Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PERTAMBANGAN emas skala kecil (PESK) masih menjadi penyumbang emisi merkuri (Hg) terbesar di Indonesia. Data organisasi BaliFokus menyebutkan emisi merkuri dari kegiatan pertambangan emas meningkat dua kali lipat dalam tujuh tahun terakhir.
"Sekitar 57% emisi merkuri secara nasional dari PESK. Pelepasan merkuri PESK menjadi nomor 1 tertinggi," kata pendiri BaliFokus Yuyun Ismawati dalam diskusi media di Jakarta, Jumat (2/8).
Yuyun merinci berdasarkan inventarisasi yang dilakukan pada 2010, emisi merkuri PESK sebesar 190 ton per tahun. Data terbaru, emisi merkuri tersebut meningkat menjadi 307 ton per tahun (2017).
Baca juga: Disiapkan, Pengolahan Emas tanpa Mercuri
Salah satu daerah yang masih marak PESK menggunakan merkuri ialah di Sumbawa Barat, NTB. Menurut LSM Barma, pertambangan menggunakan merkuri di sana sudah mengkhawatirkan. Pasalnya, penggunaan merkuri dalam proses kegiatan operasi cukup signifikan.
Ketua Barma, Fauzan mengatakan penggunaan merkuri umumnya digunakan penambangan emas tanpa izin (PETI). Di Sumbawa Barat penggunaan merkuri mencapai 6,9 ton per bulan.
"Limbah merkuri yang digunakan PETI sangat mengkhawatirkan. Sebab zat kimia berbahaya tersebut sudah mencemari sumber air dan berujung pada pencemaran lainnya," ucapnya.
Pencemaran sungai, imbihnya, terjadi di Kecamatan Brang Rea. Di zona hilir sungai telah tercemar merkuri dengan kadar 0,023 miligram/liter. Jumlah itu melebihi ambang batas baku mutu 0,005 mg/l. (Dhk/A-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved