Headline
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.
DKI Jakarta menjadi satu dari 17 kota di dunia yang tercakup dalam program cities changing diabetes. Program itu memetakan kondisi penderita diabetes. Diketahui penderita diabetes di Jakarta relatif lebih muda jika dibandingkan dengan penderita di negara lain.
“Sebanyak 45% penderita diabetes di Jakarta berusia di bawah usia 40 tahun, bahkan 10% berusia di bawah 30 tahun,” ujar peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr Dicky L Tahapary SpPD pada pemaparan hasil pemetaan program Cities Changing Diabetes yang menjadi rangkaian peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-54 di kawasan Monas, Jakarta, kemarin.
Jakarta dipilih dalam program itu karena memiliki prevalensi penderita diabetes tertinggi di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), angkanya meningkat dari 2,5% di 2013, menjadi 3,4% di 2018. Artinya, dari total 10,5 juta penduduk DKI, sekitar 250 ribu di antaranya menderita diabetes.
Pemetaan dilakukan Agustus lalu oleh Perhimpunan Endokrinologi Indonesia, FKUI, Pemprov DKI Jakarta, dengan didukung oleh Novo Nordisk, perusahaan farmasi untuk pengobatan diabetes. Pemetaan itu dilakukan terhadap 12.775 pasien diabetes yang terdaftar di fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas dan klinik).
Pemetaan itu menunjukkan hanya 30% pasien yang terkontrol. Penyebabnya, antara lain, penderita malas kontrol rutin dan sulit mengubah gaya hidup. “Tantangan yang paling susah ialah mengubah gaya hidup meskipun pasien sudah minum obat teratur,” imbuh Dicky.
Selain itu, ketersediaan obat diabetes di fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas masih terbatas beberapa jenis saja sehingga belum optimal mengendalikan gula darah pasien. Didapati juga, meski 70% dari 12.775 pasien diabetes yang terdaftar teratur berobat, hanya 9% yang ikut program pengelolaan penyakit kronis.
Padahal, diabetes yang tidak terkontrol berisiko menimbulkan berbagai penyakit komplikasi berbahaya, seperti gagal ginjal, serangan jantung, stroke, amputasi kaki karena luka infeksi yang tak kunjung sembuh, serta kebutaan.
Deteksi dini
Dicky menambahkan, kunci penanganan diabetes ialah deteksi dan pendanganan dini. Namun, diduga masih banyak pasien yang tidak terdeteksi karena minim pengetahuan. “Hanya 53% yang mengetahui adanya screening diabetes bisa dilakukan di puskesmas,” kata Dicky.
Di sisi lain, gaya hidup masyarakat Jakarta termasuk berisiko tinggi terkena diabetes. Terbukti 60% penderita diabetes di Jakarta memiliki obesitas sentral (gemuk di perut).
“Orang Jakarta banyak yang mengalami kegemukan. Kegemukan merupakan salah satu faktor risiko diabetes. Ada kecenderungan, orang daerah yang datang ke Jakarta bertambah gemuk. Kita pernah membandingkan orang Kupang yang ke Jakarta, ternyata mengalami penambahan lingkar perut 0,5 cm setiap tahun,” jelas Dicky.
Dalam menanggapi hasil pemetaan itu, Plt Kepala Dinas Kesehatan Khafifah Any mengakui bahwa penanganan diabetes belum seperti tuberkolosis (Tb). “Nanti akan didorong seperti Tb agar pencatatan pasien diabetes lebih baik,” ujarnya.
Ia mengatakan hasil dari pemetaan yang dilakukan dapat dijadikan acuan program intervensi pengendalian diabetes di DKI.
Sementara itu, Direktur Penyakit tidak Menular Kementerian Kesehatan Wiendra Waworuntu menekankan pentingnya pola hidup sehat dengan rutin berolahraga minimal 30 menit sehari, makan sayur dan buah, serta cek kesehatan secara berkala untuk mencegah diabetes. (H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved