Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
TUNGGAKAN iuran menjadi masalah yang dihadapi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, di samping permasalahan arus kas. Ada kelompok peserta yang belum patuh dalam membayar iuran.
Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan, Kemal Imam Santoso, mengungkapkan dari semua segmen kepesertaan, BPJS Kesehatan mencatat kelompok peserta bukan penerima upah (PBPU) yang paling banyak menunggak iuran. Kolektibilitas iuran dari segmen itu mencapai 55% hingga 60%.
Data BPJS Kesehatan menunjukkan dari sekitar 31 juta peserta PBPU, 39% di antaranya terhambat dalam pembayaran iuran. “Peserta tidak membayar karena sanksi tidak ditegakkan,” kata Kemal seusai pemaparan public expose BPJS Kesehatan 2018 di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, kemarin.
Ia menjelaskan, terkait iuran sudah diatur dalam Peraturan Presiden 86/2013 tentang Pengenaan Sanksi Administratif. Namun, lanjutnya, di dalamnya belum ada aturan spesifik yang mengatur sanksi keterlambatan membayar iuran.
Pasal 9 ayat 2 PP itu menyatakan, setiap orang, pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran, dapat terkena sanksi tidak bisa mendapatkan pelayanan publik apabila tidak mendaftarkan diri dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pelayanan publik yang tidak diberikan kepada mereka antara lain izin mendirikan bangunan, surat izin mengemudi, sertifikat tanah, paspor, dan surat tanda nomor kendaraan bermotor.
Oleh karena itu, lanjut Kemal, BPJS Kesehatan mendorong adanya penyesuaian regulasi terkait sanksi. “Kami berharap pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga lain juga punya pemahaman yang sama. Kita harus koordinasi, mengatur sanksi di negara ini tidak mudah.”
Hal senada diutarakan oleh Asisten Deputi Bidang Database BPJS Kesehatan Nuim Mubaraq. Ia menyebutkan, BPJS Kesehatan tidak mempunyai masalah dalam kolektabilitas iuran peserta, kecuali segmen peserta bukan penerima upah. Pada 2018, ungkapnya, dari 31,1 juta peserta peserta bukan penerima upah, peserta yang berstatus aktif hanya 16,7 juta (53%). Selebihnya berstatus non aktif karena tidak membayar iuran.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, tunggakan iuran dari peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja mencapai Rp2,1 triliun pada 2018.
Sedangkan untuk iuran dari peserta segmen lain seperti peserta penerima bantuan iuran yang jumlahnya mencapai 96,6 juta jiwa, BPJS Kesehatan menganggap kepatuhan iuran tidak ada masalah karena rutin dibayarkan oleh pemerintah. Sedangkan peserta pekerja penerima upah kolektibilitas iurannya sangat tinggi.
Badan usaha
Peserta pekerja penerima upah dari pemerintah seperti ASN, TNI, dan Polri yang berjumlah 17,3 jiwa, menurut Nuim, pembayaran iurannya 100%. Sementara itu, peserta pekerja penerima upah badan usaha dengan peserta 33,4 juta jiwa kepatuhan membayar iurannya hingga 99,4% pada data April 2019.
“Untuk (peserta pekerja penerima upah) badan usaha, sebelum tanggal 10 setiap bulan mereka sudah bayar, karena ada sistem pembayaran premi tertutup apabila jumlah yang dibayarkan tidak sesuai dengan tagihan, sehingga mereka tidak bisa membayar iuran.”
Begitu pula dengan peserta JKN yang dibayarkan oleh pemerintah daerah (pemda), Nuim menjelaskan, sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No 183/2013, pemda yang menunggak iuran BPJS Kesehatan, dana alokasi umumnya akan dipotong untuk membayar tunggakan tersebut. (H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved