Headline

Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.

Fokus

Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.

Awas, Campak Mengancam

Indriyani Astuti
16/9/2018 07:05
Awas, Campak Mengancam
(Sumber: Kementerian Kesehatan/RSCM/Tim MI)

Kampanye pelaksanaan imunisasi measles (campak) dan rubela (MR) fase II di 28 provinsi luar Pulau Jawa akan berakhir pada 30 September 2018. Akan tetapi, masih banyak daerah dengan cakupan imunisasi yang rendah.

Berdasarkan data sementara dari www.kampanyemr.info pada 15 September 2018, cakupan secara nasional baru mencapai 46,81% dari target sekurang-kurangnya 95% di setiap tingkatan wilayah (lihat grafik).

Rendahnya cakupan imunisasi itu mengkhawatirkan. Pasalnya, wilayah dengan cakupan imunisasi rendah sangat rentan terhadap penularan campak dan rubela.

Menurut anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),  Profesor Soejatmiko, daerah dengan cakupan imunisasi tidak merata dapat menjadi kantong-kantong penularan virus campak dan MR.

“Imunisasi dapat menciptakan kekebalan komunitas yang dapat melindungi anak-anak dan orang dewasa. Penyakit rubela berbahaya apabila menular ke ibu hamil. Bayi yang dilahirkan berisiko mengalami cacat bawaan seperti tuli, buta, dan penyakit jantung bawaan serta kerusakan otak. Biaya pengobatan yang ditanggung tidak sedikit jika dibandingkan mencegah dengan imunisasi,” terang Soejatimiko, Jumat (14/9).

Kondisi itu membuat Presiden Joko Widodo prihatin. Karena itu, ia meyakinkan masyarakat bahwa vaksinasi campak dan rubela amat diperlukan anak-anak untuk mencegah penularan dua penyakit itu.

“Ini kan untuk kebaikan masyarakat, untuk kebaikan anak-anak kita, untuk kebaikan gerenasi muda ke depan. Ini bukan untuk siapa-siapa,” ujar Presiden seusai melihat latihan atlet Asian Para Games di Hartono Trade Center, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (15/9).

Kampanye
Sekjen IDAI sekaligus anggota Satuan­ Tugas Imunisasi IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso SpA(K) menyampaikan rendahnya cakup­an imunisasi di daerah tertentu disebabkan oleh maraknya kampanye antivaksin.

“Sebaiknya kepolisian menindak antivaks (masyarakat penolak vaksinasi) penyebar hoaks atau informasi salah mengenai vaksin. Mereka membuat galau massal satu negara,” ujar Piprim.

Maraknya gerakan antivaksinasi, tambah dia, turut memenga­ruhi kepala daerah dan pengambil kebijakan dalam pelaksanaan program kampanye MR meskipun Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menge­luarkan fatwa bahwa imunisasi MR boleh dilakukan.

Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Agustus lalu, memerintahkan program ini ditunda untuk memastikan vaksin yang dipakai mendapatkan sertifikat halal dari MUI.

Pada 20 Agustus 2018, MUI menge­luarkan fatwa tentang vaksin MR. Intinya, vaksin MR memang haram karena mengandung unsur tidak halal. Namun, atas pertimbangan situasi mendesak dan vaksin suci belum ditemukan, MUI menyebutkan vaksin MR boleh digunakan. MUI pun kembali menegaskan agar masyarakat tidak ragu mengikuti imunisasi. Fatwa MUI No 33 Tahun 2018 jelas menyatakan vaksin MR produksi Serum Institute India boleh digunakan.

“Karena sudah ada fatwa, ja­ngan ragu gunakan vaksin MR dan mengikuti saran pemerintah dalam imunisasi,” kata Waketum MUI Zainut Tauhid Sa’adi, Sabtu (15/9). (Pol/Dhk/X-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya