Laut Banda Diperkirakan Masih Menyimpan Energi Besar

Dhika Kusuma Winata
24/6/2019 19:12
Laut Banda Diperkirakan Masih Menyimpan Energi Besar
kepala BMKG Dwikorita Karnawati(MI/Seno)

BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan zona subduksi atau patahan di Laut Banda, Maluku, masih menyimpan energi besar yang belum terlepaskan. Kewaspadaan tinggi diperlukan jika sewaktu-waktu energi besar itu terlepaskan dan memicu gempa hebat.

"Di situ (Patahan Banda) potensi kejadian gempanya tinggi tetapi faktanya kini terjadi gempa yang masih rendah. Artinya, energi yang tersimpan belum keluar semua," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam jumpa pers di kantor BMKG, Jakarta, Senin (24/6).

Pernyataan itu dikeluarkan BMKG menanggapi sejumlah kejadian gempa yang terjadi Senin (24/6) pagi secara beruntun. Pada pukul 08.05 WIB, gempa berkekuatan magnitudo 6,1 melanda Kabupaten Memberamo Raya, Papua.

Pusat gempa terletak di darat pada jarak 85 km arah tenggara Kota Burmeso, Kabupaten Memberamo Raya, dengan kedalaman 10 km.

Baca juga : Gempa Maluku Terasa Sampai Kupang

Adapun sumber gempa berasal dari aktivitas sistem sesar lokal. Hingga siang hari, BMKG mencatat sedikitnya ada 27 gempa susulan dengan kekuatan yang lebih kecil.

Selang beberapa waktu, gempa juga mengguncang Laut Banda, Maluku, pada pukul 09.53 WIB. Hasil analisis BMKG menunjukkan gempa berkekuatan magnitudo 7,4.

Pusat gempa terletak di laut pada jarak 289 km arah barat laut Kota Saumlaki, dengan kedalaman 220 km. Gempa bersumber dari zona subduksi di Laut Banda.

Dwikorita mengatakan meski kedua gempa tersebut terjadi beruntun, namun keduanya merupakan aktivitas berbeda dan tidak saling berkaitan. Ia melanjutkan hingga kini belum ada laporan kerusakan dan korban akibat gempa. Kedua gempa juga tidak memicu tsunami.

"Pusat-pusat gempa tersebut baik yang di Papua bagian utara ataupun Patahan Banda di Laut Banda zonanya berbeda dan tidak ada saling kontak," imbuh Dwikorita.

Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono mengatakan sejarah gempa kuat pernah terjadi di Laut Banda pada 1918 dengan magnitudo 8,1, pada 1938 magnitudo 8,4, pada 1950 7,6, pada 1950 magnitudo 8,1, dan 1963 dengan magnitudo 8,2.

Adapun di kawasan Mamberamo, gempa kuat tercatat pertama kali terjadi pada 1900 dengan magnitudo 7,8, pada 1916 dengan magnitudo 8,1, pada 1971 dengan magnitudo 8,1, dan pada 2015 dengan magnitudo 7,2.

Sejak 1970-an, BMKG mencatat kedua wilayah tersebut memang terus mengalami gempa didominasi dalam skala kecil. Dikhawatirkan, masih tersimpan energi besar yang belum terlepaskan. Meski begitu, lanjut dia, jika keduanya dibandingkan, kekuatan gempa di Laut Banda berpotensi masih lebih besar.

"Dengan memperhatikan banyaknya catatan sejarah gempa kuat tersebut, zona subduksi Banda merupakan kawasan sangat rawan gempa dan tsunami yang patut diwaspadai di wilayah Indonesia timur," ucap Daryono. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya