Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Bidasan Bahasa Meneladani

Farhatun nurfitriani Staf Bahasa Media Indonesia
23/6/2019 03:50
Bidasan Bahasa Meneladani
KBBI(ilus)

BAHASA merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan pesan, informasi, atau gagasan, baik lisan maupun tulisan. Komunikasi itu akan efektif apabila hal yang disampaikan pihak pertama dapat diterima dengan utuh oleh pihak kedua.

Untuk mencapai komunikasi yang efektif, ada beberapa hal yang harus dipenuhi, di antaranya pemilihan kata (diksi) yang tepat dan informasi yang disampaikan itu bernalar.

Akan tetapi, sayangnya masih banyak kata yang kerap kita tuturkan sehari-hari tanpa disadari penggunaannya tidak tepat dan tidak logis. Sebagai contoh, yang dapat saya kemukakan ialah kata meneladani.

Bila kita cermati, dalam berbagai ceramah keagamaan ataupun pidato, kata meneladani santer tersiar. Misalnya, penyampai mengatakan, 'Kita wajib meneladani Rasulullah' atau 'kita patut meneladani perjuangan para pahlawan bangsa'.

Rupanya, kata meneladani tidak saja marak digunakan melalui ragam lisan, tetapi juga banyak media massa yang turut serta memopulerkannya melalui ragam tulis.

Hal itu bisa kita lihat dalam judul berita berikut ini: 'Sesungguhnya Berpuasa Adalah Upaya Meneladani Sifat-Sifat Allah' (Tirto.id, Minggu, 12/5), 'Boy William Belajar Meneladani Sifat Baik Narasumber lalu Memetik Hikmahnya' (Tabloid Bintang, Senin, 11/2), dan 'Meneladani Kesederhanaan Pemimpin Muslim' (Republika, Sabtu, 18/5).

Secara maknawi, kata meneladani dalam judul-judul berita tersebut digunakan secara tidak benar. Meneladani tersebut dianggap bermakna 'mencontoh'. Padahal, jika diselisik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), meneladani bermakna memberi teladan atau mencontohi, bukan mencontoh.

Sebagai ilustrasi dalam kalimat 'Anak wajib meneladani orangtua', apakah masuk akal jika kita mencontohi orangtua yang notabene memiliki perbuatan lebih baik daripada kita? Bukankah yang seharusnya memberikan contoh atau teladan ialah orangtua?

Untuk itu, kata yang tepat ialah 'meneladan' bukan meneladani. Hal itu karena dalam KBBI, yang bermakna mencontoh, meniru, ialah kata meneladan.

Selama ini khalayak umum kerap keliru dengan penggunaan kata meneladani yang tampaknya sudah mendarah daging. Mereka menggunakannya berulang kali sehingga orang yang bertutur semakin hari akan semakin bertambah dan dianggap sebagai bahasa yang benar dan lazim. Kemudian terus menjadi suatu kebiasaan dalam proses komunikasi antarmanusia.

Kekeliruan penggunaan kata di atas serupa dengan kekeliruan kata memenangkan dan memenangi. Kata memenangkan dan memenangi tampaknya digunakan serampangan. Contohnya dalam judul berita, 'Setelah Memenangkan Perkara Jual Beli Rp2 Miliar, Anya Dwinov Tinggal Menunggu Eksekusi Lahan' (Warta Kota, 17/6). Dalam KBBI, kata memenangkan menjadikan sang objek menang, yaitu menjadikan diri sebagai yang menang atau memutuskan satu pihak menang.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya