Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Tak Seutuhnya
Tertampung Kata
Para bunga di beranda tak cerita. Tapi senja
itu aku cium serbaknya
Dan aku bercerita tentang malam sentosa
Ketika pundi-pundi berkeliauan tercurah dari
angkasa
Bunyinya gemercing. Ada banyak tersangkut
di dedauanan dan ranting
Sepasang manusia yang tak pernah dilahirkan
saling hisap
Tak ada yang terkesiap
Di sebuah delta, yang tumbuh di pertemuan
tiga muara
Aku lihat kaca rapuh dalam retina matamu
Sebentar lagi akan pecah berhamburan
Desember. Hujan dan angin banter
Lesat bermiliar jemparing memahat gigir
tebing
Di kepala anak selingkar lalang dan perdu
rawa
Setelah tikungan kesekian jalan rahasia
Sederet kata ku lisankan,
"Cinta bagiku tidak sekedar ucap-rayu
semata"
Puisi di dalam diri. Tak seutuhnya tertampung
kata.
Padang (2018)
Sepucuk Angpau Merah
Sepucuk angpau merah. Dari mata kecil
mungil
Aku tidak tahu isinya
Mengakhiri pertemuan. Merapatkan
perpisahan
Jari dirapatkan. Kurasa di dalam kini
menyeka dada
Orang-orang melintas badan jalan.
Perpisahan
Aku pulang kembali kerumah
Aku mencoba membuka angpau merah
Tapi aku ragu membukanya. Biasanya angpau
berisi uang
Tapi, mengapa dia memberiku uang. Aku
tidak membutuhkan uang
Jalanan mulai keruh. Tutup pintu
Pada malam hari, aku buka angpau merah
Aku mengenang orang-orang hilang
Sudah tanggal berapa sekarang?
Padang (2018)
Sindrom Manusia
Malam adalah waktu paling tenang untuk kita
menulis
Di sana kita bisa menemukan
bahwa orang tak sepenuhnya kehilangan
Adalah sang waktu yang mengenalkan
Ketika kamu yang hilang tanpa jejak
Aku bisa mengenang melalui sajak
Sembari memangku harapan-harapan yang
baru dimulai
Hasrat bersanding dengan seorang wanita
Menjadi warna paling
kental dalam untaian doa
Begitulah, satu titik dalam
kehidupan kita,
manakala semesta
mendukung, dan kita pun
berubah tanpa kita
rencanakan
Kita bisa menyukai
sesuatu yang sebelumnya
kita benci
Padang (2018)
Kalau
Coba kalau dulu tak ada
kita
Barangkali aku tak paham
Bahwa di dalam celana
ternyata ada Tuhan.
Padang (2017)
Hujan dan Sepoci Kopi
Foto digital di layar datar
Melukiskan tubuh hingga parasmu
Diam terpaku aku menatapnya
Satu dua detikku palingkan mata
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Bak titik titik embun nan syahdu
Sajak terkuak bak sastra kata
Biar berleleran kata manis madu
Selembar kertas dan sepoci kopi
Perpaduan warna nan mencolok
Hasrat tak dapat terhenti
Pensil menjadi goresan pertama dalam benak
Dinding teras seakan menjadi lembaran
Langitmu berkelepak
Mengirim jerit selaksa gagak
Tarianmu menderu bagai guntur
Jatuh tercurahkan hujan nan sangkur
Katamu hujan itu senyuman
Katamu angin adalah belaian
Namun ketika pelangi mengganti rintiknya
Engkau lupakan tiap tetesnya
Hujan dan sepoci kopi bak penghantar
memori
Berikan aku sebuah kompas
Agar ku dapat mencari jalan pulang.
Riau (2018)
Elegi Tanah Lot
di Sudut Kartograf
Sehampar pulau, susut, sepetak taman, susut,
sebongkah monumen, susut, kenangan, susut,
noktah yang berdenyut, susut, pondasi
budaya batu karang, susut,
tinggallah laut yang bertahun-tahun lamanya
surut
Garam yang mengeras - keringat - bagai jimat
penolak belukar akar,
bahkan lumut emoh nyelimut, memberi
ruang garang
bagi matahari dari laut juga bulan,
lengan kegersangan pengambil-alih langgam
perkotaan
Dinding-dinding pengap, pohon angin asap
merayap
susupi gegantungan jemuran; kerpus, kutang,
kancut, kau, kau, kau:
cacah jiwa di kediaman
Lampu perbanyak kota, tutupi sisi gelapnya,
pulau-pulau tidur,
memeluk jalan, hidupi mimpi - orang-orang
ngamuk,
jebol tembok dan jembatan - perkutut liar
memanggil sarang yang hilang
Sebagai pemakai sandal, pemanggul rindu
dan duka lara,
kau pancurkan hujan dari kendi-kendi tubuh:
kencing dan ludah nir air mata dan peluh
lamalah terseka dan kau nyanyikan lagu tolak
bala
meski akhirnya hanya liang kegelapan:
petarangan benih harapan.
Padang (2017)
Bayu Hartendi lahir di Kumu, Rokan Hulu, Riau. Laki-laki kelahiran 16 April 1997 itu merupakan mahasiswa BP 2015 pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Universitas Negeri Padang. Buku puisi yang pernah diterbitkannya ialah Diftong (2015), Pasak Negeri (2016), Sudut Kartograf (2017). Bayu tercatat sebagai salah satu peserta di ajang Penyair Asia Tenggara di Padang
Panjang, Sumbar, pada 2018.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved