Headline
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
KEBIJAKAN yang dikeluarkan oleh pemerintah haruslah memenuhi asa inklusivitas yang turut memerhatikan kebutuhan dan aspirasi penyandang disabilitas.
Karena itu, Manager Project Agenda Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Hari Kurniawan meminta pemerintah untuk aktif melibatkan penyandang disabilitas dalam merencanakan, melaksanakan, monitoring dan evaluasi setiap kebijakan yang dikeluarkan.
Hari mengatakan memang telah ada payung hukum tentang disabilitas yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Namun, ia menilai dalam praktiknya, pemerintah belum memerhatikan kebutuhan penyandang disabilitas dalam pembangunan nasional.
"Ya, ada pembangunan gedung, jembatan atau prsarana yang lain, tapi kita tidak diberi akses untuk ke gedung tersebut. Hal ini seharusnya diperhatikan oleh pemerintah," kata Hari, ketika berkunjung ke redaksi Media Indonesia, Jakarta Barat, Senin (5/8).
Selain itu, Hari menilai pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi ke masyarakat untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas.
Baca juga : BKN: Masalah drg.Romi Jadi Momentum Perbaikan Perekrutan CPNS
Pemerintah harus memberikan edukasi kepada masyarakat melalui media massa dan media sosial mengenai perjuangan hak asasi manusia yang di dalamnya juga mengatur hak penyandang disabilitas.
"Selama ini yang terjadi di masyarakat, masih menilai soal normal dan tidak normal, mampu dan tidak mampu, ini yajg kemudian menghambat ruang gerak disabilitas. Padahal UU Disabilitas dan konvensi hak penyandang disabilitas, ASEAN Enabling masterplan, artinya memperjuangkan hak asasi manusia sama saja dengan memperjuangkan hak penyandang disabilitas," kata Hari.
Hari yang juga aktif sebagai Advokat di Lembaga Bantuan Hukum Disabilitas tersebut mengatakan persoalan lain yang dialami oleh penyandang disabilitas adalah terkait perlindungan hukum.
Menurutnya, selama ini penyandang disabilitas mengalami diskriminasi di depan hukum dan tidak mendapatkan akses terhadap peradilan. Keterbatasan yang dialami menjadi ruang untuk penegak hukum melakukan tindakan amoral.
"Misalnya, banyak saksi yang diragukan ketika diperiksa. Lalu, adanya hambatan tentang attitude, terutama bagi teman-teman yang tuli. Ketika memeriksa korban tuli, polisi dengan seenaknya langsung menunjuk bagian vital, ini salah satu hambatan perilaku," kata Hari.
Lebih lanjut, Hari mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan nomenklatur perihal pembentukan Komisi Nasional Disabilitas yang saat ini mandek di Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Ia menilai sebaiknya Komisi Nasional Disabilitas berada di bawah Presiden, sama halnya dengan Komnas HAM dan Komnas Perlindungan Anak.
Baca juga : WOM Finance Bagikan Kaki dan Tangan Palsu Bagi Warga Tak Mampu
Sementara itu, pegiat isu disabilitas, Anggiasari menilai aspek pendidikan bagi penyandang disabilitas seharusnya menjadi prioritas bagi pemerintah.
Pendidikan ini juga berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan bisa mendongkrak perekonomian. Maka dari itu, perlu pemutakhiran metode pembelajaran bagi penyandang disabilitas.
"Ada banyak sekali pelatihan yang diselenggarakan pemerintah tapi tidak sesuai dengan tenaga kerja. Metode pelatihannya sama saja," imbuhnya.
Selain pemerintah, ia juga mengimbau kepada para penyandang disabilitas untuk bersama-sama aktif menyuarakan pendidikan dan pembangunan inklusif kepada pemerintah.
"Jangan duduk mendengar tapi kita harus terlibat aktif memberikan pendapat dan usulan yang bisa dipertimbangkan. Jadi, memang ini bergerak di dua sisi, pemerintah didorong melibatkan penyandang disabilitas, dan kita punya tanggung jawab untuk meningkatkan kapasitas," kata Anggiasari. (OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved