Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Dipertanyakan, Program Magang Siswa Babel di Taiwan

Muhammad Fauzi
01/1/2019 23:10
Dipertanyakan, Program Magang Siswa Babel di Taiwan
Dedy Yulianto, Wakil Ketua DPRD Babel(Dok.Pribadi)

SEKITAR 300 siswa asal Indonesia di bawah usia 20 tahun yang terdaftar di Universitas Hsing Wu di Distrik Linkou Kota New Taipei, Taiwan, diduga menjadi korban eksplotasi. Mereka direkrut melalui agen dengan program kuliah sambil magang di sana.

"Dari ratusan siswa tersebut, termasuk siswa asal Bangka Belitung yang berangkat ke Taiwan melalui program kuliah-magang yang digagas Pemprov Bangka Belitung," ujar Wakil Ketua DPRD Provinsi Bangka Belitung (Babel) Dedy Yulianto melalui pesan whatsapp, Selasa (1/1).

Sebelumnya DPRD Babel meminta agar pemprov meninjau ulang program kuliah-magang ke Taiwan ini. Selain tidak melalui persetujuan dewan, hal itu hanya menyiasati kebutuhan tenaga kerja di Taiwan. Padahal melalui jalur resmi dengan visa tenaga kerja, jumlahnya dibatasi pemerintah Taiwan.

Dengan visa belajar, jelas Deddy, bisa sekali berangkat 50-100 orang. Penempatan pelajar Babel dalam program ini juga bukan di PTN di Taiwan. Namun, di PTS yang grade atau status PTS-nya dipertanyakan di negeri tersebut.

Terkait eksploitasi siswa Indonesia di Taiwan, Dedy menuturkan, sebagaimana dilansir Taiwan News, disebutkan dalam pertemuan Legislatif Yuan, Jumat (27/12/2018), legislator Kuomintang (KMT) Ko Chih-en mengatakan enam universitas telah terekspos mengirim 300 mahasiswa mereka untuk bekerja sebagai buruh di pabrik. 

Siswa hanya diizinkan masuk kelas dua hari dalam seminggu dan memiliki satu hari istirahat, sementara bekerja empat hari. Pekerjaan mereka mengemas 30.000 lensa kontak selama 10 jam per shift.

Ko mengatakan, para siswa datang ke Taiwan guna mengikuti kelas-kelas internasional khusus yang melewati Departemen Manajemen Informasi pada pertengahan Oktober 2018. Peraturan Kementerian Pendidikan (MOE) melarang magang bagi mahasiswa di tahun pertama. Namun, meskipun ada larangan, sekolah tersebut mengatur agar para siswa bekerja secara kelompok.

Kelas hanya diadakan pada Kamis dan Jumat setiap minggu. Dari  Minggu hingga Rabu mereka diangkut dengan bus wisata ke sebuah pabrik di Hsinchu. Para siswa bekerja dalam shift yang berlangsung dari pukul 7:30 hingga 19:30, dengan hanya istirahat 2 jam. Mereka berdiri selama 10 jam sehari.

"Informasi yang sama saya dapatkan dari TKI di Taiwan. Siswa kita dipekerjakan di pabrik dengan model kuliah magang. Siswa kita tidak terdaftar di Kemendikti dan juga di Kemenakertrans atau BNP2TKI. Bagaimana kalau mereka mengalami kecelakaan kerja, siapa yang bertanggungjawab," ungkap Dedy.

Untuk itu, Dedy meminta pemerintah menyelidiki modus kuliah magang ke Taiwan atau negara lainnya. Penyelidikan bisa dimulai dari Provinsi Babel. "Kita siapkan data-datanya, kemungkinan besar di tempat lain juga serupa," tandasnya. (O-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eko Suprihatno
Berita Lainnya