Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Prestasi yang Ditebus Latihan Dua Kali Lebih Keras

Iis Zatnika
31/12/2018 21:30
Prestasi yang Ditebus Latihan Dua Kali Lebih Keras
David Jacobs(MI/Iis Zatnika )

Decit sepatu olahraga beradu dengan lantai, berpadu dengan suara bola pingpong yang dipukul ke meja serta teriakan dan tawa membuat lantai 4 Gedung PT Nusa Raya Cipta di Jalan DI Panjaitan, Jakarta Timur itu meriah. Padahal tiga lantai kantor perusahaan konstruksi itu, Kamis (27/12) malam itu telah senyap ditinggalkan karyawannya.

Sebanyak 30 petenis meja belia hingga dewasa berlatih rutin mulai pukul 19 hingga 21 setiap malam, kecuali Minggu, di ruangan dengan empat lapangan tenis meja itu.

Namun, khusus sang pelatih paruh waktu di klub tenis meja K-18 yang malam itu bertugas, David Jacobs, akan menambah waktunya memainkan bet hingga jelang tengah malam. "Karena saya perlu terus melatih skill untuk mengikuti empat turnamen para tenis meja selama 2019 agar bisa lolos ke Paralympic Games Tokyo 2020 pada 25 Agustus hingga 6 September 2020 nanti," ujar David,41 di sela kesibukannya mengawasi anak didiknya melatih grip, melatih posisi siap siaga, gerakan kaki hingga pukulan.

Sejam berlatih, atlet-atlet berusia mulai 10 tahun itu berkumpul buat rehat dan makan nasi bakar yang dibawa David."Kami ada jadwal makan malam bersama dua kali seminggu. Saya di sini melatih dua kali seminggu, dan malam lainnya saya latihan khusus untuk melatih skill personal," ujar David yang pergelutannya di bidang tenis meja bukan hanya soal berlatih sekaligus melatih atlet penerusnya, namun juga mengasuh empat atelt asal Papua yang dikirim pemerintah daerahnya untuk mengasah prestasi di Jakarta.

Dilahirkan dengan tangan kanan lebih kecil, sehingga hanya bisa memfungsikan tangan kiri untuk menjalankan aneka aktivitas, termasuk memainkan bet, David mulai berkenalan dengan tenis meja di usia sembilan tahun.

Persisten berlatih dengan mereka yang berfisik normal, David merintis langkahnya menjadi atlet, bertanding  dengan mereka dengan kondisi bukan disabilitas mengantarnya menjadi bagian Tim Yunior DKI Jakarta hingga mendalami kemampuannya di Beijing, China selama 6 bulan.

Menjadi juara nasional, David kemudian mewakili timnas ke Kuala Lumpur, Malaysia hingga pada PON 2000 ia meraih medali perak. Selanjutnya, meraih juara pada Kejuaraan Tenis Meja se Asia Tenggara (SEATTA) 2001, medali perak pada SEA Games 2005 dan medali perunggu pada SEA Games 2009. Selanjutnya, pada 2004, meraih medali emas PON.

"Buat bisa bertahan dan juara ketika bertanding dengan orang normal, saya harus bisa seimbang, padahal dengan kondisi lengan seperti ini jelas keseimbangan akan terganggu, belum lagi kerja berbagai saraf. Sehingga saya harus berusaha lebih keras dibandingkan yang lain, karena selain skill, harus berlatih menjaga keseimbangan dan kekuatan," ujar David.

Kuncinya, kata David, ia memperkuat ketahanan kedua kaki dan tentunya kekuatan tangan kiri yang menjadi satu-satunya andalan buat memegang bet. Tentunya, konsekuensi itu berwujud latihan yang lebih keras, durasi yang lebih lama pun kemampuan menangani tantangan psikologis ketika berhadapan dengan atlet yang punya kondisi fisik tanpa tantangan apa pun.

Usai gantung raket pada 2009, karena faktor usia, David menangkap peluang baru di nomor para games. "Untuk bertanding di kategori umum tentunya sulit, dari segi usia saja sudah tak memungkinkan. Namun, saat itu pula, perhatian pada nomor para games sudah mulai bagus. sehingga, saya putuskan pindah ke sana dan ternyata makin baik dari tahun ke tahun," ujar David yang diluar hari melatih di K-18, berlatih bersama lawan tandingnya di Persatuan Tenis Meja Puri Bugar, Jakarta Barat.

Pilihan David itu terbukti tepat, bertanding di nomor difabel yang lebih fleksibel dari segi usia, memungkinkan ia meraih prestasi, terlebih ia telah punya jejak panjang di kategori umum.

Pada 2010, David menjadi anggota National Paralympic Committee (NPC) dengan klasifikasi 10, tingkat disabilitas paling ringan, sementara klasifikasi 1-5 untuk atlet berkursi roda. Pada debut di nomor ini, David  langsung meraih medali perunggu pada Asian Para Games di Guangzhou, China. David yang bermian di nomor tunggal dan ganda sekaligus sempat didaulat sebagai pemain difabel terbaik dunia pada 2015.

Terakhir, ia meraih emas di nomor ganda dan tunggal pada Asian Para Games 2018, sehingga David masih menyakini jalannya di dunia olahrga masih panjang.

"Perhatian berbagai pihak pada dunia olahrga, termasuk untuk nomor difabel juga baik, itu makin mendorong saya untuk berlatih. Apalagi kemarin di Asian Para Games dengan bonus yang diterima, berbagai fasilitas dan perhatian yang diberikan, itu akan makin mendorong kami menjadi lebih baik," ujar David yang dari Pemerintah Provinsi DKI mendapat kompensasi sebagai PNS di Dinas pemuda dan Olahraga DKI Jakarta di GOR Otista Jakarta Timur.

Olahraga dan wirausaha
Inspirasi serupa juga disebarkan dari sosok Rosmiati Palancoi,36, atlet difabel dengan kondisi serupa, yang bergabung dengan Pekan Paralimpiade Nasional atau Pekan Paralimpik Indonesia (Peparnas) di Jawa Barat pada 2016. "Sejak setahun lalu saya juga rutin latihan di National Paralympic Committee (NPC) Provinsi DKI di daerah Pondok Cabe, Tangerang dengan pelatih khusus. Latihan dua kali seminggu untuk menghadapi Papernas Papua 2020," ujar Rosmiati yang mengaku kendati intens berlatih tenis meja dalam hitungan tahun, namun sejak belia telah menggilai olahraga lari.

Perjalanannya mengolah bet juga berhasil mengantarkannya mendapat kesempatan menjadi salah satu difabel pembawa obor Asian Para Games 2018. Namun, bukan cuma pergelutannya dengan bet yang membuat Rosmiati istimewa, namun juga langkahnya berwirausaha. Ia bersama dua kawannya sesama difabel yang jadi karyawannya, harus memastikan 1.000-an ekor puyuh itu sejahtera agar rajin bertelur, pun menjual hasil panennya.

Sebanyak 90% dijual ke pengepul seharga Rp27 ribu per baki yang berisi 90 telur. Sisanya, dijual ke konsumen langsung, warga sekitar rumah yang jadi pelanggan, seharga Rp30 ribu per baki. Dari kandang-kandang yang ditempatkan khusus di dekat rumahnya di Ciputat, Tangerang Selatan itu, setiap hari Rosmiati panen kurang lebih 7 baki.

"Karena akan lebih baik jika difabel membuka lahan kerja sendiri, karena biasanya di dunia kerja itu, seperti yang saya alami, ada jangka waktunya berupa kontrak kerja atau umur. Saya ingin terus menyemangati teman-teman dan kalau bisa merekrut mereka di usaha puyuh yang sekarang masih skala kecil," ujar Rosmiati yang kini menjadi Sekretaris Yayasan Difabel Mandiri Indonesia (YDMI).

Organisasi itu menaungi 200 anggota para difabel, membantu mencarikan kerja, mendapat akses pada pendidikan, pelatihan hingga kegiatan-kegiatan seru, diantaranya jalan santai, lari bareng hingga menghubungkan dengan para donatur.

Aman dulu, prestasi kemudian
Kolaborasi untuk mendukung para atlet difabel itu juga menjadi bagian dari rangkaian kerja bareng olahragawan, pelatih, termasuk BPJS Ketenagakerjaan yang melindungi atlet dan penyelenggara Indonesia Asian Para Games 2018. Total, sebanyak 2.000 orang, meliputi atlet , panitia, dan juri.

Perlindungan yang diberikan, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM), khusus buat para atlet difabel, kemungkinan cedera memang mesti ekstra diwaspadai. David bahkan meluangkan waktu pemanasan dua kali lebih lama untuk memastikan terhindar dari cedera yang bisa berakibat pupusnya semua target yang ingin diraih.  

Namun, jika cedera sampai terjadi, BPJS Ketenagakerjaan, pada perjanjian di Kantor Kemenpora Jakarta Selasa,(26/6), berkomitmen membiayai pengobatan sampai sembuh tanpa ada batasan biaya dan waktu. Perlindungan serupa, sebenarnya juga bisa diterima siapa pun yang melakukan aktivitas dan memberikan penghasilan baginya, termasuk atlet, seniman hingga pekerja hiburan.

Buah kerja bareng buat mendorong kinerja para atlet itu berbuah peringkat kelima dengan total 135 medali, rekor terbanyak sejak ikut Asian Para Games 2010 di Guangzhou, China. Kerja kareng buat mendukung para atlet, jaminan rasa aman buat berbuat maksimal, yang juga diberikan pada para pendobrak keterbatasan, telah berbuah prestasi dan inspirasi. (OL-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iis Zatnika
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik