Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
MENGAWINKAN cinta dan kedisiplinan bakal membuahkan cita rasa berkarakter. Tanamera Coffee telah memulai renjana atau gairahnya pada kopi Nusantara sejak lima tahun silam.
Pukul 10.00 WIB, di Jakarta Pusat yang agak mendung, para ekspatriat sudah tenggelam bersama cangkir merah di meja mereka. Kedai kopi yang berpintu pagar kawat hitam di antara deretan ruko di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, ini menjadi lokasi favorit mereka untuk berdiskusi dan mengudap sarapan.
Saya mencoba kopi Sindoro, yang harumnya sudah mengisi rongga hidung ketika cangkir didekatkan ke mulut. Sebelumnya, beberapa waktu silam ketika suatu sore Jakarta Selatan diguyur hujan deras, saya mencoba Toraja Sapan, bersama para 'orang kantoran' di kawasan Pacific Place.
Untuk kopi Nusantara, Tanamera Coffee memang menjadi salah satu jagoan. Pelanggan yang datang ke kedai ini pun bervariasi secara demografi sesuai dengan lokasi kedai itu dibuka. Tanamera kini sudah hadir di lima kota dengan 11 kafenya. Salah satu pelanggan yang menjajal kopi racikan Tanamera Pacific Place, Jasper Lasman, mengungkapkan alasannya selalu kembali ke Tanamera.
"Ketika ngopi memang biasanya cari kedai yang menyediakan biji lokal dan specialty coffee. Seringnya sih cobain latte sama cappuccino kalau ke Tanamera. Enaknya racikan Tanamera itu acidity-nya (keasaman) masih ada, pahit tapi enggak gosong, susunya juga enggak terlalu nutupin kopinya, jadi seimbang," ungkap pekerja media tersebut.
Dini Aryani Criddle, si pemilik Tanamera Coffee, sejak awal memang sudah menyatakan komitmen dan kebanggaannya pada keberagaman karakter kopi Nusantara. Ia punya tandem yang sekaligus menjabat master roaster di kedainya, John Lee. Keduanya kadang kala menjelajah pelosok negeri bersama untuk menemukan green bean berkualitas. Seringnya, John-lah yang diberi tugas untuk mengawal hulu.
Kini, ada 20 varian biji kopi yang dimiliki kedai berlogo tulisan berwarna merah ini, berasal dari sekitar lima region penghasil kopi, Toraja, Bali, Solok, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Untuk Dini, semuanya memang jagoan, sebab bila bicara kopi, akan kembali pada perluasan preferensi cita rasa setiap pelanggan. Namun, rupanya ada yang menjadi favorit pelanggan yang telah mencobanya secara terbatas.
"Ada Java Wine Honey, yang sepertinya favorit kita, sampai pelanggan yang coba pasti selalu bilang, 'gue belum pernah coba nih,' sampai seperti itu. Namun, itu hanya sedikit saat itu, beberapa kilo saja stoknya, makanya saya minta John untuk coba kembangkan lagi," papar Dini saat ditemui di kedai pertamanya, Tanamera Coffee Thamrin, Rabu, (23/1).
Karakter Tanamera ialah kedai memproses semuanya sendiri, dari mencari arabica green bean ke pelosok daerah, seleksi, dan pemanggangan, hingga jadi secangkir kopi nan harum di hadapan pelanggan. Bagi John, penting sekali sebuah kedai kopi memanggang biji kopi sendiri.
"Kita harus expert dalam memproduksi kopi yang berkualitas, mempunyai rasa khas, dan konsisten dari green bean hingga cup. Karena semua proses (green bean process, cara simpan yang benar, roasting, dan brewing) memengaruhi rasa kopi. Dalam proses roasting, warna green bean akan mengalami perubahan dari yellow, light brown, dark brown, dan black. Dalam tahap ini, kami melakukan pengecekan aroma dan mengamati perubahan warna bijinya. Setelah biji kopi 'crack' dan ada suara 'popping', ini pertanda kopi sudah mulai berkembang rasa dan karakternya. Setelah roasting, kami 'cupping' untuk tes rasa dan kualitas kopi," jelas John yang bergabung sejak awal di Tanamera.
Disiplin membina petani
Dini dan John sepakat bahwa elemen paling berpengaruh untuk terciptanya kopi berkualitas bersumber dari green bean. Dari secangkir kopi, 60%-nya ditentukan dari kualitas biji kopinya.
"Petani kopi harus senang dalam bekerja dan harus punya motivasi yang kuat. Jadi, kita selalu menjalin hubungan yang baik dan menghargai kerja keras para petani. Untuk menemukannya (green bean), memang harus keliling terus ke daerah penghasil kopi, dan bertemu petani atau kelompok tani. Dengan begitu, kita bisa bertemu petani yang ingin menjaga dan mau belajar proses produksi kopi secara benar untuk menghasilkan kualitas bagus, bukan sekadar kuantitas besar. Setelah bertemu dengan yang cocok, kita akan cek dulu kondisi kebun dan berdiskusi untuk bekerja sama. Jika prosesnya lancar, bisa membuahkan hasil dalam jangka tiga tahun," ungkap lelaki berkebangsaan Korea tersebut.
Dini memang menjaga komitmennya untuk menghasilkan kopi Nusantara berkualitas. Ia betul-betul menjaga proses hulu hingga hilir. Di desa Manikliyu, Kintamani, Bali, misalnya. Tanamera menjalin kerja sama dengan petani lokal untuk proses seleksi biji dari seluruh daerah penghasil kopi yang petaninya bermitra dengan Tanamera.
"Dua tahun lalu, satu daerah hanya menghasilkan dua ton, dengan kita bantu prosesnya, sekarang menghasilkan 15 ton (tahun 2018), dan tahun ini kami targetkan menyentuh angka 30 ton, selama setahun, itu dari satu daerah aja," tambah Dini.
Bukan proses instan memang untuk membina petani dan mengenalkan mereka pada proses yang baik untuk hasilkan kopi berkualitas. Namun, karena kegigihan si pemilik Tanamera, kini biji yang dikembangkannya mendapat pengakuan dunia. Dua tahun berturut-turut dapat Champion International Roaster dalam Melbourne International Coffee Expo pada 2015 dan 2016, bersaing dengan berbagai negara yang dinilai sebanyak 30 juri. Total hingga kini, sudah ada 44 penghargaan internasional dari dunia kopi untuk berbagai varian biji kopi Nusantara milik Tanamera.
Dari keyakinan ini pula, ketika Tanamera sudah dikenal luas di tanahnya sendiri, kini mereka mulai berani untuk berekspansi ke kawasan Asia. Tahun ini, Singapura dan Malaysia menjadi negara tujuan Tanamera membuka kedai.
Meski menurut John ada beberapa kendala di daerah yang ditemuinya ketika ia mencari biji kopi berkualitas dan bakal memengaruhi segi produksi.
"Sewaktu saya keliling ke beberapa daerah penghasil kopi, infrastruktur memang masih kurang. Banyak jalan rusak dan longsor, listrik tidak ada, jadi masih susah untuk memfasilitasi distribusi kopi, dan hal ini bisa berdampak pada tingginya biaya. Tapi, menurut saya harus fokus edukasi petani dulu, banyak petani lokal yang belum tahu cara proses yang benar. Jika biji kopi berkualitas dari Indonesia selalu bagus, para pembeli dari dunia semua akan terfokus pada kopi Indonesia." Inilah, renjana Tanamera pada kopi Nusantara, yang menguar harum Sabang hingga Merauke. (M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved