Kerap tanpa Gejala, Screening Hepatitis C Penting

MI
11/7/2018 08:57
Kerap tanpa Gejala, Screening Hepatitis C Penting
(MI/Adam Dwi)

INDONESIA menargetkan eliminasi hepatitis C pada 2030 mendatang. Namun, sejumlah persoalan masih menjadi kendala, di antaranya masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan penyakit menular itu dan sifat hepatitis C yang kerap tidak menunjukkan gejala pada awal infeksi.

Diketahui, 80% orang yang mengalami infeksi virus hepatitis C tidak menunjukkan gejala. Padahal, bisa jadi dalam tubuhnya virus itu terus berkembang.

“Infeksi awal hepatitis C bisa bergejala seperti mual, sakit perut, demam, kelelahan, urine berwarna gelap, feses berwarna abu-abu, nyeri otot, sakit kuning, dan kurang nafsu makan. Tapi berdasarkan penelitian, 80% penderita tidak mengalami gejala itu,” ujar Direktur Kesehatan Publik & Medis, Operasi Akses dan Pasar Berkembang Gilead Sciences, Boon-Leong Neo, melalui penjelasan tertulis, kemarin.

Di Indonesia, lanjutnya, pada 2016 ada 18 ribu orang yang baru didiagnosis hepatitis C. Namun, hanya 600 orang yang diobati. Rata-rata, per tahun, kurang dari 1% dari populasi pengidap hepatitis C yang dirawat.

“Ini menunjukkan kurangnya kesadaran akan hepatitis C. Yang berbahaya, hepatitis C kronis (menahun) dapat terus berkembang hingga menjadi sirosis (pengerasan) hati dan kanker hati yang dapat berakibat fatal dan mahal untuk diobati.”

Karena itu, lanjut Boon, penting bagi masyarakat, khususnya kelompok yang berisiko terkena hepatitis C untuk menjalani pemeriksaan screening hepatitis C.

“Hepatitis C adalah virus yang ditularkan melalui darah. Menurut WHO, pasien yang berisiko tinggi terinfeksi hepatitis C dianjurkan untuk menjalani screening,” ujar Boon.

Kelompok-kelompok itu ialah pengguna narkoba suntik, pengguna obat intranasal (obat hirup melalui hidung), penerima transfusi darah, anak-anak yang lahir dari ibu dengan hepatitis C, pengidap HIV, tahanan atau orang yang sebelumnya dipenjara, dan orang memiliki tato atau tindikan.

Gilead Sciences, lanjut Boon, pernah terlibat dalam proyek penanggulangan hepatitis C di Arkhangai, Mongolia, yakni Arkhangai Liver Disease Free Project. Proyek yang dilakukan dengan kerja sama Departemen Kesehatan Provinsi Arkhangai itu dinilai berhasil.

Pada proyek yang berlangsung pada Desember 2016 hingga April 2018 itu 17.594 penduduk Arkhangai berusia antara 40-65 tahun menjalani screening hepatitis C. Hasilnya, 1.774 orang yang terdiagnosis mengidap hepatitis C. Mereka lalu menerima perawatan. Hasilnya, 1.748 di antaranya sembuh dan sisanya masih menjalani perawatan lanjutan. Selain itu, proses screening juga mendeteksi 36 kasus kanker hati tahap awal.

Dengan keberhasilan itu, Gilead ingin memperluas program mereka di negara-negara kawasan Asia-Pasifik untuk menerapkan program serupa melalui program corporate social responsibility perusahaan biofarmakoseutika itu. (Nik/H-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya