Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Kelainan Seksual yang Memicu Perselingkuhan

Nurul Fadillah
09/1/2019 11:00
Kelainan Seksual yang Memicu Perselingkuhan
(THINKSTOCK)

Sekitar 75% kasus hiperskes dipicu trauma masa kecil. Terapi dengan bantuan psikiater diperlukan agar kelainan itu bisa dikendalikan.

MANTAN anggota polisi wanita Polrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, Brigadir Dewi, belakangan ramai diberitakan. Ramai dibahas, ia dipecat karena terbukti mengirim foto dan video dirinya dalam pose nyaris tanpa busana kepada salah satu tahanan laki-laki.

Sebelumnya, Dewi termakan oleh rayuan dan tipu daya tahanan yang mengaku perwira polisi tersebut sehingga mau mengirim foto dan video itu lewat telepon seluler. Rupanya, Dewi yang sudah bersuami tak hanya menjalin hubungan terlarang dengan tahanan tersebut. Dua perwira Polda Sulsel juga dikabarkan menjadi kekasih gelapnya.

Alhasil, tak hanya bercerai dengan sang suami, Dewi juga diberhentikan dari Korps Bhayangkara yang menjadi tempatnya mengabdi selama belasan tahun.

Kasus yang menimpa Dewi memunculkan spekulasi adanya kelainan seksual dalam dirinya. Seksolog yang juga dokter kandungan dan kebidanan, dr Boyke Dian Nugraha SpOG, memberikan analisisnya.

Menurut dokter yang akrab disapa dr Boyke tersebut, Dewi mengalami kelainan seksual yang disebut nymphomaniac atau hiperseks. Itu ialah kelainan yang membuat seseorang memiliki gairah seksual tinggi dan tidak pernah merasa terpuaskan secara seksual.

"Jadi, dia tidak pernah puas dengan satu orang laki-laki dan itu memang ada basic kelainan jiwa juga. Dia selalu ingin orgasme, tidak peduli pria itu sudah beristri, dia akan coba, sepanjang dia berpikir bisa mendapatkan kepuasan dengan laki-laki itu. Kalau kasusnya pada pria, bisa disebut donjuanisme atau satriasis," jelas Boyke, Minggu (6/1).

Dokter yang juga Direktur Utama Klinik Pasutri Group itu mengatakan ciri-ciri hiperseksual tampak dari tingkah laku mereka. Antara lain sering berganti pasangan, memiliki fantasi seksual yang tinggi dan meminta pasangan memenuhi fantasi itu, serta penasaran untuk beraktivitas seksual dengan orang lain.

"Dewi mungkin masih tingkatan sedang, tetapi bagi yang sudah ekstrem, mereka sampai sulit beraktivitas normal, bisa belasan kali melakukan hubungan seks dalam sehari. Dia merasa perbuatannya tidak salah karena tertutupi oleh kebutuhan seksualnya," lanjutnya.

Boyke menambahkan, selain hiperseks, aksi Dewi yang membagikan foto dan video vulgarnya juga menunjukkan dia memiliki kecenderungan ekshibisionis seksual. Itu ialah perilaku seksual seseorang yang gemar memperlihatkan organ vitalnya kepada lawan jenis untuk memuaskan hasrat pribadinya.

"Jadi, ada dua kelainan, ya, tetapi saya tidak tahu mana yang lebih dominan, bisa saja ekshibisionis itu merupakan bagian dari hiperseks dia sebagai cara untuk merangsang lawan jenisnya," lanjutnya.

Menurut Boyke, penyebab kelainan seksual tersebut 70%-75% disebabkan trauma masa kecil, 10%-15% trauma dalam kandungan, sementara 5% karena faktor genetik.

"Perlu ditinjau seperti apa masa lalunya agar bisa diketahui apakah kelainan itu karena trauma masa kecil. Jika iya, itu yang akan diperbaiki oleh para psikiater. Makanya, saya tidak setuju kalau Dewi dipecat. Harusnya dia diterapi dulu oleh psikiater di kepolisian," tambahnya.

Pahami keinginan pasangan

Dari sisi psikologi, psikolog yang mendalami seksologi, Zoya Amirin, menilai apa yang dialami Dewi merupakan perselingkuhan biasa.

"Kalau orang yang tidak bisa berfungsi normal, misal tidak bisa bekerja atau beraktivitas normal kalau belum berhubungan seks dalam sehari, itu baru hiperseks. Kalau orang menginginkan banyak seks dari pasangannya atau dari beberapa pasangan lain, dia mungkin memang ingin mencoba memiliki petualangan seks," ujar Zoya.

Terkait dengan terapi, menurut Zoya, kasus kelainan seksual seperti hiperseksual bisa dikendalikan, tapi memang sulit disembuhkan secara menyeluruh. Jadi, tetap ada kemungkinan kambuh jika terdapat pemicunya.

"Untuk proses penyembuhan hiperseksual, tahapan terberat ialah pada 1-2 tahun pertama. Selebihnya bisa kontrol enam bulan sekali. Biasanya harus disertai dengan obat-obat antidepresan untuk mengontrol hasratnya," jelas Zoya.

Belajar dari kasus yang dialami Dewi, Zoya pun memberikan kiat menjaga kehidupan seksual suami istri. "Sebaiknya selalu luangkan waktu untuk berkencan minimal seminggu sekali. Saat kencan jangan bicarakan soal anak, tapi hal-hal yang bisa membuat mereka bahagia. Selain itu, pahami keinginan seksual dari pasangan." (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya