Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
ANDRE, demikian sapaan pria itu, dengan bangga memamerkan piala kontes kicau burung yang baru dimenangkannya. Di laman Facebook-nya itu terlihat burung murai peliharaannya yang meraih juara ketiga.
Andre hanyalah satu gambaran dari banyaknya pecinta burung di Tanah Air. Berbagai jenis burung dipelihara baik untuk kesenangan di rumah maupun diperlombakan.
Meski sudah banyak dari burung koleksi tersebut yang merupakan hasil tangkaran, jumlah burung yang dihasilkan dari penangkapan di alam tetap tinggi. Kondisi inilah yang mengancam keanekaragaman hayati.
"Tantangan (perlindungan burung) sangat besar, ini bisa jadi hobi, bisa jadi gaya hidup. Kita mulai dari perkotaan, entah itu dari medsos atau sebagainya, menikmati burung dalam sangkar dengan segala variasinya, atau lomba burung segala macam," terang Direktur Eksekutif Burung Indonesia, Dian Agista, pada kegiatan Birds Around Us, di Kebun Raya Bogor (KRB), Jawa Barat, pada Sabtu (25/8).
Kegiatan tersebut merupakan bagian program Burung Indonesia untuk pengenalan dan perlindungan burung liar. Dengan mengidentifikasi burung-burung yang ada di KRB diharapkan membuat kaum urban dapat mengenali burung-burung yang masih ada di sekitarnya. Dengan cara itu pula diharapkan masyarakat bisa memahami jika cara terbaik mencintai burung ialah dengan membiarkannya tetap di alam.
"Jadi memperkenalkan ke kita sendiri, ke orang Indonesia sendiri betapa kayanya kita tentang burung termasuk orang di perkotaan yang ndilalah (kebetulan) agak salah kaprah cara mencintai burung dalam sangkar," tambahnya.
Ia menjelaskan jika menikmati kehadiran burung di tengah ruang terbuka hijau merupakan langkah awal untuk mengapresiasi dan menjaga kualitas lingkungan alam di wilayah perkotaan, sekaligus mengenal keragaman burung di dalamnya. Belum banyak yang menyadari bahwa tidak hanya burung gereja dan kutilang saja yang beririsan secara tak langsung dengan kehidupan sehari-hari.
"Kita perkenalkan cara bahwa gak mesti harus gitu. Cara yang lebih sustainable (keberlanjutan), cara yang lebih bijak dengan membiarkannya hidup di alam bebas," lanjut Agista.
Berdasarkan kegiatan pada hari itu, tercatat ada 23 jenis burung yang terindentifikasi di KRB. Diantaranya ialah kowak malam abu, tekukur biasa, perkutut jawa, walik kembang, dan kapinis laut.
Jika dibandingkan dengan pencatatan-pencatatan sebelumnya di KRB, jenis burung yang terdata itu rendah. Beberapa catatan menyebutkan bahwa pada 1953 tercatat 97 jenis burung, pada 1987 (65 jenis burung), pada 2001 (51 jenis burung), dan pada 2014 (46 jenis burung).
Catatan-catatan juga menunjukkan penurunan jumlah jenis burung yang tinggal atau singgah di KRB. Hal ini diperkirakan sejalan penurunan kualitas habitat burung di KRB maupun sekitarnya. Selain itu, keberadaan burung juga terpengaruh karena hilangnya jalur hijau yang menghubungkan KRB dengan habitat yang lebih luas, seperti Gunung Salak, Gunung Gede Pangrango, atau Gunung Pancar.
Kota ramah burung
Gambaran menurunnya jenis burung di KRB bisa jadi gambaran di kota-kota lainnya, terlebih kota besar seperti Jakarta dengan luasan ruang terbuka hijau (RTH) yang jauh di bawah ketentuan Undang Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. UU tersebut mensyaratkan ruang terbuka hijau pada wilayah kota, paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Sementara itu, luasan RTH di Jakarta hanya sekitar 10%.
Peneliti Utama Bidang Botani Kebun Raya Bogor-LIPI Joko Ridho Witono menuturkan, jika keberadaan RTH sesungguhnya bukan hanya penting bagi keanekaragaman hayati, termasuk fauna seperti burung, melainkan juga penting bagi manusia.
"Kehadiran burung dan hidupan liar lainnya, seperti kupu-kupu akan menjadi bagian dari kualitas hidup masyarakat kota," ujarnya.
Ia menuturkan kehijauan yang saling menyambung, tak hanya positif untuk burung, tetapi juga baik bagi seluruh penghuni kota. Warga kota di negara tropis yang sehari-hari berjalan kaki, bersepeda, dan tak mengendarai kendaraan bermotor, sangat membutuhkan keteduhan. Keteduhan ini hanya bisa tercipta melalui kerindangan pohon. Jadi, kehijauan yang disenangi burung itu sebenarnya ikut dinikmati manusia. Apalagi, pohon juga berfungsi mengurangi dan menetralisir polutan udara dan suara. "Kota ramah burung otomatis juga ramah manusia," tukasnya.
Di sisi lain, pengelola juga harus memiliki pengetahuan untuk menciptakan taman yang disenangi burung. Joko menjelaskan jika taman tersebut harus memiliki pepohonan yang menyediakan pakan bagi burung.
Indonesia menempati posisi dalam empat besar negara di dunia yang memiliki kekayaan jenis burung terbanyak selain Kolombia, Peru, dan Brasil. Untuk kekhasan, Indonesia juga memiliki burung endemik yang terbesar didunia.
"1.771 spesies burung, angka itu mungkin sekadar angka. Tapi kalau dibikin relatif, hanya ada tiga negara di dunia yang punya jumlah lebih tinggi dibanding Indonesia, tiga-tiganya di Amerika Selatan, artinya di luar Amerika Selatan, Indonesia adalah negara yang punya jenis burung paling banyak total jenisnya. Tapi kalau kita lihat kekhasan, jenis-jenis yang khas, hanya hidup di Indonesia ada 362 itu paling banyak di seluruh dunia," tambah Agista.
Keanekaragaman itu perlu dijaga dengan pemahaman pesatnya laju urbanisasi dan pertumbuhan perkotaan. Saat ini, 50% populasi dunia tinggal di perkotaan. Pada 2030, diperkirakan 60% populasi tinggal di wilayah perkotaan, pada saat itu pula diperkirakan setengah populasi di Indonesia tinggal di kota.
Dengan begitu pemerintah kota maupun masyarakat urban akan sangat berperan dalam menjaga keanekaragaman hayati Tanah Air.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved