Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Menikmati Warisan Sejarah De Javasche Bank

(Dhk/H-3)
12/11/2018 04:00
Menikmati Warisan Sejarah De Javasche Bank
(ADAM DWI )

MASYARAKAT pencinta arsitektur merasa berutang budi kepada Bank Indonesia (BI). Bangunan-bangunan peninggalan De Javasche Bank yang kini berubah nama menjadi Museum Bank Indonesia itu tetap terpelihara dengan baik.

"Beberapa di antaranya mengalami renovasi/perluasan, tapi semuanya terkendali," ucap tokoh arsitek Indonesia, Yuswadi Saliya, dalam buku berjudul Gedung Bank Indonesia: Jejak Arsitektur dalam Menggapai Kemakmuran Bangsa."

Yuswadi memuji pelestarian bangunan bank era kolonial yang berlokasi di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat. Gedung Museum BI dulunya ialah bangunan Rumah Sakit Binnen Hospital yang kemudian digunakan menjadi De Javashe Bank pada 1828.

Setelah kemerdekaan, yakni pada 1953, bank era penjajahan itu dinasionalisasikan menjadi bank sentral Indonesia atau BI. Gedung itu lalu ditetapkan menjadi cagar budaya dan diresmikan pada Juli 2009.

Pujian yang dilayangkan Yuswadi Saliya benar-benar tampak saat Media Indonesia berkunjung ke Museum BI, Oktober lalu. Gedung era kolonial itu terawat apik. Dalam menghadirkan wajah dan isinya, museum tampak mengedepankan tiga aspek yang saling bertalian, yakni pelestarian arsitektur tua, diorama sejarah ekonomi dan bank sentral yang dikemas modern, dan koleksi numismatik (uang) dari masa ke masa yang terjaga.

Bagian-bagian museum dirancang bak lorong waktu. Pengunjung diajak menjelajahi masa lalu menengok sejarah perekonomian Nusantara, mulai era perdagangan rempah. Tata ruangnya pun didesain memberi sentuhan pengalaman tersendiri. Pengunjung bisa menikmati aroma rempah yang langsung dihadirkan di sana.

Sejarah ekonomi dan bank dirumuskan dalam tujuh periode, mulai perdagangan rempah, bank-bank pertama di Nusantara, nasionalisasi De Javaasche Bank menjadi Bank Indonesia, krisis moneter 1997-1998, hingga pengaturan ulang peran BI pada 2004 sampai masa sekarang.

Diorama pun disajikan lengkap bersama penjelasan teks, visualisasi video, audio, dan ilustrasi suasana melalui patung dan replika. Museum seolah-olah hidup dan bisa membawa pengunjung menengok masa lalu.

"Koleksinya bagus, begitu juga dengan penyajiannya. Bangunannya terawat betul kelihatannya, padahal ini peninggalan kolonial," ujar Meiliana, 30, wisatawan asal Bandung, yang sengaja datang bersama lima rekannya.

Dengan keunikan yang dimiliki, tidak mengherankan jumlah pengunjungnya mencapai lebih dari 200 ribu orang setiap tahunnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik