Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
SEKOLAH ditengarai menjadi salah satu tempat berkembangnnya radikalisme dan sikap diskriminasi sejak dini. Guru dianggap menjadi yang paling berkewajiban menghapus hal-hal tersebut, tetapi sayangnya masih banyak guru yang belum sepenuhnya memahami bahaya radikalisme dan diskriminasi. Mereka bahkan kerap dengan atau tanpa sengaja menularkan sikap-sikap tersebut pada siswa.
"Tidak semua guru memiliki pemahaman tentang radikalisme, diskriminasi, dan lain-lain. Banyak yang belum paham. Bagaimana menjadi guru yang ramah anak juga masih banyak yang belum memiliki pemahaman akan itu,” ujar Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI) Heru Purnomo, ketika dihhubungi Media Indonesia, Sabtu (9/6).
Heru mengatakan, pemerintah harus lebih intensif memberikan pengayaan dan peningkatan pemahaman terkait bahaya radikalisme dan diskriminasi pada guru dan calon guru. Selama ini, porsi pengayaan itu dianggap masih sangat minim, terutama di daerah luar Jakarta dan Pulau Jawa.
Seperti diketahui, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengusulkan 100 ribu kuota guru calon pegawai negeri sipil (CPNS) kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN dan RB) pada rekruitmen CPNS tahun ini.
Jumlah tersebut untuk menutup kebutuhan guru secara bertahap, karena total kekurangan guru ASN saat ini mencapai 988.133 orang guru.
Banyak harapan agar setiap guru baru yang akan diterima nantinya akan melalui seleksi yang dapat memastikan mereka memiliki kualifikasi tidak hanya dalam hal akademis. Namun, juga memiliki sikap dan kepribadian yang baik untuk dapat memberikan pendidikan karakter yang baik bagi siswa, serta tidak radikal dan antidiskriminasi.
Namun, hal tersebut dikatakan Heru merupakan hal yang agak sulit dilakukan. Mengingat banyaknya calon guru PNS yang diajukan dan akan diterima. Beragam latar belakang guru yang akan diterima akan sulit diketahui secara maksimal.
Meski telah melalui tahap wawancara dengan psikolog dan tim ahli, celah kebocoran masuknya guru dengan paham radikalisme dan diskriminatif masih akan tetap ada.
“Dengan kondisi itu, maka untuk menuju apa yang diharapkan agak sulit. Kecuali guru-guru yang sudah dalam pengawasan atau teruji, misalnya guru yang sudah ikut program guru garis depan, dan lain-lain. Kalau pengangkatan dai sana mungkin bisa, tapi kan jumlahnya sangat minim," ujar Heru.
Dikatakan Heru, satu-satunya jalan yang harus dilakukan oleh pemeritah, dalam hal ini Kemendikbud dan pemerintah daerah ialah dengan melakukan pengayaan dan edukasi intensif pada calon guru baru yang telah diterima atau lolos tes CPNS.
Pembekalan mengenai pendidikann karakter, antiradikalisme dan nondiskriminastif harus dilakukan dengan intensif dan berkelanjutan.
"Itu jalan terbaik. Tapi masalahnya memang kadang porsi untuk pengayaan seperti itu masih minim dilakukan, apalagi di daerah. Tapi kalau memang mau tercapai sekolah yang ramah anak dengan guru anti radikalisme dan non diskriminatf, mau tidak mau harus diupayakan untuk bisa dilakukan," ujar Heru. (X-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved