Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Sapardi Djoko Damono Ikhlas Karyanya Dimonetisasi

Tosiani
17/3/2019 04:40
Sapardi Djoko Damono Ikhlas Karyanya Dimonetisasi
(MI/Iwan K)

PENYAIR senior Sapardi Djoko Damono, 78, mengikhlaskan karya-karya puisi dan sajaknya kerap diambil orang tanpa seizinnya. Karya-karya­nya itu biasanya digunakan untuk berbagai kepentingan yang menghasilkan uang, antara lain dibuat lagu untuk direkam dan dijual.

Fenomena monetisasi tersebut diakui Sapardi kerap membuatnya bersikap seolah-olah marah kepada pelakunya. Akan tetapi, lanjutnya, sebenarnya ia tidak marah.

“Saya kadang pura-pura marah sewaktu ada yang mengontak saya untuk meminta maaf dan sekaligus minta izin sudah menggunakan puisi atau sajak saya. Saya tanyakan mengapa tidak minta izin lebih dulu. Tapi sebenarnya saya sama sekali tidak marah,” ujarnya saat ditemui di Universitas Indonesia (UI) Depok, Jumat (15/3).

Sang pujangga itu juga mengatakan, saat ini ada lebih dari 30 karya puisi yng ia tulis dan di-posting ke media sosial. Hampir semua puisi itu pernah digunakan orang lain. Salah satunya digunakan pianis Ananda Sukarlan untuk membuat lagu. 

Hal tersebut ia ketahui saat Ananda mengontaknya untuk memberi tahu. Sapardi mengaku ikhlas meski dirinya tidak menerima royalti maupun kompensasi dalam bentuk apa pun.
“Puisi itu, begitu saya tulis, maka sudah jadi milik Anda. Jadi, saya ikhlas saja kalau diambil dan digunakan oleh orang lain,” tutur pengajar sastra Indonesia di UI tersebut.

Ia bercerita, suatu kali ada pula orang lain yang membuat lagu dari puisi-puisinya, kemudian direkam dalam bentuk CD dan kaset. Ketika dipentaskan, Sapardi menilai hal itu bagus. Namun, ketika ia meminta satu CD dari lagu yang diambil dari puisinya itu, Sapardi malah diminta membayar Rp200 ribu. Ia pun dengan sukarela membayarnya.

“Waktu dipentaskan, saya merasa kok itu bagus, dan saya terharu. Banyak yang ambil sajak-sajak saya untuk dibuat lagu. Ada lagu pop, keroncong, dan lainnya. Saya sering ter­kaget-kaget saja, lo, itu lagu kok dari sajak saya,” katanya.

Peraih penghargaan Ubud Writers and Readers Festival pada 2018 itu  mengingatkan bahwa buku-bukunya bukanlah kitab suci. Namun, dari yang ia ketahui ada lebih dari 100 undangan pernikahan menggunakan kutipan dari sajak-sajaknya. Bahkan, ada pula yang menjadikan buku karyanya sebagai seserahan saat menikah.

“Saya senang Anda suka mengumpulkan puisi dan buku saya. Pekerjaan saya menulis, Anda membaca, terserah Anda memaknai bacaan Anda. Karena kesusastraan itu hidup justru karena maknanya banyak, multiinterpretasi,” katanya.


Berhenti menulis

Sapardi mengaku sudah mulai menulis saat duduk di bangku SMP ketika masih tinggal di Solo, Jawa Tengah. Namun, ia sudah mulai suka membaca ketika di sekolah dasar. Agar bisa menulis, ujarnya, harus banyak membaca. Jika banyak membaca, akan tumbuh wawasan dan selanjutnya lebih lincah dalam menulis.

“Saya juga pernah berhenti menulis cukup lama karena waktu itu tulisan saya dibilang tidak masuk akal. Lalu ingin mulai lagi menulis, saya menulis puisi dan cerpen yang tidak perlu harus masuk akal,” kisahnya.

Menurut dia, jika seseorang tiba-tiba mengalami kebuntuan dan rasa bosan di te­ngah-tengah aktivitas menulis, sebaiknya berhenti dahulu. Seseorang tidak harus menulis terus-menerus.
Kebuntuan itu juga pernah dia alami saat menulis Pinkan Melipat Jarak. Ia berhenti menulis berkali-kali karena tidak bisa melanjutkan cerita.

Hingga saat ini sudah banyak karya Sapardi yang diterbitkan menjadi buku, di antaranya Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari, Suddenly the Night, Before Dawn, Babad Batu, Melipat Jarak, Ayat-Ayat Api, Black Magic Rain, Pingkan Melipat Jarak, Bilang Begini Maksudnya Begitu, Suti, Namaku Sita, Sutradara itu Menghapus Dialogku, Trilogi Oekram, Mantra Orang Jawa, Membunuh Orang Gila, Pengarang telah Mati, Perihal Gendis, dan Bulan Bugil Bulat. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya