apa itu parkinson. Akhirnya masih banyak pasien yang berharap kesembuhan instan, masih banyak yang mencoba segala macam alternatif," ujarnya.

Rocksy menjelaskan tidak ada penyakit yang benar-benar mirip seperti parkinson. Namun, melihat dari tubuh yang kaku, orang sering berpikir pasien parkinson tersebut terkena stroke.

"Jadi memang kadang-kadang tubuh menjadi kaku. Namun, sebetulnya pada pasien parkinson tidak ada kelemahan otot. Otot kuat sebetulnya, tapi tidak dapat bergerak dengan baik," jelasnya.

Bila telah terserang parkinson, imbuhnya, seumur hidup penyakit tersebut akan dibawa. Bahkan, terkadang pada pasien usia lanjut, gangguan memori juga terjadi. "Dia tidak bisa mengingat. Oleh karena itu, keluarga pasien harus paham juga mengenai pengobatannya, gejalanya, sehingga mereka bisa mendukung menstimulasi gerakan pasien.

"Dukungan keluarga bisa membangkitkan zat dopamin pasien parkinson melalui hal-hal yang membuat pasien senang. "Apakah itu melalui terapi musik, humor, lelucon, itu bisa membangkitkan dopamin walaupun tidak langsung menjadi normal kembali. Namun, pada episode tertentu, kegiatan tersebut bisa membangkitkan dopamin," ulasnya. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya