Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

UI Berharap Impor Rektor Dikaji Kembali

Sri Utami
05/8/2019 18:19
UI Berharap Impor Rektor Dikaji Kembali
Gedung Rektorat Universitas Indonesia(MI/Sumaryanto)

SINYAL kebijakan pemerintah memberikan lampu hijau dosen asing memimpin perguruan tinggi negeri dan swasta menuai berbagai pendapat. Universitas Indonesia misalnya yang saat ini tengah menyaring dan menyeleksi calon rektor baru tetap tunduk terhadap aturan atau statuta yang mewajibkan warga negara Indonesia (WNI) untuk menjadi rektor.

"Kami masih menggunakan statuta berlaku bahwa untuk menjadi rektor harus warga negara Indonesia," ujar Kepala Kantor Humas dan KIP Universitas Indonesia Rifelly Dewi Astuti.

Saat ini UI sudah mendapatkan 39 calon rektor yang akan maju dalam seleksi selanjutnya. Dari jumlah tersebut 23 calon berasal dari internal UI dan 16 dari luar universitas.

"Dari 16 itu tiga di antaranya dosen yang berasal dari luar negeri tapi tetap dia harus WNI."

Baca juga: Tahap Awal Rektor Asing hanya untuk 2-5 Perguruan Tinggi

Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria menilai pemerintah harus mengkaji lebih dulu karekterisitik perguruan tinggi di negara maju dan negara berkembang. Menurutnya terdapat banyak perberdaan mendasar sehingga harus memiliki pertimbangan yang matang.

"Tergantung tujuannya apa saya kira untuk isu ini tidak bisa hitam putih, setuju sekali atau anti sekali, harus melihat dulu karekteristik negara maju dan berkembang," ucapnya, Senin (5/8).

 Di negara maju sambungnya tidak ada lagi isu terkait  nasionalisme dan pembangunan karakter. Sedangkan di negara berkembang hal tersebut masih menjadi perhatian.

"Tentang isu tersebut negara maju sudah selesai mulai dari tingkat sekolah sedangkan kita belum. Dan di sana sudah konsen bagaimana menghasilkan riset  perguruan tinggi, menempatkan ke teknokrasi sedangkan kita masih menghadapi kultur PNS dan profesionalisme. Jadi dosen di negara maju belum tentu bisa di sini," tegasnya.

Sementara itu Kasubdit Humas dan Informasi Publik Universitas Hasanuddin Makassar Ishaq Rahman menuturkan pihaknya meminta pemerintah untuk mengkaji kembali kebijakan tersebut khususnya terkait urgensi meminta tenaga asing tersebut memimpin perguruan tinggi.

"Tentu yang pertama harus mengubah statunya lalu tentang urgensi untuk meningkatkan reputasi internasiona. Apakah ini satu-satunyanya cara  untuk meningkatkan reputasi internasional? Pertimbangan urgensi ini harus menjadi perhatian menurut kami,"ucapnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya