Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

I'tikaf, Pendekatan Diri kepada Allah dengan Maksimal

Fetry Wuryasti
08/7/2015 00:00
 I'tikaf, Pendekatan Diri kepada Allah dengan Maksimal
( ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)
Ritual berdiam diri mulai tengah malam hingga fajar di masjid atau disebut dengan i'tikaf mulai dilakukan sebagian besar umat Islam pada fase 10 hari terakhir bulan Ramadan. Sebagian besar dari mereka melakukan i'tikaf sambil merunut malam Lailatul Qadar.

"Hukum i'tikaf merupakan sesuatu yang disunnahkan dalam ajaran Islam, dan memang itu dilakukan dalam rangka untuk mengakhiri 10 hari terakhir Ramadan dalam konsentrasi dengan menyendiri di masjid. Sehingga Baitul Taqarub-nya atau pendekatan kepada Allah SWT betul-betul dilakukan dengan khusyuk lahir batin," jelas Sekretaris Muhammadiyah Marpuji Ali kepada Media Indonesia saat kunjungan Pimpinan Pusat Muhammadiyah ke kantor Media Indonesia, Rabu (8/7).

Perintah untuk beri'tikaf, lanjut Marpuji, berasal dari Rasulullah dan banyak hadits yang menganjurkan umat Islam supaya melakukannya di fase akhir bulan Ramadan.

"Di situ mereka taqarub kepada Allah SWT, dengan menjalankan salat sunah, melantunkan kalimat thoyyiba atau puja-puji kepada Allah SWT dan membaca Alquran," jelas Marpuji.

Dijelaskan, pengertian i'tikaf menurut bahasa berarti berdiam diri dan menetap dalam sesuatu. Sedang pengertian menurut istilah di kalangan para ulama terdapat perbedaan.

"Al-Hanafiyah (ulama Hanafi) berpendapat i’tikaf adalah berdiam diri di masjid yang biasa dipakai untuk melakukan shalat berjama’ah, dan menurut asy-Syafi’iyyah (ulama Syafi’i) i’tikaf artinya berdiam diri di masjid dengan melaksanakan amalan-amalan tertentu dengan niat karena Allah."

Sementara itu Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dalam buku Tuntunan Ramadan menjelaskan i’tikaf adalah aktivitas berdiam diri di masjid dalam satu tempo tertentu dengan melakukan amalan-amalan (ibadah-ibadah) tertentu untuk mengharapkan ridha Allah.

Anjuran beri'tikaf, kata Marpuji, tertuang dalam surat Al Baqarah ayat 187, yang memiliki arti "Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istrimu, mereka itu adalah pakaian bagi kamu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepada-mu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”

Adapun hadits riwayat Aisyah ra berbunyi “Bahwa Nabi SAW melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.”

Syarat untuk umat Islam melakukan i'tikaf yang pertama, lanjut Marpuji, harus suci lahir dan batin terutama dari hadas besar, kemudian harus berdiam diri di masjid.

"Dan selama berdiam diri, mereka selalu melafadzkan dzikir, puja-puji kepada Allah SWT. Mereka juga bisa sambil membaca Alquran, dan salat sunah."

Semua peribadatan dalam Islam sesungguhnya bukan untuk kepentingan diri sendiri. Dengan seorang umat mendekatkan diri kepada Allah secara maksimal di fase 10 hari terakhir Ramadan, menurut Marpuji, maka otomatis fungsi sosialnya akan terbentuk.

"Seseorang yang i'tikafnya baik diharapkan di samping untuk dirinya sendiri juga untuk berbuat baik kepada sesama manusia."

Mengenai motivasi umat Islam melakukan i'tikaf untuk mendapatkan malam kemuliaan Lailatul Qadar, Marpuji berujar, Lailatul Qadar memang ada hubungan dengan ritual umat Islam melakukan i'tikaf. Namun sesungguhnya tidak bisa ditentukan kapan hari tersebut datang.

"Yang mendapatkan lailatul qadar adalah orang yang mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari 1000 bulan. Tidak bisa dikatakan datang di 10 hari terakhir. Dia harus sejak awal Ramadan melakukan pendekatan diri kepada Alaah dan puncaknya di 10 hari terakhir ini," jabarnya.

Cara mengetahui apakah seseorang mendapatkan berkah dari malam kebaikan 1000 bulan tersebut, Marpuji mengatakan untuk melihatnya dari sifat kebaikan seseorang yang berlipat ganda dan semakin jauh dari maksiat.

"Artinya dia mendapatkan makna substansi malam Lailatul Qadar. Bukan seperti yang banyak kita dengar bahwa ada tanda-tanda. Karena Lailatul qadri khairummin alfi syahri, malam kemuliaan itu lebih baik dari 1000 bulan. Itu artinya dia mendapat makna dari i'tikafnya untuk melakukan perbuatan baik yang berlipat ganda untuk sesama manusia," tukas Marpuji. (Q-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya