Menristek Dikti Selidiki Penyebab Mahasiswa Kedokteran tidak Lulus Uji Kompetensi
Puput Mutiara
09/9/2015 00:00
(illustrasi dok)
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir akan memanggil sejumlah fakultas kedokteran yang mahasiswanya tidak lulus uji kompetensi pada Sabtu (12/9). Hal itu guna mengetahui akar permasalahan yang disinyalir menjadi penyebab ketidaklulusan mahasiswa tersebut.
"Antara 15 sampai 20 perguruan tinggi yang akan dipanggil. Saya akan telisik ke belakang, jangan-jangan ada masalah dengan pembelajarannya," ujarnya saat dihubungi Media Indonesia, Rabu (9/9).
Logikanya, menurut Nasir, kalau sistem pembelajaran selama di kampus baik maka ketika uji kompetensi mahasiswa seharusnya mampu melewati ujian itu dengan baik pula.
Tetapi faktanya, berdasarkan hasil uji kompetensi mahasiswa program pendidikan dokter (UKMPPD) masih ada 10% mahasiswa yang tidak lulus. Dikhawatirkan terjadi kesalahan selama proses pembelajaran di kampus.
"Makanya kita lihat nanti sebabnya apa. Kalau ada masalah di sistem pembelajaran, kita akan buat kebijakan baru untuk perbaikan sistemnya," ungkap dia.
Menristek berharap, setiap perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran harus benar-benar mematuhi standar yang sudah ditetapkan. Salah satunya, dengan mengacu pada UU No.20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran.
Pasalnya, profesi dokter masih dinilai rentan terhadap kegiatan malapraktik. Sehingga untuk mendapatkan izin praktiknya, seorang dokter harus lulus uji kompetensi sebelum akhirnya mengabdi pada masyarakat. Evaluasi dan pembimbingan
Ke depan, Sekretaris Jenderal Kemenristek Dikti Ainun Naim mengimbau agar fakultas kedokteran yang bermasalah bisa memperbaiki proses pembelajarannya. Termasuk juga melakukan pembenahan lembaga.
"Itu semata-mata supaya lulusan dokter yang dihasilkan memiliki kompetensi yang baik. Jadi ada peningkatan," cetusnya.
Di samping itu, jelas Ainun, pembimbingan akan dilakukan oleh Kopertis disertai dengan pengawasan dan evaluasi. Jadi, semua pihak masing-masing memiliki tanggung jawab demi melindungi masyarakat luas.
"Jangan sampai terjadi sistem pembelajaran yang tidak beres. Imbasnya bisa bermasalah ke masyarakat," tandasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota Komisi X DPR RI Asdy Narang. Menurutnya, pemerintah atau Kemenristek Dikti bisa bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk bersama-sama melakukan pendampingan.
Akan tetapi, terlepas dari jenis pendampingan yang akan diberikan harus didasarkan pada ketetapan UU Pendidikan Kedokteran. "Ini agar memudahkan kami di Komisi X untuk ikut mengawasi," pungkasnya. (Q-1)