Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

RUU Pengawasan Obat dan Makanan Perkuat Pengawasan

Indriyani Astuti
10/7/2019 18:56
RUU Pengawasan Obat dan Makanan Perkuat Pengawasan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Penny K. Lukito (kanan).(Antara/AMPELSA)

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengawasan Obat dan Makanan (POM) bertujuan untuk memperkuat pengawasan terhadap peredaran produk kosmetik, obat, dan makanan yang tidak sesuai aturan. Di samping itu, RUU ini diharapkan dapat mendorong daya saing produk dalam negeri yang berkualitas, terjamin mutunya dan aman bagi masyarakat.

Kepala Badan POM Penny K Lukito menuturkan tujuan RUU tersebut ialah menyadarkan dan melindungi pelaku usaha agar mereka membuat produk yang lega dan sudah melalui proses perizinan oleh Badan POM.

Hal tersebut perlu dilakukan disebabkan banyaknya produk yang diimpor secara ilegal serta dipasarkan dengan harga yang lebih murah. Penny menyontohkan, dari temuan Badan POM di Semarang, Jawa Tengah, banyak kosmetik dari negara seperti Korea, Norwegia, dan negara lainnya dipasarkan tanpa izin edar dan harganya murah.

"Ini mengancam industri dalam negeri. Selain itu juga merugikan negara karena produk ilegal tidak membayar pajak," ucap Penny, di Kantor Balai Besar POM Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Diutarakannya bahwa peran Badan POM mendukung pengembangan industri obat, makanan, dan kosmetik dalam negeri dengan upaya percepatan registrasi dan notifikasi yang lebih mudah sehingga masyarakat tidak  membeli produk impor yang ilegal tapi produk dalam negeri yang resmi, mutu dan keamanannya terjamin.

Keberadaan RUU tersebut, kata Penny, diharapkan dapat pula memperkuat kapasitas penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Badan POM. Pasalnya selama ini kewenangan PPNS Badan POM dalam menyelidiki kejahatan di bidang obat, kosmetik, dan makanan masih mengacu pada Undang-Undang No.8/ 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang hanya terbatas pada fungsi penyidikan.

Badan POM meminta pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar fungsi PPNS ditingkatkan tidak hanya menyidik tapi juga memeriksa perkara, menggeledah tempat kejadian perkara, menguji produk yang dianggap ilegal dan menyita barang bukti dari pelaku. Ditambah dengan kewenangan menahan atau menangkap pelaku kejahatan.

Dari segi hukuman terhadap pelaku kejahatan, Badan POM telah melakukan perjanjian kerjasama bersama kejaksaan dan kepolisian agar aparat penegak hukum dapat menuntut dengan hukuman yang memberikan efek jera. Hanya saja, Undang-Undang yang dijadikan acuan ialah UU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur pidana minimal. Hal itu diutarakan oleh Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf.

Padahal di Undang-Undang lainnya seperti UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ancaman hukuman bagi pelaku kejahatan obat ilegal antara lain pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak 1,5 miliar rupiah. (OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik