KAPAL pompong bermesin diesel yang biasa digunakan nelayan itu membawa kami menyusuri perairan Pulau Bawah, Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau.
Sayangnya, walau pemandang an di atas perairan tampak surgawi, tidak begitu kenyataan di dalamnya. Terumbu karang yang berwarna menunjukkan kondisi karang yang sehat tidak dominan, justru yang banyak terlihat ialah karang yang patah dan mati.
Program Manager dari Bawah Anambas Foundation (BAF), Aldila Putri, yang pada Jumat (28/6) itu menyertai rombongan media menjelaskan jika lokasi tersebut memiliki jejak penangkapan ikan tidak berkelanjutan.
Banyak di antara nelayan yang masih menggunakan bahan peledak dan potasium untuk mencari ikan. Memang, perilaku itu sudah mulai ditinggalkan, seiring dengan penetapan Anambas sebagai kawasan konservasi perairan nasional oleh pemerintah pada 2011.
Berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), TWP Kepulauan Anambas merupakan habitat penting ekosistem terumbu karang jenis terumbu karang tepi (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef), dan terumbu karang cincin (atoll) yang tumbuh mengelilingi pulau-pulau kecil yang terdapat di dalam kawasan.
Luas terumbu karang teridentifi kasi seluas 3.706 hektare dengan tutupan karang hidup rata-rata di dalam kawasan sebesar 48% atau termasuk kategori sedang.
Luas mangrove di kawasan TWP Kepulauan Anambas seluas 766 hektare yang terdiri atas 122 hektare dengan kerapatan tinggi, 493 hektare dengan kerapatan sedang, dan 150,42 hektare dengan kerapatan rendah. Luas padang lamun di TWP Kepulauan Anambas ialah 62,77 hektare.
Program konservasi BAF dijalankan sejak pertengahan 2018. Program itu dimulai dengan proteksi kawasan dari kegiatan perikanan tertentu.
“Kita tidak memperbolehkan kapal yang datang untuk membuang jangkar. Kita sediakan bouy. Mereka bisa menambatkan kapal di buoy,” tambah Asri. Upaya perlindungan itu, disusul dengan upaya restorasi karang.
Menurut Marine Biologist BAF, Fadli Jaka, restorasi terumbu karang di sekitar Pulau Bawah diakukan dengan 4 metode, yakni hexadome, coral spider, transplantasi karang, dan coral tree nurseries.
Terdapat beberapa metode yang dilakukan untuk menemukan metode yang paling cocok untuk karang di wilayah tersebut. “Kalau yang kelihatannya paling cocok sebenarnya kita masih belum memastikan mana yang cocok.
Tapi sejauh ini yang sekiranya sudah terlihat hasilnya coral spider dan coral tree nurseries. Karena yang hexadome, kita baru deploy sekitar satu bulan lalu. Jadi, berlum terlalu terlihat hasilnya,” terang Jaka.
Terumbu buatan
Hexadome merupakan salah satu bentuk terumbu buatan yang banyak di aplikasikan di wilayah Indonesia, terutama Bali. Pembangunan hexadome bertujuan memberikan substrat stabil tempat larva karang dapat menempel dan tumbuh. Selain itu, hexadome juga dapat berperan sebagai rumah ikan.
“Di tahun pertama ini kami telah membuat 3 klaster hexadome, dengan masingmasing klasternya terdapat tujuh buah hexadome, jadi total kami membuat 21 hexadome.
Tiap klaster ditempatkan di 3 lokasi yang berbeda disisi timur terumbu Pulau Bawah,” terang Jaka. Sementara itu, metode coral spider dilakukan dengan membuat struktur besi buatan berbentuk laba-laba untuk meletakan terumbu karang.
Coral spider yang berlapis pasir ini akan membuat karang mendapatkan substrat atau tempat tumbuh yang stabil. Pada tahun pertama telah dibuat 100 unit coral yang terletak di lagoon (bagian dalam) Pulau Bawah. Transplantasi karang dilakukan pada 3 titik di sekitar Pulau Bawah, sedangkan coral tree nurseries dilakukan dengan menggantung patahan karang.
Metode itu merupakan metode pratransplantasi yang bertujuan agar karang tumbuh sehat hingga siap untuk ditransplantasi di lokasi yang membutuhkan. BAF telah membangun 10 unit coral tree nurseries di laguna Pulau Bawah dan akan disusul 10 unit lagi. Tiap unitnya terdapat 60 fragmen karang. “
Kita menemukan bahwa tingkat hidupnya sekitar 95% dari pertama kali kita lalukan, sekitar 6 bulan,” lanjut Jaka. Dari tujuh titik pemantauan di sekitar Pulau Bawah pada Februari 2019 didapati hasil bahwa tutupan karang keras di Pulau Bawah berkisar antara 8% hingga 51%.
Menurut indeks kesehatan terumbu karang yang dikeluarkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terdapat tiga kategori kesehatan terumbu karang, yakni rendah kurang dari 19%, sedang 19%-35%, dan tinggi lebih dari 35%. Terdapat pula kegiatan pembersihan bawah air yang dilakukan BAF dengan mengajak wisatawan.
Selama 6 bulan awal, lebih dari 100 kg sampah plastik dan sisa jaring ikan nelayan berhasil dibersihkan. Kepada para nelayan, dilakukan kegiatan penyadartahuan konservasi. Jaka berharap agar hasil dari identifi kasi metode yang cocok di Pulau Bawah bisa diterapkan pada pulau lainnya. (Zuq/M-1)