Headline

Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.

Fokus

Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.

Indonesia Emas di Tangan Pemuda

Golda Eksa
16/9/2018 08:00
Indonesia Emas di Tangan Pemuda
Para narasumber (dari kiri) Aktivis Perempuan Tunggal Pawestri, Anggota DPR Irine Yusiana Roba, perwakilan dari Perempuan Peduli Kebinekaan/Keadilan Kartini Sjahrir, Pengajar dan Pemenang Indonesia MDG Award 2014 Dian Misastra, Anindya Restuviani dari Ngob(MI/Adam Dwi)

FIGUR pemimpin ideal gene-rasi emas ialah mereka yang dinilai mampu memahami kekayaan dan roh Indonesia, yakni gotong royong dan kebinekaan. Para calon pemimpin pun wajib memiliki peta jalan (road map) besar di dalam sistem pembangunan di Tanah Air. Demikian dikatakan Irine Yusiana Roba Putri, anggota Komisi X DPR, dalam diskusi Mencari Pemimpin, Mewujudkan Generasi Emas Indonesia, di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, kemarin.

Diskusi yang diselenggarakan oleh Komunitas Ngobrolin Indonesia itu juga menghadirkan sejumlah pembicara lintas generasi dan lintas sektor, seperti Advisor on Gender and Youth in the Office of WHO DG Diah Saminarsih, In-donesian Youth Diplomacy and Openstreetmap Biondi Sima, Guru Kebinekaan Dian Misastra, dan Konsultan Gender Hivos Southeast Asia Tunggal Pawestri.

Irine optimistis bahwa rencana menuju Indonesia Emas 2045 bisa direalisasikan dengan meningkatkan partisipasi pemuda. Contohnya, saat ini terdapat 96 anggota DPR usia di bawah 40 tahun dan telah mengambil peran penting dalam proses pengambilan kebijakan, pembuatan UU, budgeting, dan melakukan pengawasan secara riil.

“Solusinya ialah keterbukaan yang harus dimulai dari anak muda. Anak muda harus jauh lebih aktif menyuarakan apa saja yang dihadapi dengan perspektif kepemudaan,” katanya.

Ia menyarankan agar para pemuda potensial yang memahami politik bersedia memberikan ide dan gagasan kreatif. Pemuda merupakan generasi penerus yang perlu mengambil kesempatan itu demi memajukan bangsa.

“Ini yang menjadi PR (tugas) bersama bagaimana secara terus-menerus meningkatkan partisipasi dan tidak hanya melulu mengenai angka. Kalau kita mengambil kesempatan, itu sebenarnya keputusan di parlemen bisa tercipta secara komprehensif,” terang perempuan kelahiran 4 April 1984 itu.

Diah Saminarsih menambahkan, generasi emas sangat penting untuk diwujudkan. Namun, apabila pemuda hanya diam dan enggan mengambil sikap, bonus demografi yang dimiliki Indonesia praktis hanya menjadi slogan dan berakhir bencana.

Guru Kebinekaan Dian Misastra, menilai tenaga pendidik cukup kerepotan untuk menggembleng generasi penerus bangsa. Hal itu terkait maraknya isu pernikahan dini yang merugikan masa depan generasi muda.

“Peran pendidikan terhadap perempuan sangat penting karena kelak seorang ibu ialah guru terbaik di keluarga. Ibu ialah sosok yang bisa menanamkan cinta kasih sebagai dasar pemahaman kebinekaan,” tandasnya.

Menjual isu
Suara pemilih milenial akan menjadi rebutan dalam Pilpres 2019. Pasalnya, pemilih kelompok itu menjadi salah satu faktor utama untuk meraih kemenangan. Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfarabie, mengatakan untuk menarik suara milenial, kandidat presiden-wapres harus memiliki isu yang disukai oleh kaum milenial.

“Misalnya, isu lapangan kerja, tetapi harus riil bukan hoaks,” kata Adjie dalam diskusi bertajuk Berebut Suara Milenial, di Warung Daun, Cikini, Jakarta, kemarin.

Saat ini, kata dia, kedua paslon belum memperhatikan permasalahan isu secara langsung. Mereka lebih cenderung berfokus pada aspek tokoh untuk menggaet kaum milenial. Adjie menilai aspek tokoh tidak bertahan lama jika dibandingkan dengan aspek isu yang akan diangkat.

“Kalau kita bicara dukungan, dukungan milenial belum berbasis isu. Karena penelitian sebelumnya, belum ada isu yang dilempar oleh setiap paslon. Aspek tokoh tidak bertahan lama,” ungkapnya. (Dro/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya