Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

Dua Obat Kanker tidak Jadi Dihapus

Indriyani Astuti
13/3/2019 09:55
Dua Obat Kanker tidak Jadi Dihapus
(MI Grafik Terbit)

DUA obat terapi target kanker kolorektal (usus besar), bevasizumab dan setuksimab kembali ditanggung negara, setelah sempat dihapus dari daftar program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per 1 Maret 2019.

Penghapusan kedua obat itu dari terapi target kanker usus besar pasien JKN termuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/707/2018.

Kini, kedua obat itu tetap ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan), namun dengan pembatasan atau restriksi melalui diagnosa yang tepat dari dokter ahli.

"(Penghapusan obat) Ditunda karena akan dikaji ulang melibatkan semua stakeholder," ujar Menteri Kesehatan Nila F Moelek, di Jakarta, kemarin.

Kebijakan itu ditunda setelah menuai protes para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat kerja bersama mitra terkait di Gedung Senayan, Jakarta, Senin (11/3).

Penundaan itu juga didasari masukan dari Perhimpunan Dokter Sesialis Bedah Digensif Indonesia (Ikabdi) dan Perhimpunan Dokter Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (Perhompedin). Pasalnya, Ikabdi mengaku tidak dilibatkan dalam rencana penghapusan dua obat terapi target kanker usus besar. (Media Indonesia, 12/3)

Menkes mengatakan, penundaan itu tak berbatas waktu, hingga tuntasnya hasil kajian secara ilmiah mengenai efektivitas pemberian dua obat untuk pasien kanker kolorektal itu. "Lamanya belum dapat dipastikan," ucap Menkes.

Menurutnya, kajian itu penting karena obat yang diberikan tidak bisa sembarangan. Di samping harganya yang relatif mahal, dua obat tersebut merupakan terapi tambahan selain pengobatan standar yang diterima pasien JKN.

Ketua Komnas Penyusunan Formularium Nasional (Fornas) Prof Iwan Dwiprahasto mengiyakan, obat terapi target bagi pasien kanker memang berbiaya mahal. "Industri menerapkan harga yang tidak ramah untuk pembelian obat terapi target. Padahal, di negara lain lebih murah," tukasnya.

Screening massal

Ketua Umum Cancer Information & Support Center (CISC) Aryanthi Baramuli Putri menyambut baik keputusan Menkes. "Perjuangan kami di CISC bersama menyampaikan bahwa kanker bukan lagi merupakan 'vonis kematian' sehingga hak pasien kanker untuk mendapatkan pengobatan terbaik harus diperjuangkan," katanya.

Menurutnya, pasien berhak untuk mendapatkan pengobatan terbaik melalui ketersediaan obat inovatif seperti target terapi. Bertepatan dengan Bulan Kesadaran Kanker Kolorektal pada Maret, ia berharap nantinya ada keputusan yang lebih berpihak pada pasien.

Ketua Komite Penilaian Teknologi Kesehatan (KPTK), Prof Sudigdo Sastroasmoro, SpA (K) menyatakan, pencegahan merupakan hal yang penting dilakukan agar jangan sampai pasien kanker jatuh pada kondisi stadium lanjut. Pasalnya penyakit yang sudah pada stadium lanjut, menghabiskan biaya pengobatan yang mahal.

"Untuk mencegah orang ke stadium lanjut, lakukan skrining (pemeriksaan) massal. Orang yang sakit (kanker) tidak bisa langsung ke stadium 3."

Menurut dia, pemeriksaan bisa dilakukan di fasilitas kesehatan yang memadai sehingga penyakit bisa ditangani sejak dini.

Selain menyoroti kebijakan penghapusan obat terapi target kanker kolorektal, DPR juga mempertanyakan solusi pembiayaan katastropik yang cukup besar menguras dana JKN. "Penyakit katastropik seperti penyakit jantung, kanker, gagal ginjal stroke, thalasemia, leukimia, hemofilia, sirosis hepatis membutuhkan pembiayaan yang jelas," sebut Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf M Efendi. (H-3)TSA sendiri semacam biro yang kini sudah mengkoordinasi lima sentral perbelanjaan di Australia. Managemen TSA membuat perjanjian dan kontrak dengan pusat pertokoan, membentuk kartu keanggotaan dan menawarkan pada biro perjalanan yang berminat. ''Jadi kami menjadi(60) Indonesia menduduki urutan pertama di Asia dalam kategori banyaknya pengeluaran dana selama melakukan perjalanan wisata, bisnis atau pun keperluan lain di Australia.

Data yang diambil dari Australian Tourist Commision (ATC) menunjukkan, selama lima tahun berturut-turut (1990-1995), pengeluaran masyarakat (65)Indonesia terus meningkat dan menempati urutan pertama dibanding negara-negara Asia lainnya. Setelah Indonesia, Jepang menjadi negara kedua untuk kategori pengeluaran terbanyak.

Pengeluaran itu menurut Junivera Gunawan selaku Public Relation Manager dari ATC Indonesia, dihitung berdasarkan pengeluaran selama(70) di Australia. Itu berarti termasuk penginapan, makan dan belanja atau istilah 'beken'-nya shoping. ''Berdasarkan data yang kami kumpulkan, sejak 1990 Indonesia terus menempati urutan pertama. Walaupun pada tahun 1992 dan 1993 sempat mengalami penurunan jumlah pengeluaran perorang,'' tuturnya.(75)

Catatan data yang dihitung dengan dolar Australia, pada tahun 1990 dana yang dikeluarkan perorang mencapai 2.137 ribu, 1991 sekitar 2.798 ribu, tahun 1992 - 2.789 ribu, 1993 - 2.801 ribu, 1994 meningkat drastis menjadi 3.504 ribu dan catatan terakhir pada tahun 1995 telah mencapai 3.555 dolar Australia. ''Itulah sebabnya Indonesia mendapat(80) julukan telur Asia. Selain jumlah kunjungannya terus meningkat, pengeluarannya pun tergolong paling banyak dibanding negara Asia lain.''

Lebih jauh diungkapkan, masyarakat Indonesia khususnya wisatawan yang datang ke Australia, biasanya tidak bisa dipisahkan dari kegiatan(85) belanja. Mereka menyempatkan diri datang ke pertokoan dan memborong barang untuk oleh-oleh atau sekedar cinderamata. ''Banyak pengelola pertokoan mengatakan, masyarakat Indonesia sangat senang berbelanja. Kecenderungan itu sebenarnya juga terlihat pada wisatawan negara Asia lain. Tetapi agaknya Indonesia memiliki potensi besar.''(90)

Melihat kecenderungan tersebut, tak heran bila wisata belanja di negeri kanguru berkembang pesat. Mereka tidak hanya sekedar mendirikan pertokoan, tetapi juga memanfaatkan gedung tua yang sekaligus menjadi salah satu obyek wisata, melakukan koordinasi dengan biro perjalanan, membuat kartu keanggotaan berdiskon, dan sebagainya. Semua dilakukan(95) dalam rangka promosi untuk menjaring lebih banyak pembeli dari pasar potensial.

Salah satu promosi yang belum lama ini dilakukan adalah melalui arena Travel Australia Business Show'97, yang diselenggarakam di Bali. Mereka menawarkan paket-paket belanja dengan diskon menarik, serta(100)Indonesia menduduki urutan pertama di Asia dalam kategori banyaknya pengeluaran dana selama melakukan perjalanan wisata, bisnis atau pun keperluan lain di Australia.

Data yang diambil dari Australian Tourist Commision (ATC) menunjukkan, selama lima tahun berturut-turut (1990-1995), pengeluaran masyarakat (105)Indonesia terus meningkat dan menempati urutan pertama dibanding negara-negara Asia lainnya. Setelah Indonesia, Jepang menjadi negara kedua untuk kategori pengeluaran terbanyak.

Pengeluaran itu menurut Junivera Gunawan selaku Public Relation Manager dari ATC Indonesia, dihitung berdasarkan pengeluaran selama(110) di Australia. Itu berarti termasuk penginapan, makan dan belanja atau istilah 'beken'-nya shoping. ''Berdasarkan data yang kami kumpulkan, sejak 1990 Indonesia terus menempati urutan pertama. Walaupun pada tahun 1992 dan 1993 sempat mengalami penurunan jumlah pengeluaran perorang,'' tuturnya.(115)

Baca Juga: Pengganti 2 Obat Kanker Kolorektal Tergantung Ahli Bedah Onkologi

Catatan data yang dihitung dengan dolar Australia, pada tahun 1990 dana yang dikeluarkan perorang mencapai 2.137 ribu, 1991 sekitar 2.798 ribu, tahun 1992 - 2.789 ribu, 1993 - 2.801 ribu, 1994 meningkat drastis menjadi 3.504 ribu dan catatan terakhir pada tahun 1995 telah mencapai 3.555 dolar Australia. ''Itulah sebabnya Indonesia mendapat(120) julukan telur Asia. Selain jumlah kunjungannya terus meningkat, pengeluarannya pun tergolong paling banyak dibanding negara Asia lain.''

Lebih jauh diungkapkan, masyarakat Indonesia khususnya wisatawan yang datang ke Australia, biasanya tidak bisa dipisahkan dari kegiatan(125) belanja. Mereka menyempatkan diri datang ke pertokoan dan memborong barang untuk oleh-oleh atau sekedar cinderamata. ''Banyak pengelola pertokoan mengatakan, masyarakat Indonesia sangat senang berbelanja. Kecenderungan itu sebenarnya juga terlihat pada wisatawan negara Asia lain. Tetapi agaknya Indonesia memiliki potensi besar.''(130)

Melihat kecenderungan tersebut, tak heran bila wisata belanja di negeri kanguru berkembang pesat. Mereka tidak hanya sekedar mendirikan pertokoan, tetapi juga memanfaatkan gedung tua yang sekaligus menjadi salah satu obyek wisata, melakukan koordinasi dengan biro perjalanan, membuat kartu keanggotaan berdiskon, dan sebagainya. Semua dilakukan(135) dalam rangka promosi untuk menjaring lebih banyak pembeli dari pasar potensial.

Salah satu promosi yang belum lama ini dilakukan adalah melalui arena Travel Australia Business Show'97, yang diselenggarakam di Bali. Mereka menawarkan paket-paket belanja dengan diskon menarik, serta(140) penawaran harga yang konon sesuai dengan harga pabrik atau lebih murah dibanding Singapura yang sudah lebih dahulu dikenal sebagai surga belanja.

Penawaran paket itu antara lain datang dari shopping Spree, Melbourne Central life the city dan Go Shop Australia. Mereka menawarkan(145) wisata belanja sebagai salah satu gaya hidup, dalam bentuk paket kepada pangsa pasar Asia. ''Dan ternyata responnya sangat baik. Banyak yang berminat untuk memasukkan dalam agenda paket perjalanan wisata,'' tutur John Polson selaku managing Director Tourism Shopping Australia TSA yang mengeluarkan kartu keanggotaan Go Shop(150) Australia.

Lebih lanjut diungkapkan, sejak buka beberapa tahun lalu hingga saat ini, tercatat sudah 200.000 orang yang menjadi anggota. 30.000 diantaranya berasal dari Indonesia. ''Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial. Masyarakatnya sangat menyukai belanja,'' katanya.(155)

TSA sendiri semacam biro yang kini sudah mengkoordinasi lima sentral perbelanjaan di Australia. Managemen TSA membuat perjanjian dan kontrak dengan pusat pertokoan, membentuk kartu keanggotaan dan menawarkan pada biro perjalanan yang berminat. ''Jadi kami menjadi(160) Indonesia menduduki urutan pertama di Asia dalam kategori banyaknya pengeluaran dana selama melakukan perjalanan wisata, bisnis atau pun keperluan lain di Australia.

Data yang diambil dari Australian Tourist Commision (ATC) menunjukkan, selama lima tahun berturut-turut (1990-1995), pengeluaran masyarakat (165)Indonesia terus meningkat dan menempati urutan pertama dibanding negara-negara Asia lainnya. Setelah Indonesia, Jepang menjadi negara kedua untuk kategori pengeluaran terbanyak.

Pengeluaran itu menurut Junivera Gunawan selaku Public Relation Manager dari ATC Indonesia, dihitung berdasarkan pengeluaran selama(170) di Australia. Itu berarti termasuk penginapan, makan dan belanja atau istilah 'beken'-nya shoping. ''Berdasarkan data yang kami kumpulkan, sejak 1990 Indonesia terus menempati urutan pertama. Walaupun pada tahun 1992 dan 1993 sempat mengalami penurunan jumlah pengeluaran perorang,'' tuturnya.(175)

Catatan data yang dihitung dengan dolar Australia, pada tahun 1990 dana yang dikeluarkan perorang mencapai 2.137 ribu, 1991 sekitar 2.798 ribu, tahun 1992 - 2.789 ribu, 1993 - 2.801 ribu, 1994 meningkat drastis menjadi 3.504 ribu dan catatan terakhir pada tahun 1995 telah mencapai 3.555 dolar Australia. ''Itulah sebabnya Indonesia mendapat(180) julukan telur Asia. Selain jumlah kunjungannya terus meningkat, pengeluarannya pun tergolong paling banyak dibanding negara Asia lain.''

Lebih jauh diungkapkan, masyarakat Indonesia khususnya wisatawan yang datang ke Australia, biasanya tidak bisa dipisahkan dari kegiatan(185) belanja. Mereka menyempatkan diri datang ke pertokoan dan memborong barang untuk oleh-oleh atau sekedar cinderamata. ''Banyak pengelola pertokoan mengatakan, masyarakat Indonesia sangat senang berbelanja. Kecenderungan itu sebenarnya juga terlihat pada wisatawan negara Asia lain. Tetapi agaknya Indonesia memiliki potensi besar.''(190)

Melihat kecenderungan tersebut, tak heran bila wisata belanja di negeri kanguru berkembang pesat. Mereka tidak hanya sekedar mendirikan pertokoan, tetapi juga memanfaatkan gedung tua yang sekaligus menjadi salah satu obyek wisata, melakukan koordinasi dengan biro perjalanan, membuat kartu keanggotaan berdiskon, dan sebagainya. Semua dilakukan(195) dalam rangka promosi untuk menjaring lebih banyak pembeli dari pasar potensial.

Salah satu promosi yang belum lama ini dilakukan adalah melalui arena Travel Australia Business Show'97, yang diselenggarakam di Bali. Mereka menawarkan paket-paket belanja dengan diskon menarik, serta(200) penawaran harga yang konon sesuai dengan harga pabrik atau lebih murah dibanding Singapura yang sudah lebih dahulu dikenal sebagai surga belanja.

Penawaran paket itu antara lain datang dari shopping Spree, Melbourne Central life the city dan Go Shop Australia. Mereka menawarkan(205) wisata belanja sebagai salah satu gaya hidup, dalam bentuk paket kepada pangsa pasar Asia. ''Dan ternyata responnya sangat baik. Banyak yang berminat untuk memasukkan dalam agenda paket perjalanan wisata,'' tutur John Polson selaku managing Director Tourism Shopping Australia TSA yang mengeluarkan kartu keanggotaan Go Shop(210) Australia.

Lebih lanjut diungkapkan, sejak buka beberapa tahun lalu hingga saat ini, tercatat sudah 200.000 orang yang menjadi anggota. 30.000 diantaranya berasal dari Indonesia. ''Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial. Masyarakatnya sangat menyukai belanja,'' katanya.(215)

TSA sendiri semacam biro yang kini sudah mengkoordinasi lima sentral perbelanjaan di Australia. Managemen TSA membuat perjanjian dan kontrak dengan pusat pertokoan, membentuk kartu keanggotaan dan menawarkan pada biro perjalanan yang berminat. ''Jadi kami menjadi(220)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya