Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
METODE pengajaran matematika untuk anak usia 7 tahun ke bawah sebaiknya menggunakan contoh konkret, bukan simbol-simbol angka sebab penggunaan simbol tidak sesuai dengan masa tumbuh kembang anak hingga berdampak pada penilaian anak bahwa matematika merupakan pelajaran sulit, bahkan menakutkan.
"Simbol itu kan abstrak. Angka 3 tentu berbeda dengan tiga buah jeruk. Anak-anak usia di bawah 7 tahun lebih gampang melihat dan paham yang konkret," kata peneliti dari Smeru Research, Niken Rarasati, pada deklarasi gerakan Berantas Darurat Matematika di Universitas Indonesia, Depok, Sabtu (10/11).
Dalam teori perkembangan kognitif anak, pada usia 7-9 tahun anak-anak baru mengalami masa peralihan dari konsep konkret ke abstrak. Karenanya, sebelum masa peralihan itu sebaiknya anak-anak sudah diberi pengalaman untuk mengetahui konsep konkret dari matematika. "Bukan malah menjejali anak-anak dengan beragam simbol angka."
Niken mengingatkan, mengemas pelajaran matematika menjadi menarik sangat penting bagi anak usia dini. Penggunaan benda dan alat-alat yang biasa dijumpai di lingkungan anak-anak bisa digunakan untuk memupuk ketertarikan belajar matematika sedari kecil.
"Kurikulum 2013 sudah meminta program belajar yang menarik. Tapi entah kenapa seperti ada missing link yang membuat ini tidak sampai menyeluruh ke sekolah-sekolah," kata Niken.
Senada dengan Niken, pemerhati pendidikan sekaligus mantan Wakil Menteri Pendidikan, Fasli Jalal, mengatakan penggunaan benda-benda yang konkret sangat efektif menarik minat anak-anak untuk belajar matematika.
Ia mencontohkan guru di SDN 03 Dompu, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, menggunakan biji jagung sebagai sarana untuk mengajarkan hitungan kepada para murid. "Menggunakan bambu, kemudian anak-anak diminta memasukkan, misalnya tiga biji jagung ke dalam gelas bambu, lalu masukkan lagi tiga biji sehingga didapatkan hasil akhir dari soal matematika tersebut," kata Fasli.
Menurutnya, cara tersebut efektif karena anak-anak langsung terlibat dalam penjumlahan angka-angka tersebut. Dengan mereka mengalami langsung, anak-anak bisa memahami konsep penjumlahan dengan cepat ketimbang melihat angka-angka di papan tulis atau di kertas.
"Jadi, janganlah sejak dari TK sudah dipaksa belajar simbol padahal belum cocok. Simbol belum bisa diberikan sampai menginjak anak umur 9 tahun."
Pemerhati pendidikan Indra Charismadji menambahkan, terobosan memang harus dilakukan pada setiap lini pendidikan, tidak hanya pada pelajaran matematika. Indra menyoroti konsep belajar selama ini yang justru membentuk anak-anak yang kurang kritis terhadap pelajaran yang mereka terima.
"Bandingkan dengan anak-anak di negara maju. Memang dari segi wawasan dan ilmu (anak-anak kita) masih bisa bersaing. Tetapi ketika membahasnya dan memaparkan menggunakan bahasa sendiri, anak-anak di luar negeri bisa menjelaskan lebih banyak" kata Indra.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved