Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
INDONESIA dan sebagian besar negara-negara di Asia Tenggara bersiap memasuki periode bonus demografi, kondisi yang populasi usia produktif lebih banyak dari usia nonproduktif. Indonesia diprediksi akan mengalami puncak bonus demografi pada 2030 mendatang. Tidak dimungkiri, bonus demografi ialah hasil dari kerja keras pemerintah dalam menurunkan angka kelahiran total (TFR) melalui program keluarga berencana (KB). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan angka TFR di Indonesia turun dari 2,6 anak per perempuan pada 2012 menjadi 2,4 pada 2017.
Data tersebut berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) yang diselenggarakan BKKBN bersama Badan Pusat Statistik dan Kementerian Kesehatan. Berkat keberhasilan Indonesia di bidang kependudukan, menjadikannya sebagai negara yang dipandang penting dalam setiap forum dan kerja sama internasional di bidang tersebut.
Dalam konferensi UN High Level on Buenos Aires Plan of Action (BAPA) the 40th Anniversary of South-South Cooperation Commemoration di Buenos Aires, Argentina, 18-22 Maret 2019, dan Sidang Komisi PBB tentang Kependudukan dan Pembangunan (UN CPD) ke-52 di Amerika Serikat pada 1-5 April 2019, Indonesia berbagi pengalaman dan best practices kepada Delegasi dari negara-negara lain. Sekretaris Utama BKKBN, Nofrijal, mengakui Indonesia ditempatkan sebagai negara- negara yang terhormat di dalam Kerja Sama Selatan- Selatan.
Terkait dengan peran Indonesia dalam Konferensi BAPA ke-40 dan Sidang UN CPD ke-52, reporter Media Indonesia Haufan Hasyim Salengke mewawancarai Nofrijal di ruang kerja, di Jakarta, Jumat (12/4). Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana kontribusi yang diberikan Indonesia dalam pertemuan komunitas internasional tersebut, terutama terkait dengan masalah kependudukan global?
Alhamdulillah hari pertama dan kedua Sidang Kerja Sama Negara Selatan-Selatan (South- South Cooperation Triangular) 2019 yang dikenal dengan BAPA+40 (Buenos Aires Plan of Action+40) di Buenos Aires Argentina 19-22 Maret 2019, saya diminta untuk mempresentasikan pengalaman Indonesia dalam kerja sama negara-negara selatan.
Dalam side event, saya memaparkan peranan sentral dan keunggulan komparatif Indonesia dalam program kependudukan dan keluarga berencana, khususnya mengorganisasikan dan mendinamiskan peranan generasi muda dalam era bonus demografi. Pada hari kedua dalam sesi interaktif, saya diminta menjadi pembicara pertama dari 30 negara dan lembaga swadaya masyarakat internasional dalam menyampaikan pengalaman baik dan harapan Indonesia terhadap South-South Program Action.
Bagaimana Anda menekankan isu kependudukan di forum itu?
Untuk kerja sama di bidang kependudukan dan kesejahteraan, saya menyampaikan pesan baru untuk saling bertukar pengalaman di bidang dinamika kependudukan, siklus kehidupan, serta remaja dalam menghadapi bonus demografi. Konferensi yang dibuka Presiden Argentina tersebut juga menghadirkan Menteri Perencanaan Pembangunan/Ketua Bappenas yang sekaligus menjadi pembicara kunci di sesi pleno, staf ahli Menteri Luar Negeri, Deputy LIPI, delegasi pemerintah dan perwakilan NGO internasional di Indonesia.
Indonesia ialah salah satu negara yang memelopori terbentuknya South-South Cooperation (SSC) yang muncul dari semangat Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung. Dalam kesempatan berbagi pengalaman saya kemukakan keunggulan komparatif Indonesia dalam program KB dan sudah diadopsi lebih kurang 104 negara berkembang di seluruh dunia yang tergabung dalam South-South Cooperation Triangular (SSTC). Saya juga menekanan tentang keutuhan kerja sama di masa datang dan pengalaman sukses Indonesia dalam 4-5 tahun terakhir.
Apa keunggulan Indonesia yang Anda paparkan terkait dengan KB?
Keunggulan Indonesia ada beberapa aspek, seperti aspek partisipasi masyarakat, petugas dan relawan lapangan, promosi dan kampanye KB, komitmen dan perencanaan program, managemen data dan informasi, serta pelatihan teknologi kontrasepsi terkini. Kesempatan ini saya gunakan untuk mempromosikan The Centre of Excellent of International Training yang berpusat di Kantor Halim Jakarta dengan 11 provinsi andalan (field laboratorium of family planning. Ke-11 provinsi itu, yakni Bali, Jogyakarta, Sumatra Barat, Jawa Timur, Jawa Barat, NTB, Jawa Tengah, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, DKI Jakarta, dan Sulawesi Selatan.
Bagaimana respons delegasi atau masyarakat internasional terhadap program KB Indonesia?
Saya memimpin bilateral meeting dengan delegasi Maladewa. Negara ini ingin belajar ke Indonesia tiga hal, yakni peran tokoh agama dan keluarga dalam program KB dan kesehatan reproduksi, program generasi berencana, dan manajemen kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need).
Dalam waktu dekat akan ada kunjungan timbal balik antara BKKBN dan Kementrian Kesehatan Maladewa. Selanjutnya, saya juga mengadakan pertemuan bilateral dengan negara sahabat Indonesia, yaitu Tunisia dan Malaysia. Pertemuan itu saya sebut ‘triple a meeting’. Tunisia punya keunggulan di bidang traning dan development dengan centre of excellent yang terkuat di negara Afrika dan Gurun Sahara. Memiliki program modeling dalam pelatihan medis KB dan contoh sukses mengajak peran tokoh agama dalam program keluarga berencana.
Selain itu, Tunisia juga memiliki program kesiapan menyongsong bonus demografi. Sementara itu, dengan pemerintahan Kerajaan Malaysia terbuka kerja sama yang lebih luas di bidang pembangunan keluarga dan pengelolaan penduduk lansia. Sekarang sedang didesain program segitiga PBB-Malaysia-Indonesia untuk analisis benefit investmen aging population. LPPKN (Lembaga Penduduk dan Pembanguan Keluarga Negara) Malaysia juga membuka kesempatan kepada pemerintah pusat dan daerah serta lembaga swadaya masyarakat Indonesia untuk mengikuti program pelatihan dan pengembangan keluarga.
Indonesia yang pernah dijajah Belanda, bertemu dengan Tunisia yang pernah diduduki Prancis dan Malaysia yang pernah jadi jajahan Inggris duduk bareng mendiskusikan kemakmuran dan kemajuan bangsa masing-masing melalui Program KB di era revolusi industri 4.0.
Bisa dijelaskan lebih lanjut tentang pandangan negaranegara peserta?
Semua negara dan kawasan menyebutkan keluarga berencana dan pemenuhan hak-hak reproduksi menjadi tren utama, disusul dengan kesiapan suatu bangsa menghadapi dan memanfaatkan bonus demografi, kekerasan terhadap perempuan, penduduk usia lanjut, dan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja. Indonesia sendiri berada di Regional Asia Pasifik yang bermarkas di Bangkok, Thailand. Hampir semua negara menyampaikan perkembangan isu kependudukan, KB dan isu terkait, serta tetap membutuhkan kerja sama negara maju berkembang, negara berkembang, negara selatan-selatan, dan negara utara-selatan.
Lalu dalam sidang PBB untuk CPD, apa kepentingan nasional yang dibawa?
Dalam side meeting, saya diundang untuk melakukan review bersama tentang kemajuan SDG (tujuan pembangunan berkelanjutan) khususnya migrasi, pada September 2019 di Bangkok, Thailand. Ada juga diskusi menyongsong peringatan 25 tahun CPD dan 50 tahun UNFPA yang akan diselenggarakan di Nairobi pada 14 November 2019. Indonesia akan mengambil peran strategis dan mengajukan proposal untuk menyelenggarakan
side event yang berkaitan dengan program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) dalam era Health and Universal Coverage (Jaminan Kesehatan Universal).
Apa yang menjadi komitmen bersama negara-negara peserta?
Kata penutup dari Ketua Sidang CPD 52 dan Executive Director UNFPA serta Kepala Divisi Kependudukan PBB menjadi mile stone komitmen dunia terhadap kependudukan dan kesehatan reproduksi. Ada ‘3 zero’ yang akan menjadi target global dan menyemangati perjalanan CPD setelah berusia 25 tahun, yakni pertama, zero kematian ibu hamil dan melahirkan; kedua, zero unmet-need keluarga berencana; dan ketiga, zero kekerasan terhadap perempuan. Berat tapi harus, kematian ibu hamil dan melahirkan di Indonesia masih sangat tinggi 305 dari 100 ribu kehamilan setiap tahun, dengan 5 juta kehamilan dan melahirkan.
Unmet-need keluarga berencana-pasangan yang sudah teriak-teriak ingin ikut KB tetapi tidak terlayani jumlahnya pada 2018 sebesar 5 juta jiwa, serta angka kekerasan terhadap perempuan yang terus meningkat secara absolut. Kerja keras bangsa Indonesia ialah sebuah keharusan supaya pintu kemakmuran dan kemajuan bisa dimasuki. Kalau tidak, Indonesia akan jalan di tempat dan bahkan mungkin mundur. Siapa pun orangnya, apa pun partainya, serta di mana pun posisinya, 3 zero tersebut harus direbut.
Bagaimana peran pandangan Indonesia?
Dalam perbincangan pamit dengan Duta Besar Indonesia untuk PBB Bapak Dian Triansyah, terungkap bahwa Indonesia diminta kembali unggul dalam program kependudukan dan keluarga berencana. Sebagai negara yang pernah berpengalaman sukses perlu terus melakukan penataan agar menjadi rujukan global. Salah satunya di lingkup Kerja sama SSCT dan Komisi PBB tentang Kependudukan dan Pembangunan (UN CPD). (S2-25)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved