Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
KETUA sekaligus pendiri Cancer Information and Support Center (CISC) Aryanthi Baramuli Putri menegaskan pasien memiliki hak memperoleh akses kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau seperti diatur dalam perundangan.
Hal itu, ia katakan menanggapi masalah dihentikannya pemberian obat terapi kanker payudara dengan status HER-2 positif, trastuzumab, terhadap pasien program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bernama Yuni Tanjung.
"Untuk masalah Yuni, kami sesama pasien memberikan dukungan penuh agar hak sebagai pasien diberikan," ucap Aryanthi ketika dihubungi, Minggu (3/3).
Menurutnya, karena masalah medis, maka ranah dokter yang memberikan pilihan pengobatan. Aryanthi berpendapat penanganan terhadap pasien kanker tidak bisa disamaratakan.
"Serahkan sepenuhnya kepada dokter yang menanganinya karena setiap pasien berbeda tidak bisa disamaratakan. Dari sisi pasien, tentu kami memiliki hak memperoleh akses kesehatan yang aman bermutu dan terjangkau sesuai standar medis," tuturnya.
Baca juga: Pengganti 2 Obat Kanker Kolorektal Tergantung Ahli Bedah Onkologi
Seperti diberitakan sebelumnya, Yuni Tanjung merupakan pasien yang didiagnosa terkena kanker payudara dengan status HER-2 positif. Ia mendapatkan kemoterapi di RSUP Persahabatan, karena mengalami infeksi abses perianal ketika sedang melakukan siklus kemoterapi ke-4. Pihak rumah sakit terpaksa menghentikan kemoterapi dan merekomendasikan agar pasien mendapatkan trastuzumab yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Tetapi terapi itu kemudian dihentikan karena alasan ada klausul baru bagi pengguna obat trastuzumab. Dalam klausulnya, obat itu bisa didapatkan setelah pasien menjalani 2 rejimen kemoterapi atau 12 kali kemoterapi.
Keluarga pasien keberatan jika pemberian trastuzumab dikenai restriksi. Pasalnya obat tersebut berbiaya mahal. Harga diperkirakan sekitar Rp25 juta hingga Rp28 juta per 440 miligram. Obat itu diberikan dengan skema per minggu, rekomendasi dosis muatan awal 4 mg/kg BB, pemberian melalui infus intravena. Pemberian trastuzumab minimal 8 kali siklus pengobatan.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 22/2018 tentang Petunjuk Teknis Restriksi Penggunaan Obat Trastuzumab untuk kanker payudara metastatik pada pelayanan JKN, trastuzumab diberikan untuk indikasi pengobatan kanker payudara metastatik dengan HER2 positif 3 (+++) dan diberikan pada pasien yang telah menerima sekurang-kurangnya 2 (dua) rejimen kemoterapi untuk metastatiknya.
Aturan itu dikeluarkan pada 8 Juni 2018 lalu.. Obat trastuzumab merupakan suatu monoclonalantibody yang menargetkan sel kanker payudara dengan over express protein HER2 (Human Epidermal growth factor Receptor-2), dengan kejadian berkisar 20-30% dari pasien yang baru terdiagnosis kanker payudara. Dengan terikatnya trastuzumab pada reseptor protein HER2, obat tersebut dapat menganggu pertumbuhan dan penyebaran dari sel kanker payudara.
Sebelumnya, obat trastuzumab ini diberikan kepada pasien, jaringan tumor diperiksa di laboratorium patologi anatomi menggunakan tehnik imunohistokimia untuk menentukan keberadaan HER2 di dalam sel tumor ganas payudara.(OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved